Claim Missing Document
Check
Articles

Determinasi Perlindungan Hukum Pemegang Hak Atas Neighbouring Right Dolot Alhasni Bakung; Mohamad Hidayat Muhtar
Jambura Law Review VOLUME 2 NO. 1 JANUARY 2020
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (101.888 KB) | DOI: 10.33756/jalrev.v2i1.2400

Abstract

ABSRTAK Hak Terkait (Neighbouring Right) dengan Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pelaku yang dapat terdiri dari artis film/telivisi, pemusik, penari, pelawak dan lain sebagainya untuk menyiarkan pertunjukannya. Yang dimaksud dengan menyiarkan termasuk menyewakan, melakukan pertunjukan umum (Public Performance), mengkomunikasikan pertunjukan langsung (Live Performance), dan mengkomunikasikan secara interaktis suatu karya rekaman suara pelaku. Selain pelaku, juga produser rekaman suara dan lembaga penyiaran mempunyai hak-hak terkait. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (UUHC) dapat diketahui bahwa yang dimaksud Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram atau Lembaga Penyiaran. Judul Penelitian ini adalah Determinasi Perlindungan Hukum Pemegang Hak atas Neighbouring Right Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta dengan rumusan masalah. 1. Bagaimana Problematika Pemegang Hak atas Neighbouring Right Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta? 2. Bagaimana Perlindungan Hukum Pemegang Hak atas Neighbouring Right Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta?Dari hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan globalisasi memberikan kontribusi dengan banyaknya karya cipta seperti lagu, film, acara televisi yang sering disalah gunakan oleh orang yang tidak bertanggung jawab seperti memperbanyak, memasarkan dan segala upaya untuk memperoleh keuntungan finansial, sehingga pencipta atau pemilik hak cipta merasa dirugikan baik dari segi Hak Moral maupun Hak Ekonomi. Karena inilah hak terkait dengan hak cipta lahir dengan tujuan untuk melindungi hak performers, produser rekaman dan lembaga penyiaran dari penyalahgunaan karya mereka. Perlindungan hukum untuk hak terkait diberikan melalui peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta juga melalui konvensi konvensi Internasional yaitu Konvensi Roma 1961, Konvensi Jenewa, dan Brussel Convention. Kata Kunci : Hak Terkait (Neighbouring Right), Hak Cipta, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Model Politik Hukum Pemberantasan Korupsi Di Indonesia Dalam Rangka Harmonisasi Lembaga Penegak Hukum Mohamad Hidayat Muhtar
Jambura Law Review VOLUME 1 NO. 1 JANUARY 2019
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (973.63 KB) | DOI: 10.33756/jalrev.v1i1.1988

Abstract

Korupsi merupakan suatu kejahatan luar biasa dimana telah begitu mengakar kuat di Indonesia. Hal ini dapat di buktian dengan jumlah uang hasil korupsi yang di sita oleh KPK sebesar Rp2 triliun. Gagasan Model Politik Hukum pemberantasan korupsi perlu dilakukan dalam rangka Harmonisasi Kelembagaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri dan Kejaksaan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagimana Dasar Urgensi Konsep Pemberantasan Korupsi di Indonesia. 2) Bagaimana Model Pemberantasan Korupsi di Indonesia. Metode Penelitian ini mengunakan Penelitian Hukum Normatif menggunakan studi kasus normatif berupa produk perilaku hukum dengan mengunakan pendekatan Perundang-Undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Model Politik hukum dalam pemberantasan korupsi di Indonesia merupakan suatu pendekatan yang lebih mengedepankan kepada manfaat hukum dengan cara melakukan penemuan atau pembaharuan hukum sesuai dengan fenomena sosial dimasyarakat dan urgensi kebutuhan hukum dengan melakukan 3 pendekatan yaitu Subtansi Hukum, Struktur Hukum dan Budaya Hukum dimana adanya Harmonisasi Kelembagaan Antara KPK, Polri dan Kejaksaan untuk efektifitas pemberantasan korupsi di Indonesia dengan pendekatan peraturan perundang-undangan.
Comparative Analysis of Legal Policies Regarding Force Major During Covid-19 Pandemic in Indonesia and China Dolot Al Hasni Bakung; Mohamad Hidayat Muhtar; Nabih Amer
Batulis Civil Law Review Vol 3, No 1 (2022): VOLUME 3 NOMOR 1, MEI 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47268/ballrev.v3i1.721

Abstract

Covid-19 as a pandemic in the 20th century has brought consequences in many aspects, one of which is the force major aspect. The force majeure policy in Indonesia is still incomplete, unlike China, which already has a more complete policy. The purpose of the research is to be able to find out about the Covid-19 policy in Indonesia and to compare the Indonesian and Chinese force major policy settings. The research method uses a normative research type with a statutory approach. The results of the study show that Indonesia's policy in dealing with covid 19 has problems in two policies, namely: the provision of information and the Lockdown policy. Meanwhile, the comparison problem with China is better by providing a mechanism with more legal certainty, namely providing access to the determination of force major against the Supreme Court, while Indonesia does not have a similar mechanism.
Studi Perbandingan Penanganan Pengungsi Luar Negeri Di Indonesia, Australia, Dan Thailand Mohamad Hidayat Muhtar; Zamroni Abdussamad; Zainal Abdul Aziz Hadju
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM Vol. 30 No. 1: JANUARI 2023
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/iustum.vol30.iss1.art2

Abstract

Indonesia specifically addresses the refugee issues in Presidential Regulation No. 125 of 2016 on the Handling of Foreign Refugees. The handling of refugee status in Indonesia is handed over to UNHCR considering that Indonesia is not a party to the 1951 Refugee Convention or the 1967 Protocol. Besides Indonesia, Australia and Thailand are also not parties to the convention. Therefore it is important to see a comparative study of policies between countries. This study also aims to find out whether Presidential Decree No. 125 of 2016 can resolve the problem of refugees in Indonesia and what is the policy comparison between Indonesia, Australia and Thailand. The research method used is normative legal research with a statutory approach. The results of the study concluded that Presidential Decree No. 125 of 2016 has adequately accommodated arrangements for overseas refugees, but there are still several provisions that have multiple interpretations, such as arrangements regarding "foreigners", Rudenim arrangements, and the principle of "local integration" that has not been regulated. The implementation in Australia is firmer compared to Thailand and Indonesia. Australia itself emphasizes forced repatriation if it is detected as threatening the country's sovereignty. Meanwhile, Thailand provides access to foreign refugees to submit applications so they can live and settle.Key Words: Presidential decree 125 Year 2016, Refugees, 1951 Convention, 1967 Protocol AbstrakIndonesia secara khusus mengatur masalah pengungsi dalam Peraturan Presiden No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi Luar Negeri. Penanganan status pengungsi di Indonesia diserahkan kepada UNHCR mengingat Indonesia bukan negara pihak Konvensi Pengungsi 1951 atau Protokol 1967. Selain Indonesia, Australia dan Thailand juga bukan negara pihak konvensi. Oleh karena itu penting untuk melihat studi perbandingan kebijakan antar negara. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah Perpres No. 125 Tahun 2016 dapat menyelesaikan masalah pengungsi di Indonesia dan bagaimana perbandingan kebijakan antara Indonesia, Australia dan Thailand. Adapun metode penelitian yang digunakan, yaitu penelian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Perpres No. 125 Tahun 2016, telah cukup mengakomodasi pengaturan pengungsi luar negeri, akan tetapi masih terdapat beberapa ketentuan yang multitafsir, seperti pengaturan tentang “orang asing”, pengaturan Rundenim, dan belum diaturnya mengenai prinsip “integrasi lokal”. Adapun implementasi di negara Australia lebih tegas dibandingkan dengan Thailand dan Indonesia. Asutralia sendiri menegaskan pemulangan paksa jika terdeteksi mengancam kedaulatan negara. Sedangkan Thailand memberikan akses kepada pengungsi luar negeri untuk mengajukan permohonan agar dapat tinggal dan menetap.Kata-kata Kunci: Perpres 125 Tahun 2016; Pengungsi; Konvensi 1951; Protokol 1967
Etika Penggunaan Media Sosial Dalam Promosi Destinasi Wisata di Desa Patoameme Zamroni ABDUSSAMAD; Mohamad Hidayat MUHTAR
Akuntansi dan Humaniora: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 1 No. 2 (2022): Akuntansi dan Humaniora: Jurnal Pengabdian Masyarakat (Juni – September 2022)
Publisher : Indonesia Strategic Sustainability

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38142/ahjpm.v1i2.339

Abstract

Menurunnya kunjungan wisatawan akibat pandemik covid-19 menjadikan promosi wisata menjadi langkah konkrit dalam memulihkan kembali sektor kepariwisataan. Promosi tersebut dapat dilakukan melalui media sosial yang dapat menjangkau seluruh pihak. Akan tetapi, penggunaaan media sosial justru dapat beribas pada hal-hal negatif ketika promosi yang dilakukan tidak sesuai dengan etika dan tanggungjawab dalam menggunakan media sosial. Persoalan minimnya pengetahun masyarakat di desa Patoameme terhadap etika penggunaan media sosial untuk promosi destinasi wisata harus diijawab dengan berbagai langkah, salah satunya adalah melakukan pengabdian masyarakat sebagai tanggungjawab dari perguruan tinggi sekaligus mengamalkan tridarma perguruan tinggi. Hasil pengabdian menunjukan bahwa promosi destinasi wisata merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam pengembangan suatu destinasi wisata. Melalui promosi tersebut maka kunjungan wisatawan akan meningkat dan akan berimbas pada peningkatan pendapatan dari aktifitas wisatawan yang dilakukan pada destinasi wisata. Salah satu bentuk promosi destinasi wisata ialah melalui media sosial. Akan tetapi, perkembangan media sosial yang begitu pesat harus diimbangi dengan etika hukum dalam penggunaan media sosial. Hal ini dimaksudkan agar promosi destinasi wisata yang dilakukan tidak bertentangan dengan kaedah hukum yang berlaku.
Dialektika Norma Islam dan Norma Hukum Positif dalam Pembentukan Peraturan Daerah tentang Pendidikan Al-Qur’an di Provinsi Gorontalo Rahmat Teguh Santoso Gobel; Moh. Ihsan Husnan; Novendri Nggilu; Raihan Sahrul Adnan; Moh. Hidayat Muhtar
Sultan Jurisprudence: Jurnal Riset Ilmu Hukum Vol.2 No.2 Desember 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51825/sjp.v2i2.16682

Abstract

   This article discusses the problems of regulating Koranic education in regional regulations in Gorontalo Province. This is based on the consideration of the Ministry of Home Affairs which states that the draft regional regulation on Koranic education cannot be regulated separately but is integrated with existing regional regulations for the provision of education. These problems will be answered methodologically by using normative legal research. The author uses this legal research because the focus is on reviewing literature studies, laws and regulations and court decisions related to the object of research.   Based on the results of the study, this article concludes that the establishment of a regional regulation in the Gorontalo province regarding Qur'anic Education has the potential to cause conflict with the principles of establishing legislation. This is based on the material content of regional regulations that require protection for all groups and religions to prevent discriminatory actions on the formation of a regional regulation.The basis for regulating Qur'anic education should be used as part of local wisdom where the province of Gorontalo is known as the Serambi Medina area with a majority Muslim population supported by a strong culture so that a legal policy for the Gorontalo Provincial government is needed to accommodate Qur'anic education in regional regulations regarding the implementation of education in the region so that later the values of the Koran are not only accepted in the sociological scope but are recognized juridically.   Therefore, it is necessary to revise regional regulations on the implementation of education by including a chapter on religious education which does not only regulate Koranic education, but other religions can also be included in the chapter. If the regional regulations have been revised, the next effort is to strengthen Koranic education, it is necessary to make an implementing regulation, namely the governor's regulation on Koranic education as a follow-up to regional regulations on the implementation of education.. 
Analysis of the Function of Regional Apparatus to Realize Strong Food Reserves in the Era of Regional Autonomy Mohamad Hidayat Muhtar; Viorizza Suciani Putri; Farida Tuharea; Irsan
LEGAL BRIEF Vol. 11 No. 5 (2022): Desember: Law Science and Field
Publisher : IHSA Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Food Reserves and food security are two concepts that cannot be separated because good and strong food security will have implications for both national and regional food reserves. This study aims to discuss (1) the function and role of regional apparatus organizations in the era of regional autonomy? and (2) What are the problems faced in implementing Regional Food Reserves? The research method is carried out with a normative juridical type through a statute approach. The study results show that (1) The duties and functions of regional organizations in terms of food security and reserves must be integrated with local and village governments. (2) Problems in the Implementation of Regional Food Reserves, namely the Management of food security or food availability at the national and regional levels and the conversion of agricultural land, which has a tremendous impact on food reserves.
Pengawasan dan Pendampingan Dana Desa dalam Mewujudkan Transparansi Badan Usaha Milik Desa Saripi Suwitno Y Imran; Mohamad Hidayat Muhtar; Apripari Apripari
Jurnal Pustaka Mitra (Pusat Akses Kajian Mengabdi Terhadap Masyarakat) Vol 3 No 1 (2023): Jurnal Pustaka Mitra (Pusat Akses Kajian Mengabdi Terhadap Masyarakat)
Publisher : Pustaka Galeri Mandiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55382/jurnalpustakamitra.v3i1.375

Abstract

Badan Usaha Milik Desa (selanjutnya ditulis BUMDes) merupakan elemen yang ada di desa yang dapat menjadi lokomotif perekonomian desa. Oleh sebab itu, dibutuhkan adanya berbagai langkah diantaranya salah satunya adalah kegiatan pengabdian masyarakat yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dalam memberikan serta menghadirkan solusi permasalahan yang ada di desa. langkah yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi adalah dengan melakukan langkah preventif dan pengawasan, dimana langkah preventif dapat dilakukan dengan pemetaan permasalahan, penyuluhan dan pelatihan dalam mengatasi persoalan tersebut. Sementara itu, perihal pengawasan dapat melibatkan seluruh masyarakat yang ada didesa dengan sebelumnya telah mendapatkan penyuluhan dan pelatihan yang dimaksud. Merujuk pada persoalan tersebut, maka pemecahan masalah di atas melalui Program Pengabdian dengan menetapkan tema “Pengawasan Dan Pendampingan Dana Desa Dalam Mewujudkan Transparansi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Saripi” dengan beberapa kegiatan yaitu; a. Penyusunan dan Penetapan Raod Map pengelolaan BUMDES, b. Penyuluhan Hukum, serta c. Dan Pelatihan dan pembentukan promosi pengelolaan BUMDES melalui media digital. Keseluruh program tersebut melibatkan seluruh unsur yang ada didesa, mulai dari pengelola BUMDES, pemerintah desa, hingga masyarakat desa dengan menghasilkan kajian berupa pengawasan masyarakat merupakan bentuk pengawasan partisipatif sebagai pemegang tertinggi kedaulatan rakyat serta pendampingan dalam pelaksanaan pengelolaan dana desa yang dapat dilakukan oleh Kejaksaan menjadi bentuk lain dalam mewujudkan transpransi pengelolaan dana desa termasuk pengalokasian dana untuk pengembangan BUMDes
EKSISTENSI MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA Fence Wantu; Mohamad Hidayat Muhtar; Viorizza Suciani Putri; Mutia Cherawaty Thalib; Nirwan Junus
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 2 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i2.342

Abstract

ABSTRAKPenyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi merupakan hal yang penting dalam upaya penegakan hukum lingkungan hidup, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) yang lebih memperhatikan perlindungan keperdataan masyarakat (Pasal 91 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi eksistensi mediasi sebagai bentuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup dan kendala yang dihadapi dalam penggunaannya setelah diberlakukannya UUCK. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan fokus pada analisis perundang-undangan dan konsep hukum. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa eksistensi mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan pada prinsipnya telah menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak dulu dan eksistensi berkembang dengan hadirnya berbagai peraturan perundang-undangan misalnya SEMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Lembaga Perdamaian dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di pengadilan dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan serta yang terbaru dalam UUCK. Meskipun mediasi seringkali tidak memuaskan, tetapi masih merupakan salah satu upaya yang penting. Namun, kendala yang dihadapi dalam penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup semakin kompleks setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UUCK inkonstitusional bersyarat, sehingga tidak mungkin untuk membuat aturan teknis tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi. Meskipun UUCK sudah dinyatakan tidak berlaku dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, namun Perpu masih menyisakan perdebatan dan belum menjadi Undang-Undang hingga tulisan ini diterbitkan.Kata kunci: cipta kerja; lingkungan hidup; mediasi; penyelesaian sengketa.ABSTRACTSettlement of environmental disputes through mediation is an important matter in efforts to uphold environmental law, especially after the enactment of Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation (UUCK) which pays more attention to the protection of civil society (Article 91 paragraph (2) letter d of the -Law Number 11 of 2020). The purpose of this study is to evaluate the existence of mediation as a form of environmental dispute resolution and the obstacles encountered in its use after the enactment of UUCK. This study uses a normative juridical approach, with a focus on statutory analysis and legal concepts. In this study, it was found that the existence of mediation in resolving environmental disputes in principle has been a culture of Indonesian society for a long time and its existence has developed with the presence of various laws and regulations, for example SEMA Number 1 of 2002 concerning Empowerment of Peace Institutions and Supreme Court Regulation (PERMA) Number 2 of 2003 concerning Mediation Procedures in Courts, Supreme Court Regulation Number 1 of 2008 regarding Mediation Procedures in Courts and RI Supreme Court Regulation (PERMA) Number 1 of 2016 concerning Mediation Procedures in Courts and the latest in UUCK. Although mediation is often unsatisfactory, it is still an important endeavor. However, the obstacles encountered in using mediation in resolving environmental disputes are increasingly complex after the Constitutional Court decision Number 91/PUU-XVIII/2020 stated that UUCK is unconstitutional conditional, making it impossible to make technical rules regarding environmental dispute resolution through mediation. Even though the UUCK has been declared null and void with the presence of Government Regulation in Lieu of Law (PERPU) Number 2 of 2022 concerning Job Creation, the Perpu still remains up for debate and has not yet become a law as of the time this article was published.Keywords: job creation; environment; mediation; dispute resolution.
EKSISTENSI MEDIASI SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA Fence Wantu; Mohamad Hidayat Muhtar; Viorizza Suciani Putri; Mutia Cherawaty Thalib; Nirwan Junus
Bina Hukum Lingkungan Vol 7, No 2 (2023): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v7i2.342

Abstract

ABSTRAKPenyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi merupakan hal yang penting dalam upaya penegakan hukum lingkungan hidup, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) yang lebih memperhatikan perlindungan keperdataan masyarakat (Pasal 91 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi eksistensi mediasi sebagai bentuk penyelesaian sengketa lingkungan hidup dan kendala yang dihadapi dalam penggunaannya setelah diberlakukannya UUCK. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan fokus pada analisis perundang-undangan dan konsep hukum. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa eksistensi mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan pada prinsipnya telah menjadi budaya masyarakat Indonesia sejak dulu dan eksistensi berkembang dengan hadirnya berbagai peraturan perundang-undangan misalnya SEMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Lembaga Perdamaian dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di pengadilan dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan serta yang terbaru dalam UUCK. Meskipun mediasi seringkali tidak memuaskan, tetapi masih merupakan salah satu upaya yang penting. Namun, kendala yang dihadapi dalam penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup semakin kompleks setelah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 menyatakan bahwa UUCK inkonstitusional bersyarat, sehingga tidak mungkin untuk membuat aturan teknis tentang penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui mediasi. Meskipun UUCK sudah dinyatakan tidak berlaku dengan hadirnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, namun Perpu masih menyisakan perdebatan dan belum menjadi Undang-Undang hingga tulisan ini diterbitkan.Kata kunci: cipta kerja; lingkungan hidup; mediasi; penyelesaian sengketa.ABSTRACTSettlement of environmental disputes through mediation is an important matter in efforts to uphold environmental law, especially after the enactment of Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation (UUCK) which pays more attention to the protection of civil society (Article 91 paragraph (2) letter d of the -Law Number 11 of 2020). The purpose of this study is to evaluate the existence of mediation as a form of environmental dispute resolution and the obstacles encountered in its use after the enactment of UUCK. This study uses a normative juridical approach, with a focus on statutory analysis and legal concepts. In this study, it was found that the existence of mediation in resolving environmental disputes in principle has been a culture of Indonesian society for a long time and its existence has developed with the presence of various laws and regulations, for example SEMA Number 1 of 2002 concerning Empowerment of Peace Institutions and Supreme Court Regulation (PERMA) Number 2 of 2003 concerning Mediation Procedures in Courts, Supreme Court Regulation Number 1 of 2008 regarding Mediation Procedures in Courts and RI Supreme Court Regulation (PERMA) Number 1 of 2016 concerning Mediation Procedures in Courts and the latest in UUCK. Although mediation is often unsatisfactory, it is still an important endeavor. However, the obstacles encountered in using mediation in resolving environmental disputes are increasingly complex after the Constitutional Court decision Number 91/PUU-XVIII/2020 stated that UUCK is unconstitutional conditional, making it impossible to make technical rules regarding environmental dispute resolution through mediation. Even though the UUCK has been declared null and void with the presence of Government Regulation in Lieu of Law (PERPU) Number 2 of 2022 concerning Job Creation, the Perpu still remains up for debate and has not yet become a law as of the time this article was published.Keywords: job creation; environment; mediation; dispute resolution.
Co-Authors Adnan, Raihan Sahrul Ahmad Ahmad Ahmad Ahmad Amer, Nabih Anna Triningsih Aprilinda Rahman Apripari, Apripari Arief Fahmi Lubis Avelia Rahmah Y Mantali Awad Al Khalaf BAKUNG, Dolot Al Hasni BENI SETIAWAN Beni Setiawan Bintang Idrus, Muhammad Ch. Thalib, Mutia Chinatra Manoppo, Mohammad Raphael Deby Fatria Ntobuo Dede Agus Dian Ekawaty Ismail Dian Pakaya Diharjo, Nugroho Noto Dolot Alhasni Bakung Dungga, Weny A Enny Agustina Erman I. Rahim Farida Tuharea Fathullah Fathullah Fence M Wantu Fenty U. puluhulawa Geofani Milthree Saragih Grenaldo Ginting Henry Kristian Siburian Irma Suryani Irsan Irsan Rahman, Irsan Jaya, Belardo Prasetya Mega Jufryanto Puluhulawa Julius T Mandjo Karlin Z. Mamu Karmila Naue Liza Utama Mexsasai Indra Misnah Irvita Moh. Ihsan Husnan Moh. Ihsan Husnan Mohamad Rivaldi Moha Moodoeto, Fayza Khairunnisa Muhamad Rusdiyanto Puluhuluwa Muhammad Iqbal Mustapa Mutia Cherawaty Thalib Nabih Amer Nabih Amer Ngabito, Rafyanka Ivana Putri Ni Putu Suci Meinarni Nirwan Junus Novendri M Nggilu Novia Grace Lahmado Novita M Mongdong Nugrahayu, Zainun Zakya Nur Mohamad Kasim Nurkhalifah Kaharu, Siti Nursyahbani Komendangi, Rivanka Amelia Nurul Fazri Elfikri Nuvazria Achir Pujayanti, Luh Putu Vera Astri Putri, Viorizza Suciani Rahman Pakaja Rahmat Huruji Rahmat Setiawan Rahmat Teguh Santoso Gobel Raihan Sahrul Adnan Razak, Askari Rivera, Kevin M. Rusdiyanto U Puluhulawa, Mohamad Saharuddin Saharuddin Saharuddin Saharuddin Saragih, Geofani Milthree Sri Nanang Meiske Kamba Sri Nurnaningsih Rachman Sri Olawati Suaib Suciani Putri, Viorizza Suwitno Yutye Imran Syahbana, Rio Akmal Taufiqurrohman, A.H. Asari Thanh Nga Pham Umar, Supriandi Vica Jillyan Edsti Saija Viorizza Suciani Putri Vivi Swarianata Weny A Dungga Weny Almoravid Dungga Wiwik Widyo Widjajanti Yassine, Chami Yogi Muhammad Rahman Yustiana Yustiana, Yustiana Zainal Abdul Aziz Hadju Zainal Hadju Zamroni Abdussamad