Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Penggunaan tanaman air (bambu air dan melati air) pada pengolahan air limbah penyamakan kulit untuk menurunkan beban pencemar dengan sistem wetland dan adsorpsi Sutyasmi, Sri; Susanto, Heru Budi
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 29, No 2 (2013): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2620.734 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v29i2.193

Abstract

ABSTRACTWastewater treatment using wetland and adsorption system were carried out to improve the properties of secondary settling pond’ s outlet. The purpose of this research was to reduce pollutant level from the secondary settling pond’s outlet so it could be used in the wetland stage and the treated wastewater could be reused. Wastewater effluent from secondary settling pond was discharged into adsorber and subsequently into wetland by flow rate arrangement. Laboratory simulation was carried out to find out the capacity of aquatic plants in reducing the pollutant level. The result showed that the BOD, COD and TSS value of wastewater from laboratory simulation were 191 mg/l, 6.24 mg/l, and 24 mg/l, and after the wetland stage were 409 mg/l, 10.32 mg/l, and 145 mg/l respectively. The quality of wastewater met the standard SNI 06-0649-1989 Water for tannery. Keywords: adsorption, aquatic plant, wastewater treatment, wetland  ABSTRAK Pengolahan air limbah dengan sistem wetland dan adsorpsi merupakan teknik pengolahan air limbah lanjutan dari bak pengendap II untuk memperbaiki kualitas air limbah yang keluar dari bak pengendap tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk menurunkan beban pencemar dari bak pengendap II agar bisa masuk ke sistem wetland (agar tanaman tidak mati) dan air limbah hasil perlakuan bisa digunakan kembali. Air limbah yang keluar dari bak pengendap II dimasukkan ke bak adsorpsi dan selanjutnya dialirkan ke wetland dengan pengaturan debit. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh tanaman air bisa menurunkan beban pencemar maka perlu dibuat percobaan simulasi skala Laboratorium. Hasil uji kualitas air limbah hasil simulasi menunjukkan bahwa Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solids (TSS) berturut-turut sebesar 191 mg/l; 6,24 mg/l; dan 24 mg/l sedangkan sesudah melalui sistem wetland berturut-turut 409 mg/l; 10,32 mg/l; dan 145 mg/l. Hasil uji kualitas air hasil percobaan memenuhi persyaratan dalam SNI 06-0649-1989 tentang Air untuk penyamakan kulit. Kata kunci: adsorpsi, tanaman air, pengolahan air limbah, wetland
Pengaruh perminyakan terhadap pengecatan dasar Susanto, Heru Budi; Widowati, Titik Purwati; Hasan B, Hasan B
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 12, No 23 (1997): Majalah Barang Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (816.515 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v12i23.350

Abstract

The aim of this experiment was to evaluate the effects of the fatliquor agents on the color of the crust. Materials used on this experiment were 30 pieces of half skin, grade I – II with 0.6 – 0.7 mm in their thickness. Two types of fatliquor agents used in this experiment, there were synthetic (MI) and natural fatliquor agents (M2). Each fatliquor agents were 12% (w/w) on shave weight and dye use 2% (w/w)) on cruct weight. The results of this experiment showed that the type of fatliquor agents used influence the color of the dyed crust. All the color of the crust using natural fatliquor are darker (3,6 ; 4,5 and 5) than that one using synthetic fatliquor and control. However, the rubfastness (dry and wet) of crust using the synthetic fatliquor (4,22 and 4,44) better than that one using natural oil (3.67 and 3.34).
Pengaruh variasi pemakaian garam dan sellatan p terhadap penyerapan glutaraldehid didalam kulit Hasyimi, Syakir; Susanto, Heru Budi
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 12, No 24 (1997): Majalah Barang Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (611.704 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v12i24.365

Abstract

Wet white tanning system, the opposite of wet blue at chrome tannage, used glutraldehyde as tanning agent that relatively does not cause potential hazardous waste. Sellatan P pickling system is prior the tannage, a kind of polysylphonic acids which has no swelling effect to the pelt even thought without any salt addition during pickling. Pickling as conditioning pelt to tanning process has important role to facilitating tanning agent get through pelt. It has not much known the effect of salt addition in the Sellatan pickling process to level of tanning material absorbency. For those purpose it was used salt preserved cow hide as object and by varying the salt addition and Selatan P respectively, 40%, 60%, 80% (percentage to the normal salt usage at usual pickling) and 1%, 2%, 3%. Factorial design experiment are used in order to analyze the data. From the statistical analysis indicate that salt has no significant effects to the level of glutaraldehyde absorbency, but do the Sellatan P. there is strong interaction of Sellatan P and salt to the level of glutaraldehyde absorbency in the pelt. INTISARI Penyamakan kulit system “wet white” adalah penyamakan dengan menggunakan bahan samak glutaraldehid. Berbeda dengan penyamakan krom yang menghasilkan kulit “wet blue” penyamakan dengan bahan samak glutaraldehid tidak menghasilkan limbah berbahaya. Proses penyamakan system wet white didahului dengan proses pengasaman dengan menggunakan bahan pengasam Sellatan P yaitu modifikasi asam polisulfonat yang tidak membengkakkan kulit walau tanpa penambahan garam. Proses pengasaman merupakan tahapan penyiapan kondisi kulit untuk member kemudahan bahan samak masuk ke dalam kulit sewaktu penyamakan. Penambahan garam pada proses pengasaman dengan Sellatan P ini belum diketahui pengaruhnya terhadap tingkap penyerapan bahan samak pada kulit. Untuk itu dilakukan penelitian dengan menggunakan kulit sapi awet garaman sebagai obyek dan dengan melakukan variasi pemakaian Sellatan P sebesar 1%, 2%, 3% serta variasi pemakaian garam sebesar 40%, 60%, 80% (persentase terhadap pemakaian garam pada cara pengasaman biasa). Untuk mengetahui pengaruh tersebut digunakan disain percobaan factorial. Analisa statistic mendapatkan bahwa garam tidak berpengaruh terhadap tingkat penyerapan kulit terhadap glutaraldehid sebaliknya dengan Sellatan P. Terdapat interaksi kuat antara Sellatan P dengan garam terhadap tingkap penyerapan glutaraldehid. 
Penerapan pemakaian baychrome – 2420 sebagai bahan penyamak krom pada kulit domba/kambing (wet blue) Muchtar, Lutfie; Surip, Hernadi; Rahayu, Esti; Susanto, Heru Budi; Karyono, Karyono
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 12, No 25 (1998): Majalah Barang Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1154.648 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v12i25.373

Abstract

The objective of this research was to know the shrinked temperature of wet blue from goat an sheep skins that tanned by baychrome 2420, and for know amount of Cr2O3 was absorbed and axpelled. It was used 40 pieces goat and sheep skins (wet salted) preserved were tanned until wet blue used chromosal B and baychrome 2420 as chrome  tanning and the others auxiliary material were Na2S, lime, Oropon OR, NACl, HCOOH, H2SO4 etc. The results of this research showed that baychrome 2420 can used as material chrome tanning that wished for wet blue was the mean of shrinked temperature 100,670C, mean of Cr2O3 content 3,99%, and mean of Cr2O3 residue was expelled 1,54 g/l.  INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemasakan (shrinked temperature) kuit wet blue dari kulit kambing / domba yang dimasak dengan baychrome 2420, serta untuk mengetahui jumlah Cr2O3 yang terserap dan terbuang. Dengan menggunakan 40 lembar kulit kambing / domba  awet garaman diproses hingga wet blue dengan menggunakan chromosal B dan baychrome 2420 sebagai bahan penyamak krom serta bahan pembantu diantaranya Na2S, kapur, oropon OR NaCl, HCOOH, H2SO4, dan lain-lain. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa baychrome 2420 dapat digunakan sebagai bahan penyamak yang menghasilkan wet blue dengan suhu kerut rata-rata 100,670C, kadar Cr2O3 rata-rata 3,99 % serta Cr2O3 yang terbuang rata-rata 1,54 g/l.
Pengaruh perminyakan terhadap pengecatan dasar Heru Budi Susanto; Titik Purwati Widowati; Hasan B Hasan B
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 12, No 23 (1997): Majalah Barang Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (816.515 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v12i23.350

Abstract

The aim of this experiment was to evaluate the effects of the fatliquor agents on the color of the crust. Materials used on this experiment were 30 pieces of half skin, grade I – II with 0.6 – 0.7 mm in their thickness. Two types of fatliquor agents used in this experiment, there were synthetic (MI) and natural fatliquor agents (M2). Each fatliquor agents were 12% (w/w) on shave weight and dye use 2% (w/w)) on cruct weight. The results of this experiment showed that the type of fatliquor agents used influence the color of the dyed crust. All the color of the crust using natural fatliquor are darker (3,6 ; 4,5 and 5) than that one using synthetic fatliquor and control. However, the rubfastness (dry and wet) of crust using the synthetic fatliquor (4,22 and 4,44) better than that one using natural oil (3.67 and 3.34).
Penerapan pemakaian baychrome – 2420 sebagai bahan penyamak krom pada kulit domba/kambing (wet blue) Lutfie Muchtar; Hernadi Surip; Esti Rahayu; Heru Budi Susanto; Karyono Karyono
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 12, No 25 (1998): Majalah Barang Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1154.648 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v12i25.373

Abstract

The objective of this research was to know the shrinked temperature of wet blue from goat an sheep skins that tanned by baychrome 2420, and for know amount of Cr2O3 was absorbed and axpelled. It was used 40 pieces goat and sheep skins (wet salted) preserved were tanned until wet blue used chromosal B and baychrome 2420 as chrome  tanning and the others auxiliary material were Na2S, lime, Oropon OR, NACl, HCOOH, H2SO4 etc. The results of this research showed that baychrome 2420 can used as material chrome tanning that wished for wet blue was the mean of shrinked temperature 100,670C, mean of Cr2O3 content 3,99%, and mean of Cr2O3 residue was expelled 1,54 g/l.  INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemasakan (shrinked temperature) kuit wet blue dari kulit kambing / domba yang dimasak dengan baychrome 2420, serta untuk mengetahui jumlah Cr2O3 yang terserap dan terbuang. Dengan menggunakan 40 lembar kulit kambing / domba  awet garaman diproses hingga wet blue dengan menggunakan chromosal B dan baychrome 2420 sebagai bahan penyamak krom serta bahan pembantu diantaranya Na2S, kapur, oropon OR NaCl, HCOOH, H2SO4, dan lain-lain. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa baychrome 2420 dapat digunakan sebagai bahan penyamak yang menghasilkan wet blue dengan suhu kerut rata-rata 100,670C, kadar Cr2O3 rata-rata 3,99 % serta Cr2O3 yang terbuang rata-rata 1,54 g/l.
Penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) untuk bahan kulit atasan sepatu wanita Rihastiwi Setiya Murti; Heru Budi Susanto; Asri Dwi Pratiwi
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 36, No 2 (2020): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20543/mkkp.v36i2.6215

Abstract

Telah dilakukan penerapan sistem penyamakan kombinasi krom pada kulit ikan kakap merah (Lutjanus sp.) untuk shoe upper sepatu wanita. Kulit ikan kakap merah merupakan limbah dari industri filet ikan kakap yang dapat dimanfaatkan untuk bahan baku industri penyamakan kulit. Kulit ikan kakap merah mempunyai rajah yang unik, menarik, dan eksotis, sehingga memungkinkan untuk dibuat menjadi kerajinan maupun sepatu wanita. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kombinasi yang optimum antara bahan penyamak krom, nabati, dan glutaraldehid untuk shoe upper sepatu wanita. Terdapat 3 variasi kombinasi penyamakan yaitu kombinasi krom-krom, kombinasi krom-glutaraldehid, dan kombinasi krom-mimosa. Sifat-sifat mekanis, parameter ekolabel, identifikasi gugus fungsional, morfologi permukaan, dan distribusi unsur-unsur dalam kulit ikan kakap merah tersamak telah diuji. Hasil uji menunjukkan bahwa sistem penyamakan kombinasi krom-mimosa merupakan formula yang optimum untuk bahan kulit atasan sepatu wanita. Seluruh variasi penyamakan memenuhi persyaratan kriteria ekolabel SNI 19-7188.3.1-2006.
Pengaruh variasi pemakaian garam dan sellatan p terhadap penyerapan glutaraldehid didalam kulit Syakir Hasyimi; Heru Budi Susanto
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 12, No 24 (1997): Majalah Barang Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (611.704 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v12i24.365

Abstract

Wet white tanning system, the opposite of wet blue at chrome tannage, used glutraldehyde as tanning agent that relatively does not cause potential hazardous waste. Sellatan P pickling system is prior the tannage, a kind of polysylphonic acids which has no swelling effect to the pelt even thought without any salt addition during pickling. Pickling as conditioning pelt to tanning process has important role to facilitating tanning agent get through pelt. It has not much known the effect of salt addition in the Sellatan pickling process to level of tanning material absorbency. For those purpose it was used salt preserved cow hide as object and by varying the salt addition and Selatan P respectively, 40%, 60%, 80% (percentage to the normal salt usage at usual pickling) and 1%, 2%, 3%. Factorial design experiment are used in order to analyze the data. From the statistical analysis indicate that salt has no significant effects to the level of glutaraldehyde absorbency, but do the Sellatan P. there is strong interaction of Sellatan P and salt to the level of glutaraldehyde absorbency in the pelt. INTISARI Penyamakan kulit system “wet white” adalah penyamakan dengan menggunakan bahan samak glutaraldehid. Berbeda dengan penyamakan krom yang menghasilkan kulit “wet blue” penyamakan dengan bahan samak glutaraldehid tidak menghasilkan limbah berbahaya. Proses penyamakan system wet white didahului dengan proses pengasaman dengan menggunakan bahan pengasam Sellatan P yaitu modifikasi asam polisulfonat yang tidak membengkakkan kulit walau tanpa penambahan garam. Proses pengasaman merupakan tahapan penyiapan kondisi kulit untuk member kemudahan bahan samak masuk ke dalam kulit sewaktu penyamakan. Penambahan garam pada proses pengasaman dengan Sellatan P ini belum diketahui pengaruhnya terhadap tingkap penyerapan bahan samak pada kulit. Untuk itu dilakukan penelitian dengan menggunakan kulit sapi awet garaman sebagai obyek dan dengan melakukan variasi pemakaian Sellatan P sebesar 1%, 2%, 3% serta variasi pemakaian garam sebesar 40%, 60%, 80% (persentase terhadap pemakaian garam pada cara pengasaman biasa). Untuk mengetahui pengaruh tersebut digunakan disain percobaan factorial. Analisa statistic mendapatkan bahwa garam tidak berpengaruh terhadap tingkat penyerapan kulit terhadap glutaraldehid sebaliknya dengan Sellatan P. Terdapat interaksi kuat antara Sellatan P dengan garam terhadap tingkap penyerapan glutaraldehid. 
Penggunaan tanaman air (bambu air dan melati air) pada pengolahan air limbah penyamakan kulit untuk menurunkan beban pencemar dengan sistem wetland dan adsorpsi Sri Sutyasmi; Heru Budi Susanto
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik Vol 29, No 2 (2013): Majalah Kulit, Karet, dan Plastik
Publisher : Center for Leather, Rubber, and Plastic Ministry of Industry, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2620.734 KB) | DOI: 10.20543/mkkp.v29i2.193

Abstract

ABSTRACTWastewater treatment using wetland and adsorption system were carried out to improve the properties of secondary settling pond’ s outlet. The purpose of this research was to reduce pollutant level from the secondary settling pond’s outlet so it could be used in the wetland stage and the treated wastewater could be reused. Wastewater effluent from secondary settling pond was discharged into adsorber and subsequently into wetland by flow rate arrangement. Laboratory simulation was carried out to find out the capacity of aquatic plants in reducing the pollutant level. The result showed that the BOD, COD and TSS value of wastewater from laboratory simulation were 191 mg/l, 6.24 mg/l, and 24 mg/l, and after the wetland stage were 409 mg/l, 10.32 mg/l, and 145 mg/l respectively. The quality of wastewater met the standard SNI 06-0649-1989 Water for tannery. Keywords: adsorption, aquatic plant, wastewater treatment, wetland  ABSTRAK Pengolahan air limbah dengan sistem wetland dan adsorpsi merupakan teknik pengolahan air limbah lanjutan dari bak pengendap II untuk memperbaiki kualitas air limbah yang keluar dari bak pengendap tersebut. Tujuan penelitian adalah untuk menurunkan beban pencemar dari bak pengendap II agar bisa masuk ke sistem wetland (agar tanaman tidak mati) dan air limbah hasil perlakuan bisa digunakan kembali. Air limbah yang keluar dari bak pengendap II dimasukkan ke bak adsorpsi dan selanjutnya dialirkan ke wetland dengan pengaturan debit. Untuk mengetahui sampai seberapa jauh tanaman air bisa menurunkan beban pencemar maka perlu dibuat percobaan simulasi skala Laboratorium. Hasil uji kualitas air limbah hasil simulasi menunjukkan bahwa Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD) dan Total Suspended Solids (TSS) berturut-turut sebesar 191 mg/l; 6,24 mg/l; dan 24 mg/l sedangkan sesudah melalui sistem wetland berturut-turut 409 mg/l; 10,32 mg/l; dan 145 mg/l. Hasil uji kualitas air hasil percobaan memenuhi persyaratan dalam SNI 06-0649-1989 tentang Air untuk penyamakan kulit. Kata kunci: adsorpsi, tanaman air, pengolahan air limbah, wetland
ETIKA PENERAPAN MOTIF BATIK TRADISIONAL DALAM DESAIN ALAS KAKI (Ethics of Traditional Batik Motif Application on Footwear Design) Edi Eskak; Heru Budi Susanto
Dinamika Kerajinan dan Batik: Majalah Ilmiah Vol 38, No 2 (2021): DINAMIKA KERAJINAN DAN BATIK : MAJALAH ILMIAH
Publisher : Balai Besar Kerajinan dan Batik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22322/dkb.v38i2.7121

Abstract

Keunikan dan keindahan motif batik tradisional telah banyak menginspirasi desainer untuk menerapkannya pada berbagai desain produk baru, salah satunya adalah penerapan pada desain alas kaki. Pada motif-motif batik yang bersifat profan, penerapan unsur estetika tersebut tidak menjadi permasalahan etika. Namun pada motif-motif tradisional yang memiliki makna religi dan filosofis yang tinggi, penerapan motif pada produk alas kaki menjadi hal yang kurang sepatutnya. Desain alas kaki memiliki kekhususan yaitu penggunaan pada bagian tubuh paling bawah manusia, sehingga identik dengan makna: bawah, rendah, dan diinjak-injak. Hal ini perlu diperhatikan secara  khusus oleh para desainer dalam memberikan motif hias pada desain alas kaki. Pada beberapa kasus ada desainer yang menerapkan motif batik larangan kraton pada desain alas kaki. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian ini agar kesalahan-kesalahan semacan itu tidak perlu terjadi. Metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Kajian ini berguna untuk mengetahui motif-motif batik tradisional yang harus dipahami kekhususannya, sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penerapannya dalam desain. Bijak dalam penerapan motif batik tradisional pada desain alas kaki sebagai upaya menghargai kearifan lokal.