Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Peningkatan Kemandirian Siswa dalam Menerapkan Pola Hidup Bersih dan Sehat untuk Mencegah dan Mengurangi Protozoa Usus pada Anak SDN Ngingas Diah Titik Mutiarawati; Endarini, Lully Hanni; Yunita, Era Fitria; Anita Dwi Anggraini
ABDIKESMAS MULAWARMAN : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol.3 No.1 Mei (2023) : ABDIKESMAS MULAWARMAN
Publisher : Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/abdikesmasmulawarman.v3i1.155

Abstract

Infeksi protozoa usus masih menjadi salah satu permasalahan di dunia, terutama di negara-negara berkembang dan beriklim tropis. Angka insidensi kasus protozoa usus di Indonesia mencapai 10-18%. Infeksi protozoa usus dapat menyerang anak-anak dan orang dewasa (Deza et al., 2018). Di Negara berkembang tingkat pendidikan masih rendah dan iklim tropis merupakan faktor risiko infeksi protozoa usus. Hasil penelitian Charisma dkk. (2020), menyebutkan bahwa pada pemeriksaan sampel feses menunjukkan sebanyak 20,8% positif adanya kista protozoa usus. Didukung oleh penelitian Simatupang et al., (2013) yang melaporkan sebanyak 40% kasus infeksi didominasi oleh protozoa usus daripada cacing usus (STH) pada anak usia SD di Kedung Cowek, Surabaya. Rendahnya pengetahuan masyarakat terkait penyakit parasit masih menjadi salah satu masalah. Dengan demikian, pemberian edukasi kebersihan personal pada mereka menjadi salah satu solusi untuk menurunkan angka infeksi parasit usus (Fransisca et al., 2015). Dengan demikian, peneliti akanmengidentifikasi keberadaan protozoa usus pada sampel feses yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi protozoa usus dan gambaran kebersihan personal pada anak usia sekolah dasar di desa Ngingas Barat, kecamatan Krian kabupaten Sidoarjo. Dari hasil pretes dan postes terdapat terdapat peningkatan para siswa dalam menjawab soal dari 2.16 menjadi 3.66. Soal yang paling sulit dijawab oleh siswa adalah nomor 4 yaitu tentang protozoa. Setelah mendapat materi tentang protozoa usus, para siswa mampu menjawab soal nomor 4 pada postes. Peningkatan pengetahuan tentang protozoa usus sebagai penyebab diare diharapkan dapat mengubah sikap dan tindakan para siswa menjadi lebih baik lagi untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut. Satu minggu kemudian setelah diadakan kegiatan penyuluhan para siswa dilakukan pemeriksaan Feses lengkap untuk diperiksa adanya infeksi protozoa. Hasil pemeriksaan laboratorium dinyatakan semua siswa negatif dari infeksi protozoa atau 0%.
PERBEDAAN MORFOLOGI SEL DARAH PADA PEMERIKSAAN HAPUSAN DARAH TEPI DENGAN PEWARNAAN GIEMSA MENGGUNAKAN LARUTAN PENGENCER BUFFER PHOSPHAT DAN LARUTAN PENGENCER AQUABIDEST Museyaroh, Museyaroh; Nabilah, Musholli Himmatun; Endarini, Lully Hanni
JURNAL ILMIAH OBSGIN : Jurnal Ilmiah Ilmu Kebidanan & Kandungan P-ISSN : 1979-3340 e-ISSN : 2685-7987 Vol 16 No 2 (2024): JUNI
Publisher : NHM PRESS

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36089/job.v16i2.2060

Abstract

Pemeriksaan Hapusan darah tepi (HDT) merupakan pemeriksaan untuk melihat morfologi sel-sel darah secara mikroskopis. Salah satu metode pemeriksaan hapusan darah tepi yang sering digunakan adalah pewarnaan giemsa. Pengenceran larutan giemsa secara teoritis menggunakan larutan penyangga buffer phosphat. Pengenceran giemsa sering menggunakan larutan buffer phosphat karena buffer phosphat mudah didapatkan, namun harganya cukup mahal. Kandungan phosphat yang melebihi batas 2 mg/L juga dapat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem perairan sehingga dapat mencemari lingkungan bila terus digunakan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan morfologi sel-sel darah pada pemeriksaan HDT dengan pewarnaan giemsa menggunakan larutan buffer dan aquabidest dalam upaya penentuan larutan alternatif yang bisa digunakan sebagai larutan pengencer giemsa yang lebih murah dan mudah didapatkan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan studi cross sectional yang membandingkan kualitas morfologi sel darah sediaan HDT dengan pewarna giemsa yang diencerkan dengan buffer phosphate dan aquabidest. Sampel diambil dari 1 orang koresponden penelitian, untuk kemudian dibuat sediaan HDT masing-masing sebanyak 17 buah (pengencer buffer phosphat), dan 22 buah (pengencer aquabidest), dan diamati dengan mikroskop perbesaran lensa objektif 100x. Kualitas sediaan HDT giemsa dengan pengencer buffer phosphat menunjukkan hasil “baik” sebanyak 13 buah (76,47%), dan hasil “kurang baik” sebanyak 4 buah (23,53%), sedangkan kualitas sediaan HDT giemsa dengan pengencer aquabidest menunjukkan hasil “baik” sebanyak 18 buah (81,82%), dan hasil “kurang baik” sebanyak 4 buah (18,18%). Berdasarkan uji Mann-Whitney U, didapatkan P-Value 0,222. Kualitas sediaan HDT pewarnaan giemsa dengan pengencer buffer phosphat tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan yang menggunakan pengencer aquabidest (p>0,05).
Kolesterol dan Tekanan Darah Lansia di Posyandu Abiyoso Polkesbaya Christyaningsih, Juliana; Rusyadi, Luthfi; Minarti, Minarti; Mamik, Mamik; Pestariati, Pestariati; Mutiarawati, Diah Titik; Suliati, Suliati; Sasongkowati, Retno; Woelansari, Evy Diah; Suhariyadi, Suhariyadi; Istanto, Wisnu; Endarini, Lully Hanni; Museyaroh, Museyaroh
JURNAL RAKAT SEHAT (JRS) : Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 2 No 2 (2023): Jurnal Rakat Sehat: Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : UPPM Poltekkes Kemenkes Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31964/jrs.v2i2.35

Abstract

As people age, the physical state of the human body will gradually deteriorate due to a decrease in the quantity of cells present, leading to a gradual reduction in functionality referred to as the aging process. In elderly humans (aged more than 60 years) excessive cholesterol levels and high blood pressure are one of the causes of diseases such as heart disease which has been recognized by WHO as the number one cause of death in the world. The buildup of fatty deposits on the linings of blood vessels has the potential to lead to obstructions within the blood vessels. The objective of this initiative is to enhance understanding regarding the hazards associated with cholesterol. This outreach effort took place in July 2023, conducted at Posyandu Abiyoso, Surabaya Health Polytechnic. The activity consists of several processes 1). conducting a survey of the location of the Abiyoso posyandu of the Surabaya Health Polytechnic, 2). Opening registration and taking participants' personal data, 3) conducting participant health interviews, 4). Checking cholesterol levels and blood pressure of participants. From the community service activities carried out, it was found that 42 of the 65 (64.6%) participants who took part in the examination at the integrated service post had high cholesterol levels, and 60 of the 65 (92.3%) participants had high blood pressure or hypertension. By conducting health checks on cholesterol levels and blood pressure, there is an expectation that the society will come to realize and comprehend. the dangers of hypertension and hypercholesterolemia so that the community can prevent the occurrence of sustainable diseases.
Analysis of the Leukocyte Profile for Peripheral Blood Smear Stained with Diff-Count Based on Fixation Time Variation Museyaroh, Museyaroh; Nabilah, Musholli Himmatun; Endarini, Lully Hanni
Health Dynamics Vol 2, No 2 (2025): February 2025
Publisher : Knowledge Dynamics

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33846/hd20202

Abstract

Background: Peripheral blood smear examination (HDT) is a test to observe the morphology of blood cells microscopically. A peripheral blood smear is a simple method, and its examination is widely available in laboratories. The advantage of peripheral blood smear examination is its ability to assess various components of peripheral blood cells, such as cell morphology (erythrocytes, leukocytes, and platelets). One of the commonly used methods for peripheral blood smear examination is Giemsa staining. The process of Giemsa staining fixation aims to preserve the cell structure and its components before the staining is performed. The precise fixation time is key to obtaining optimal staining results, which allows for accurate observation of cell morphology. The aim of this study is to analyze the morphology of leukocyte profiles in peripheral blood smears stained with Giemsa based on variations in fixation time to determine the optimal time. Methods: This research was conducted in August-September 2024. The sample in this study was whole blood taken from the academic community of the Department of Medical Laboratory Technology and examined with a peripheral blood smear using Giemsa staining, and analyzed using descriptive statistical tests with the SPSS for Windows 22 software. Results: The research results showed that at a fixation time of 3 minutes, 60% were good and 40% were less good; at 5 minutes, 100% were good; at 10 minutes, 100% were good; at 15 minutes, 40% were good and 60% were less good; and at 20 minutes, 20% were good and 80% were less good. Conclusion: The best time variation in Giemsa staining using phosphate buffer is fixation for 5 minutes and 10 minutes, where all preparations (5 preparations) are 100% in the good category.
Relationship Between Albumin Levels and Leukocyte Counts in The Incident of Neonatal Sepsis Sulaiman, Shofan Ilham; Haryanto, Edy; Endarini, Lully Hanni
Jurnal Analis Medika Biosains (JAMBS) Vol 10, No 2 (2023): JURNAL ANALIS MEDIKA BIOSAINS (JAMBS)
Publisher : Poltekkes Kemenkes Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32807/jambs.v10i2.313

Abstract

Background: Sepsis can affect all age, but is most common in young infants and neonates. Young infants and neonates are more susceptible to infection because their immune systems are immature, unable to localize infections, and lack the IgM needed to protect the body against bacterial infections. When experiencing neonatal sepsis, there is often an increase in leukocytes in response to infection and inflammation, where inflammation can also cause a decrease in albumin in the blood. Objective: This study aims to analyze the relationship between albumin levels and leukocyte counts in the incidence of neonatal sepsis. Methods: The research method used analytic correlation with a cross sectional approach. A sample of 31 patients with neonatal sepsis who were treated at Waluyo Jati hospital, Probolinggo Regency in December 2022 - April 2023 were sampled using saturation sampling method. Results: The results of the study on neonatal sepsis based on laboratory examinations mostly occurred in conditions of leukocytosis (45.2%) and hypoalbuminemia (77.4%), while the results of the study based on Pearson correlation test analysis obtained a significant value (p) of 0.737 (α=0.05). Conclusion: there is no relationship between albumin levels and leukocyte counts in neonatal sepsis.  
KORELASI KADAR HBA1C DENGAN HIPERTENSI PADA PASIEN DIABETES MELITUS PROLANIS DI KABUPATEN MAGETAN Muslihatin, Titin; Suliati, Suliati; Endarini, Lully Hanni; Arifin, Syamsul
HEALTHY : Jurnal Inovasi Riset Ilmu Kesehatan Vol. 4 No. 3 (2025)
Publisher : Pusat Pengembangan Pendidikan dan Penelitian Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51878/healthy.v4i3.7027

Abstract

ABSTRACT Diabetes mellitus (DM) is a chronic disease with an increasing prevalence and has become a major public health concern in Indonesia. One of the common complications of DM is hypertension, which worsens the patient’s condition and raises the risk of cardiovascular events such as heart attack and stroke. Hemoglobin A1c (HbA1c) examination is a key indicator for monitoring long-term blood glucose control, as it reflects average glucose levels over the previous two to three months and is widely used to evaluate treatment outcomes. This study aimed to analyze the relationship between HbA1c levels and the incidence of hypertension among DM patients enrolled in the Chronic Disease Management Program (Prolanis) in Magetan Regency. A correlational analytic method with a cross-sectional design was applied, with data collected from patients registered at several community health centers. Blood pressure was measured directly by health workers, while HbA1c levels were obtained through laboratory testing. The results showed that more than half of type 2 DM patients suffered from hypertension. Furthermore, a significant correlation was found between high HbA1c levels and a greater incidence of hypertension. These findings support previous studies, confirming that uncontrolled HbA1c increases hypertension risk. Therefore, proper HbA1c management plays an essential role in preventing and controlling complications, particularly hypertension, in DM patients. ABSTRAK Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis dengan prevalensi yang terus meningkat dan menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Salah satu komplikasi yang sering menyertai adalah hipertensi, yang dapat memperburuk kondisi klinis serta meningkatkan risiko kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke. Pemeriksaan Hemoglobin A1c (HbA1c) merupakan indikator utama dalam menilai kontrol glukosa darah jangka panjang, sekaligus evaluasi keberhasilan terapi pada pasien DM. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kadar HbA1c dan kejadian hipertensi pada pasien DM yang tergabung dalam Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis) di beberapa Puskesmas Kabupaten Magetan. Penelitian menggunakan desain analitik korelasional dengan pendekatan potong lintang (cross-sectional). Data diperoleh melalui pengukuran tekanan darah secara langsung dan pemeriksaan laboratorium kadar HbA1c. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 50% pasien DM tipe 2 mengalami hipertensi. Selain itu, terdapat hubungan signifikan antara kadar HbA1c yang tinggi dengan meningkatnya kejadian hipertensi. Temuan ini mendukung penelitian sebelumnya bahwa kadar HbA1c yang tidak terkontrol dapat meningkatkan risiko hipertensi. Dengan demikian, pengelolaan kadar HbA1c memiliki peran penting dalam pencegahan dan pengendalian komplikasi, khususnya hipertensi, pada pasien diabetes melitus.
DRUG MANAGEMENT STRATEGIES IN DISASTER SITUATIONS Handayani, Nuri; Rochimat, Imat; Sri, Tovani; Endarini, Lully Hanni; Suliati, Suliati
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Vol. 35 No. 4 (2025): MEDIA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN (Inpress)
Publisher : Poltekkes Kemenkes Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34011/jmp2k.v35i4.3152

Abstract

Bencana merupakan rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Bencana dapat memberi dampak pada sector kesehatan, infrastruktur dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengelolaan obat pada situasi kebencanaan di Indonesia, mengidentifikasi hambatan serta memberikan rekomendasi strategis. Penelitian ini menggunakan studi deskriptif kualitatif. Populasi dari penelitian ini yaitu tenaga farmasi yang terlibat langsung melakukan pekerjaan kefarmasian selama bencana. Data dikumpulkan dari 10 informan yang terdiri atas tenaga farmasi Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten dan anggota Apoteker Tanggap Bencana (ATB) di daerah terdampak bencana. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik analisis tematik dengan menggunakan model Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan obat dalam situasi bencana di Indonesia belum berjalan optimal. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan koordinasi lintas sektor dan sistem pencatatan terintegrasi untuk memastikan ketersediaan obat yang efektif dan tepat sasaran. Rekomendasi yang dihasilkan meliputi penerapan SOP khusus, sistem pengadaan obat satu pintu dan program edukasi untuk pengungsi mengenai cara cerdas menggunakan obat terutama saat situasi bencana. Hasil penelitian ini dapat menjadi panduan untuk perbaikan manajemen pengelolaan obat di situasi darurat dan mendukung pengembangan kebijakan pengelolaan perbekalan farmasi dalam penanganan bencana.
Gen Exfoliatif A (EtA) Staphylococcus aureus Pada Isolat Luka Pasien Diabetes Mellitus Suliati, Suliati; Sasongkowati, Retno; Endarini, Lully Hanni; Anggraini, Anita Dwi
2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Vol 12, No 2 (2022): Mei 2022
Publisher : FORUM ILMIAH KESEHATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33846/2trik12204

Abstract

Diabetes mellitus is a degenerative disease that has many complications, one of which is diabetic ulcers. People with diabetes mellitus who have open wounds will be more susceptible to infection because an increase in blood sugar can make the wound a nutrient and a place for bacterial growth. One of the bacteria that causes infection in open wounds is Staphylococcus aureus. Toxins released by Staphylococcus aureus can cause Staphylococcal Scaled Skin (SSS). This quantitative descriptive study was conducted at the Diabetes Wound Specialist House, involving patients with diabetes mellitus at the Diabetes Wound Specialist Hospital. Bacterial culture from patient wound swabs was carried out at the Microbiology Laboratory, Poltekkes Kemenkes Surabaya; while the detection of the Staphylococcus aureus EtA gene was carried out at the ITD (Institute of Tropical Diseases) Laboratory. Data were analyzed descriptively. The PCR results showed that from 30 samples of diabetes mellitus wound swabs, 2 samples were found positive for the presence of Staphylococcus aureus bacteria.Keywords: Exfoliative A gene; Staphylococcus aureus; diabetes mellitus  ABSTRAK Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang punya banyak diikuti dengan komplikasi, salah satu di antaranya adalah ulkus diabetik. Penderita diabetes melitus yang memiliki luka terbuka akan lebih rentan mengalami infeksi karena adanya kenaikan gula darah dapat menjadikan luka tersebut menjadi nutrisi dan tempat pertumbuhan bakteri. Salah satu bakteri yang menyebabkan infeksi pada luka terbuka adalah Staphylococcus aureus. Toksin yang dikeluarkan oleh Staphylococcus aureus dapat menyebabkan Staphylococcal Scaled Skin (SSS). Penelitian deskriptif kuantitatif ini dilaksanakan di Rumah Spesialis Luka Diabetes, dengan melibatkan pasien diabetes mellitus di Rumat Spesialis Luka Diabetes. Kultur bakteri dari usap luka pasien dilakukan di Laboratotium Mikrobiologi, Poltekkes Kemenkes Surabaya; sedangkan deteksi gen EtA bakteri Staphylococcus aureus dilakukan di Laboratorium ITD (Institute of Tropical Diseases). Data dianalisis secara deskriptif. Hasil PCR menunjukkan bahwa dari 30 sampel usap luka diabetes melitus, telah ditemukan 2 sampel positif adanya bakteri Staphyococcus aureus.Kata kunci: gen Exfoliatif A; Staphylococcus aureus; diabetes mellitus
Media Alternatif Agar Jagung untuk Identifikasi Candida albicans Junaedi, Winda Rachmawati; Suliati, Suliati; Mutiarawati, Diah Titik; Endarini, Lully Hanni
2-TRIK: TUNAS-TUNAS RISET KESEHATAN Vol 14, No 3 (2024): Juli-September 2024
Publisher : FORUM ILMIAH KESEHATAN

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33846/2trik14304

Abstract

Fungal culture media is the gold standard for diagnosing candidiasis. Generally, the media used are ready-to-use preparations, as an alternative medium for the identification of Candida albicans. The carbohydrate content in the form of starch contained in the mixed corn agar media provides a source of nutrition for growth and development. The addition of Tween 80 to the mixed corn agar media under oxygen-deficient culture conditions (caused by the inoculum with a cover glass) creates an unfavorable environment and stimulates the formation of chlamydospores (a microscopic characteristic of Candida albicans). The purpose of this study was to determine the sensitivity of mixed corn agar media as an alternative medium for the identification of Candida albicans. Examination of the macroscopic characteristics of Candida albicans was carried out by inoculating a Candida albicans suspension on mixed corn agar media and cornmeal media (control). The study was conducted from December 2019 to June 2020 at the Clinical Microbiology Laboratory, Surabaya Center for Health Laboratory. Based on the results of the examination and data analysis using the Kruskal-Wallis test, the p-value was 0.368. Therefore, there were no differences in the macroscopic characteristics of Candida albicans on the three media: mixed corn agar, mixed rice agar, and cornmeal (positive control). Therefore, it can be concluded that mixed corn agar and mixed rice agar are sensitive alternative media for the identification of Candida albicans.Keywords: Candida albicans; mixed corn agar; cornmeal; macroscopic characteristicsABSTRAK Media dalam pemeriksaan kultur jamur merupakan baku emas untuk penegakan diagnosa kandidiasis. Pada umumnya media yang digunakan sudah dalam bentuk sediaan siap pakai, sebagai media alternatif untuk identifikasi Candida albicans. Kandungan karbohidrat berupa zat pati yang terdapat pada media agar jagung racikan menjadi sumber nutrisi untuk tumbuh dan berkembang. Penambahan tween 80 pada media agar jagung racikan dengan kondisi kultur kekurangan oksigen (disebabkan inoculum dengan kaca penutup) menciptakan lingkungan yang kurang baik dan merangsang pembentukan klamidospora (karakteristik mikroskopis Candida albicans). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sensitivitas media agar jagung racikan sebagai media alternatif untuk identifikasi Candida albicans. Pemeriksaan karakteristik makroskopis Candida albicans dilakukan dengan cara menginokulasikan suspensi Candida albicans pada media agar jagung racikan, dan media cornmeal (kontrol). Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2019 sampai  Juni 2020 di Laboratorium Mikrobiologi Klinik, Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya. Berdasarkan hasil pemeriksaan dan analisis data dengan uji Kruskal Wallis diketahui bahwa nilai p adalah 0,368. Dengan demikian, tidak ada perbedaan karakteristik makroskopis Candida albicans pada ketiga media yaitu agar jagung racikan, media agar beras racikan dan media cornmeal (kontrol positif). Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa media agar jagung racikan dan media agar beras racikan dapat dikatakan sensitif sebagai media alternatif untuk identifikasi Candida albicans.Kata kunci: Candida albicans; media agar jagung racikan; media cornmeal; karakteristik makroskopis