Claim Missing Document
Check
Articles

Found 26 Documents
Search

Diabetes Support Groups Improve Patient’s Compliance and Control Blood Glucose Levels Izzah, Zamrotul; Suprapti, Budi; Aryani, Toetik; Budiatin, Aniek S.; Rahmadi, Mahardian; Hapsari, Pharmasinta P.; Ramadiani, Fathia; Shinta, Dewi W.; Andarsari, Mareta R.
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 2, No 3 (2013)
Publisher : Indonesian Journal of Clinical Pharmacy

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.142 KB)

Abstract

Providing information is not enough to improve diabetic patient’s compliance and achieve goals of therapy. Patient’s good awareness as well as emotional and social supports from family and community may play an important role to improve their compliance and clinical outcomes. Therefore, diabetes support groups were developed and each support group consisted of two pharmacists, two nurses, diabeticpatients and their family members. A total of 70 type 2 diabetic patient’s were enrolled and randomized into support group 1 and support group 2. Patients in the group 1 received information leaflets only, while patients in the group 2 received pharmacist counselling and information leaflets at each meeting. Patient’s awareness of diabetes and compliance with medications were assessed by a short questionnaire at baseline and final follow-up. Blood glucose and cholesterol levels were also evaluated in both groups.At the end of study, the overall patient’s awareness and compliance improved by 61.5%. The random and fasting blood glucose levels decreased over than 30% in the group 2 and around 14% in the group 1. This study reveals that collaboration between health care professionals and community in the diabetes support group might help diabetic patients to increase their knowledge and compliance with the diabetes therapy as well as glycaemic control.Key words: Diabetes, group awareness program, pharmacist, patient counselling Kelompok Dukungan terhadap Diabetes Meningkatkan Kepatuhan dan Kontrol Kadar Glukosa Darah PasienMenyediakan informasi tidak cukup untuk meningkatkan kepatuhan pasien diabetes dan mencapai tujuan terapi. Kesadaran pasien serta dukungan emosional dan sosial dari keluarga dan masyarakat dapat memainkan peran penting untuk meningkatkan kepatuhan dan hasil klinis. Oleh karena itu, kelompok pendukung diabetes dikembangkan dan masing-masing kelompok pendukung terdiri atas dua apoteker, dua perawat, pasien diabetes dan anggota keluarga mereka. Sebanyak 70 pasien diabetes tipe 2 yang terdaftar dan acak ke dalam kelompok dukungan 1 dan kelompok dukungan 2. Pasien dalam kelompok 1 menerima selebaran informasi saja, sedangkan pasien di kelompok 2 menerima konseling dari apoteker dan informasi diabetes pada setiap pertemuan. Kesadaran Pasien diabetes dan kepatuhan dengan obat dinilai oleh kuesioner singkat pada awal dan akhir. Kadar glukosa darah dan koleste-rol juga dievaluasipada kedua kelompok. Pada akhir penelitian, kesadaran dan kepatuhan pasien secara keseluruhan meningkat 61,5%. Kadar glukosa darah acak dan puasa menunjukkan penurunan 30% pada kelompok 2 dansekitar 14 % pada kelompok 1. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kolaborasi antara profesional perawatan kesehatan dan masyarakat dalam kelompok pendukung diabetes dapat membantu pasien diabetesuntuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan mereka dengan terapi diabetes serta kontrol glikemik. Kata kunci: Diabetes, program penyadaran kelompok, apoteker, konseling pasien
IDENTIFIKASI PROBLEMA OBAT DALAM PHARMACEUTICAL CARE Yulistiani, .; Suharjono, .; Hasmono, Didik; Khotib, Junaidi; Sumarno, .; Rahmadi, Mahardian; Sidharta, Bambang
JFIOnline | Print ISSN 1412-1107 | e-ISSN 2355-696X Vol 4, No 1 (2008)
Publisher : Indonesian Research Gateway

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pharmaceutical care is a colaborative process which goal is to prevent, identify, and solve the  drug problem. Pharmacists is the one who responsible to pharmaceutical care, to assure the safety and effectiveness of drug use. This works was aimed to identify and analyze drug problems happened during pharmaceutical care. Data was collected from Dr.  Syaiful Anwar Hospital Malang, from 1 Januari until 31 August 2006. This was a prospective study (n=138) with descriptive analysis. From the results it can be concluded that drug problems happened during pharmaceutical care in Dr. Syaiful Anwar Hospital Malang consist of: Drug Adverse Reaction (non-elergy side effect 15.22% and toxic effect 3.62%), error in drug choice (untreated indication 18.12%, unappropriate drug to indication 11.59%, unclear drug use 4.35%, unappropriate drug duplication 1.45%), contraindication 0.72%, dosing problem (overtherapy dose 22.46%, overlength therapy 2.90%, subtherapy dose 0.72%), drug interaction (potential interaction 138 cases, manifested interaction 8 cases), and others (patient uncontentment 10.14% and patient unproper care about his/her own disease/therapy 4.35%). ABSTRAKPharmaceutical care merupakan proses kolaboratif yang bertujuan untuk mencegah, mengidentifikasi, dan menyelesaikan problema obat. Dalam pelaksanaan, pharmaceutical care merupakan tanggung jawab profesional farmasis untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan efektif dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.  Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa problema obat yang terjadi dalam pharmaceutical care. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Syaiful Anwar Malang periode 1 Januari s/d 31 Agustus 2006, merupakan penelitian observasional-data prospektif (n=138) dengan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa macam problema obat yang terjadi meliputi : Reaksi obat yang tidak dikehendaki terdiri dari: efek samping non alergi (15,22%), efek toksik (3,62%); pemilihan obat terdiri dari: obat tidak diresepkan tetapi indikasi jelas (18,12%), obat tidak sesuai indikasi (11,59%), indikasi penggunaan obat tidak jelas (4,35%),duplikasi obat tidak sesuai (1,45%), Kontraindikasi (0,72%); pemberian dosis terdiri dari: dosis terlalu tinggi (22,46%), durasi terapi terlalu panjang (2,90%), dosis terlalu rendah (0,72%); interaksi obat terdiri dari: interaksi potensial 138 kejadian (n=138), manifestasi interaksi (8 kasus); dan problema lain (ketidakpuasan pasien terhadap terapi yang diberikan (10,14%) dan kurangnya perhatian/kesadaran pasien terhadap kondisi/ penyakitnya (4,35%).
EFEKTIVITAS AGONIS RESEPTOR OPIOID KAPPA PADA NYERI AKUT DAN KRONIK Rahmadi, Mahardian; Khotib, Junaidi; Suprapti, Budi; Sjamsiah, Siti
JFIOnline | Print ISSN 1412-1107 | e-ISSN 2355-696X Vol 3, No 1 (2006)
Publisher : Indonesian Research Gateway

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kappa receptor is one opioid receptor subunit which when activated can stimulate analgesic effect, however with lower dependency risk compare to other opioid receptor subunit. (mu and delta). The objective of this experiment was to examine the effectivity of kappa opioid receptor agonist  in acute and chronic pain (inflammation and neuropathy), in order to find new strategy in pain management. Groups of ICR mice (n = 10) were treated to gain acute and chronic pain model. Acute pain was gain by hot stimulation through hot plate and tail flick. Inflammation model was made by CFA intraplantar injection. Neuropathy pain was induced by binding the sciatic neuron. To examine the pain-blocker effectivity of kappa receptor agonist,  trans-1S,2S]-3,4-dichloro-N-methyl-N-[2-(1-pyrrolidinyl)cyclohexyl]benzeneacetamide(-)U50,488H was inject subcutaneously 3 mg/kg - 20mg/kg body wight. Then hot plate and tail flick were conduct, morphine 10 mg/kg bw use as standard. From results can be concluded that   activation of kappa receptor can induce pain-blocker or analgesic effect as well, against acute or chronic pain, inflammation or neuropathy. ABSTRAK Reseptor kappa merupakan salah satu sub unit reseptor opioid yang jika diaktivasi dapat mempunyai efek analgesik tetapi dengan risiko dependensi yang lebih kecil dari pada sub unit reseptor opioid yang lain (mu dan delta). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas agonis reseptor opioid kappa pada keadan nyeri akut dan kronik (inflamasi dan neuropati), sehingga diharapkan didapatkan strategi baru dalam penanganan nyeri. Untuk pengujian efektivitas antinyeri dari agonis reseptor kappa, trans-1S,2S]-3,4-dichloro-N-methyl-N-[2-(1-pyrrolidinyl) cyclohexyl]benzeneacetamide   (-)U50,488H diinjeksikan secara subkutan mulai dosis 3 mg/kgbb hingga 20mg/kgbb kemudian dilakukan uji hot plate dan tail flick, sebagai pembanding digunakan morfin 10mg/kgbb. Pegujian dilakukan pada 15, 30, 45, 60, 90 dan 120 menit setelah penginjeksian (-)U50,488H. Aktivitas antinyeri dinyatakan dalam % MPE (maximal possible antinociceptive effect). (-)U50,448H memiliki aktivitas antinyeri sebanding dengan dosis pemberian baik pada keadaan nyeri akut, inflamasi maupun neuropati. Pada dosis 3 mg/kgbb menghasilkan 47% MPE, dosis 5,6 mg/kgbb menghasilkan 76% MPE, dosis 10mg/kgbb menghasilkan 88% MPE dan dosis 20 mg/kgbb menghasilkan 100% MPE. Waktu puncak dicapai pada 15 menit setelah injeksi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aktivasi reseptor kappa juga dapat memberikan efek anti nyeri, baik pada nyeri akut, inflamasi maupun neuropati.
Efek Kronis Minuman Berenergi pada Ginjal Suharjono, .; Izzah, Zamrotul; Andarsari, Mareta Rindang; Budiatin, Aniek Setya; Rahmadi, Mahardian
JFIOnline | Print ISSN 1412-1107 | e-ISSN 2355-696X Vol 7, No 4 (2015)
Publisher : Indonesian Research Gateway

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Penggunaan minuman berenergi telah meluas di masyarakat hingga menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari. Perubahan pola hidup seperti kurang minum air putih dan sering mengkonsumsi minuman berenergi memicu terjadinya penyakit ginjal kronik. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penggunaan beberapa jenis minuman berenergi dalam jangka waktu tertentu terhadap fungsi ginjal tikus berdasarkan parameter hematologi, urinalisis dan histopatologi ginjal. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok dan mendapatkan 3 jenis minuman berenergi (ED1, ED2 dan ED3) dan air sebagai kontrol selama 30 hari. Sehari setelah pemberian minuman bernergi berakhir, tikus dimasukkan dalam kandang metabolik untuk menampung urin 24 jam. Kemudian tikus dianastesi dan diambil darah dan dikorbankan dan kemudian diambil organ ginjal untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil urinalisis menunjukkan penurunan ekskresi kreatinin urin diiringi peningkatan rasio albumin terhadap kreatinin di urin. Pemeriksaan hematologi menunjukkan peningkatan kadar serum kreatinin, sedangkan pemeriksaan histopatologi ginjal menunjukkan abnormalitas pada medulla ginjal.
Efek Kronis Minuman Berenergi pada Ginjal Suharjono, .; Izzah, Zamrotul; Andarsari, Mareta Rindang; Budiatin, Aniek Setya; Rahmadi, Mahardian
Jurnal Farmasi Indonesia Vol 7, No 4 (2015)
Publisher : Jurnal Farmasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (767.533 KB) | DOI: 10.35617/jfi.v7i4.259

Abstract

Abstrak Penggunaan minuman berenergi telah meluas di masyarakat hingga menjadikannya sebagai bagian dari gaya hidup sehari-hari. Perubahan pola hidup seperti kurang minum air putih dan sering mengkonsumsi minuman berenergi memicu terjadinya penyakit ginjal kronik. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penggunaan beberapa jenis minuman berenergi dalam jangka waktu tertentu terhadap fungsi ginjal tikus berdasarkan parameter hematologi, urinalisis dan histopatologi ginjal. Tikus dibagi menjadi 4 kelompok dan mendapatkan 3 jenis minuman berenergi (ED1, ED2 dan ED3) dan air sebagai kontrol selama 30 hari. Sehari setelah pemberian minuman bernergi berakhir, tikus dimasukkan dalam kandang metabolik untuk menampung urin 24 jam. Kemudian tikus dianastesi dan diambil darah dan dikorbankan dan kemudian diambil organ ginjal untuk pemeriksaan histopatologi. Hasil urinalisis menunjukkan penurunan ekskresi kreatinin urin diiringi peningkatan rasio albumin terhadap kreatinin di urin. Pemeriksaan hematologi menunjukkan peningkatan kadar serum kreatinin, sedangkan pemeriksaan histopatologi ginjal menunjukkan abnormalitas pada medulla ginjal.
IDENTIFIKASI PROBLEMA OBAT DALAM PHARMACEUTICAL CARE Yulistiani, .; Suharjono, .; Hasmono, Didik; Khotib, Junaidi; Sumarno, .; Rahmadi, Mahardian; Sidharta, Bambang
Jurnal Farmasi Indonesia Vol 4, No 1 (2008)
Publisher : Jurnal Farmasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35617/jfi.v4i1.1

Abstract

Pharmaceutical care is a colaborative process which goal is to prevent, identify, and solve the  drug problem. Pharmacists is the one who responsible to pharmaceutical care, to assure the safety and effectiveness of drug use. This works was aimed to identify and analyze drug problems happened during pharmaceutical care. Data was collected from Dr.  Syaiful Anwar Hospital Malang, from 1 Januari until 31 August 2006. This was a prospective study (n=138) with descriptive analysis. From the results it can be concluded that drug problems happened during pharmaceutical care in Dr. Syaiful Anwar Hospital Malang consist of: Drug Adverse Reaction (non-elergy side effect 15.22% and toxic effect 3.62%), error in drug choice (untreated indication 18.12%, unappropriate drug to indication 11.59%, unclear drug use 4.35%, unappropriate drug duplication 1.45%), contraindication 0.72%, dosing problem (overtherapy dose 22.46%, overlength therapy 2.90%, subtherapy dose 0.72%), drug interaction (potential interaction 138 cases, manifested interaction 8 cases), and others (patient uncontentment 10.14% and patient unproper care about his/her own disease/therapy 4.35%). ABSTRAKPharmaceutical care merupakan proses kolaboratif yang bertujuan untuk mencegah, mengidentifikasi, dan menyelesaikan problema obat. Dalam pelaksanaan, pharmaceutical care merupakan tanggung jawab profesional farmasis untuk menjamin penggunaan obat yang aman dan efektif dalam meningkatkan kualitas hidup pasien.  Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisa problema obat yang terjadi dalam pharmaceutical care. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Dr. Syaiful Anwar Malang periode 1 Januari s/d 31 Agustus 2006, merupakan penelitian observasional-data prospektif (n=138) dengan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa macam problema obat yang terjadi meliputi : Reaksi obat yang tidak dikehendaki terdiri dari: efek samping non alergi (15,22%), efek toksik (3,62%); pemilihan obat terdiri dari: obat tidak diresepkan tetapi indikasi jelas (18,12%), obat tidak sesuai indikasi (11,59%), indikasi penggunaan obat tidak jelas (4,35%),duplikasi obat tidak sesuai (1,45%), Kontraindikasi (0,72%); pemberian dosis terdiri dari: dosis terlalu tinggi (22,46%), durasi terapi terlalu panjang (2,90%), dosis terlalu rendah (0,72%); interaksi obat terdiri dari: interaksi potensial 138 kejadian (n=138), manifestasi interaksi (8 kasus); dan problema lain (ketidakpuasan pasien terhadap terapi yang diberikan (10,14%) dan kurangnya perhatian/kesadaran pasien terhadap kondisi/ penyakitnya (4,35%).
EFEKTIVITAS AGONIS RESEPTOR OPIOID KAPPA PADA NYERI AKUT DAN KRONIK Rahmadi, Mahardian; Khotib, Junaidi; Suprapti, Budi; Sjamsiah, Siti
Jurnal Farmasi Indonesia Vol 3, No 1 (2006)
Publisher : Jurnal Farmasi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35617/jfi.v3i1.66

Abstract

Kappa receptor is one opioid receptor subunit which when activated can stimulate analgesic effect, however with lower dependency risk compare to other opioid receptor subunit. (mu and delta). The objective of this experiment was to examine the effectivity of kappa opioid receptor agonist  in acute and chronic pain (inflammation and neuropathy), in order to find new strategy in pain management. Groups of ICR mice (n = 10) were treated to gain acute and chronic pain model. Acute pain was gain by hot stimulation through hot plate and tail flick. Inflammation model was made by CFA intraplantar injection. Neuropathy pain was induced by binding the sciatic neuron. To examine the pain-blocker effectivity of kappa receptor agonist,  trans-1S,2S]-3,4-dichloro-N-methyl-N-[2-(1-pyrrolidinyl)cyclohexyl]benzeneacetamide(-)U50,488H was inject subcutaneously 3 mg/kg - 20mg/kg body wight. Then hot plate and tail flick were conduct, morphine 10 mg/kg bw use as standard. From results can be concluded that   activation of kappa receptor can induce pain-blocker or analgesic effect as well, against acute or chronic pain, inflammation or neuropathy. ABSTRAK Reseptor kappa merupakan salah satu sub unit reseptor opioid yang jika diaktivasi dapat mempunyai efek analgesik tetapi dengan risiko dependensi yang lebih kecil dari pada sub unit reseptor opioid yang lain (mu dan delta). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas agonis reseptor opioid kappa pada keadan nyeri akut dan kronik (inflamasi dan neuropati), sehingga diharapkan didapatkan strategi baru dalam penanganan nyeri. Untuk pengujian efektivitas antinyeri dari agonis reseptor kappa, trans-1S,2S]-3,4-dichloro-N-methyl-N-[2-(1-pyrrolidinyl) cyclohexyl]benzeneacetamide   (-)U50,488H diinjeksikan secara subkutan mulai dosis 3 mg/kgbb hingga 20mg/kgbb kemudian dilakukan uji hot plate dan tail flick, sebagai pembanding digunakan morfin 10mg/kgbb. Pegujian dilakukan pada 15, 30, 45, 60, 90 dan 120 menit setelah penginjeksian (-)U50,488H. Aktivitas antinyeri dinyatakan dalam % MPE (maximal possible antinociceptive effect). (-)U50,448H memiliki aktivitas antinyeri sebanding dengan dosis pemberian baik pada keadaan nyeri akut, inflamasi maupun neuropati. Pada dosis 3 mg/kgbb menghasilkan 47% MPE, dosis 5,6 mg/kgbb menghasilkan 76% MPE, dosis 10mg/kgbb menghasilkan 88% MPE dan dosis 20 mg/kgbb menghasilkan 100% MPE. Waktu puncak dicapai pada 15 menit setelah injeksi. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa aktivasi reseptor kappa juga dapat memberikan efek anti nyeri, baik pada nyeri akut, inflamasi maupun neuropati.
Diabetes Support Groups Improve Patient’s Compliance and Control Blood Glucose Levels Zamrotul Izzah; Budi Suprapti; Toetik Aryani; Aniek S. Budiatin; Mahardian Rahmadi; Pharmasinta P. Hapsari; Fathia Ramadiani; Dewi W. Shinta; Mareta R. Andarsari
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 2, No 3 (2013)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.142 KB)

Abstract

Providing information is not enough to improve diabetic patient’s compliance and achieve goals of therapy. Patient’s good awareness as well as emotional and social supports from family and community may play an important role to improve their compliance and clinical outcomes. Therefore, diabetes support groups were developed and each support group consisted of two pharmacists, two nurses, diabeticpatients and their family members. A total of 70 type 2 diabetic patient’s were enrolled and randomized into support group 1 and support group 2. Patients in the group 1 received information leaflets only, while patients in the group 2 received pharmacist counselling and information leaflets at each meeting. Patient’s awareness of diabetes and compliance with medications were assessed by a short questionnaire at baseline and final follow-up. Blood glucose and cholesterol levels were also evaluated in both groups.At the end of study, the overall patient’s awareness and compliance improved by 61.5%. The random and fasting blood glucose levels decreased over than 30% in the group 2 and around 14% in the group 1. This study reveals that collaboration between health care professionals and community in the diabetes support group might help diabetic patients to increase their knowledge and compliance with the diabetes therapy as well as glycaemic control.Key words: Diabetes, group awareness program, pharmacist, patient counselling Kelompok Dukungan terhadap Diabetes Meningkatkan Kepatuhan dan Kontrol Kadar Glukosa Darah PasienMenyediakan informasi tidak cukup untuk meningkatkan kepatuhan pasien diabetes dan mencapai tujuan terapi. Kesadaran pasien serta dukungan emosional dan sosial dari keluarga dan masyarakat dapat memainkan peran penting untuk meningkatkan kepatuhan dan hasil klinis. Oleh karena itu, kelompok pendukung diabetes dikembangkan dan masing-masing kelompok pendukung terdiri atas dua apoteker, dua perawat, pasien diabetes dan anggota keluarga mereka. Sebanyak 70 pasien diabetes tipe 2 yang terdaftar dan acak ke dalam kelompok dukungan 1 dan kelompok dukungan 2. Pasien dalam kelompok 1 menerima selebaran informasi saja, sedangkan pasien di kelompok 2 menerima konseling dari apoteker dan informasi diabetes pada setiap pertemuan. Kesadaran Pasien diabetes dan kepatuhan dengan obat dinilai oleh kuesioner singkat pada awal dan akhir. Kadar glukosa darah dan koleste-rol juga dievaluasipada kedua kelompok. Pada akhir penelitian, kesadaran dan kepatuhan pasien secara keseluruhan meningkat 61,5%. Kadar glukosa darah acak dan puasa menunjukkan penurunan 30% pada kelompok 2 dansekitar 14 % pada kelompok 1. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kolaborasi antara profesional perawatan kesehatan dan masyarakat dalam kelompok pendukung diabetes dapat membantu pasien diabetesuntuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan mereka dengan terapi diabetes serta kontrol glikemik. Kata kunci: Diabetes, program penyadaran kelompok, apoteker, konseling pasien
Analysis of Antiemetic Premedication Administration Timing on Nausea and Vomiting Incidence among Breast Cancer Patients Receiving Chemotherapy Mahardian Rahmadi; Indira D. Kharismawati; Heru Purwanto; Irvina Harini; Suharjono Suharjono; Chris Alderman
Indonesian Journal of Clinical Pharmacy Vol 9, No 4 (2020)
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15416/ijcp.2020.9.4.298

Abstract

The risk factors affecting chemotherapy-induced nausea and vomiting (CINV) includes antiemetic premedication time pattern, and this study investigates the capability of enhancing this in breast cancer patients receiving high emetogenic chemotherapy (HEC). Furthermore, this observational research was implemented at the oncology unit of Dr. Soetomo General Hospital Surabaya over a three-month period involving 69 female patients. The results showed unspecific antiemetic premedication timing in comparison to those with recommended timeframes, was connected with greater occurrence of both acute nausea in all cycles of chemotherapy (p<0.05), and acute vomiting in second and third cycles (p<0.05) but not in the first cycle (p=0.49). However, specific time administration of antiemetic treatment was linked with lower incidence of delayed nausea in all cycles (p<0.05), and less delayed vomiting in second and third cycles (p<0.05) but not in first cycle (p=0.10). These findings indicate specific time administration of antiemetic drugs causes significant advantages in mitigating CINV among breast cancer patients treated with emetogenic chemotherapy, and significantly lessened the occurrence of acute and delayed nausea and vomiting.Keywords: Antiemetic premedication timing, breast cancer, CINV, nausea and vomiting Analisis Waktu Pemberian Premedikasi Antiemetik terhadap Kejadian Mual Muntah pada Pasien Kanker Payudara yang Mendapatkan Kemoterapi AbstrakKemoterapi dapat menginduksi mual muntah (chemotherapy-induced nausea and vomiting, CINV) yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu faktornya adalah waktu pemberian premedikasi antiemetik yang dapat meningkatkan kejadian CINV pada pasien kanker payudara yang menerima kemoterapi. Studi ini menganalisis waktu pemberian premedikasi antiemetik terhadap kejadian mual dan muntah yang terjadi pada pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi dengan tingkat emetogenik yang tinggi. Penelitian ini merupakan penelitian observasional prospektif dilakukan di Poli Onkologi Satu Atap RSUD Dr. Soetomo Surabaya selama periode pengambilan data tiga bulan dan melibatkan 69 wanita kanker payudara yang mendapat kemoterapi dengan tingkat emetogenik yang tinggi. Pemberian premedikasi antiemetik dengan waktu yang tidak spesifik, meningkatkan kejadian mual akut pada semua siklus dengan p<0,05 dan pada kejadian muntah akut pada siklus kedua dan ketiga (p<0,05), namun tidak pada siklus pertama kemoterapi (p=0,49). Pemberian premedikasi antiemetik dengan waktu spesifik dapat menurunkan kejadian mual tertunda di siklus pertama hingga ketiga (p<0,05) dan pada kejadian muntah tertunda pada siklus kedua dan ketiga (p<0,05), namun tidak pada siklus pertama (p=0,10). Penelitian ini memberikan bukti bahwa premedikasi antiemetik yang diberikan dengan waktu spesifik memberikan manfaat dalam mengurangi kejadian CINV yang berpotensi pada pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi dengan tingkat emetogenik tinggi.   Kata kunci: CINV, kanker payudara, mual dan muntah, waktu pemberian premedikasi antiemetik
Review of Insulin Therapy In Type 2 Diabetes Mellitus Ambulatory Patients Budi Suprapti; Nia Widyasari; Mahardian Rahmadi; Cahyo Wibisono
Indonesian Journal of Pharmacy Vol 28 No 4, 2017
Publisher : Faculty of Pharmacy Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Skip Utara, 55281, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1180.322 KB) | DOI: 10.14499/indonesianjpharm28iss4pp221

Abstract

The purposes of this study were to review utilization of insulin therapy in type 2 diabetes mellitus out patients and identify its drug related problems. The data were collected cross-sectionally with purposive sampling method in the period March 2016 until May 2016 in Outpatient Clinic Universitas Airlangga Teaching Hospital Surabaya. The results of 240 patients showed that insulin was used as monotherapy insulin in 2,9% patients; combination 1 insulin & 1-4 OAD in 31,3%; basal bolus therapy 27,9%; combination basal−bolus therapy & 1-3 OAD 43,9%. Based on blood glucose target achievement, only 20,8% of patients achieve the target, 75,1% failed to achieve the target and 4,1%   suffered from hypoglycemia. Drug related problems identified adverse drug reaction of antidiabetic therapy such as hypoglycemia (6.7%), nausea (3.8%), bloating (1.3%), increase of flatulency (2.9%) and inappropriate combination (0,4%). In conclusion insulin therapy was complicated and individually, most of the patients still did not reach the target and there was potential drug related problem in this patients group. So that caring from solid inter-professional health collaboration is needed
Co-Authors Abdul Rahem, Abdul Alma Nuril Aliyah Anak Agung Sagung Dyah Pramesti Andarsari, Mareta R. Aniek S. Budiatin Aprilia, Pingkan Aqsha, Aulia Charis Arie Sulistyarini Arina Dery Puspitasari Bambang Sidharta Budi Suprapti Budiatin, Aniek S. Budiatin, Aniek Setiya Budiatin, Aniek Setiya Budiatin, Aniek Setya Budiatin, Aniek Setya Cahyo Wibisono Chris Alderman Chrismawan Ardianto Chrismawan Ardianto Dewi Melani Hariyadi Dewi W. Shinta Dewi Wara Shinta Didik Hasmono Eddy Rahardjo Farida Ifadotunnikmah Fathia Ramadiani Galuh Laksatrisna Pide Gesnita Nugraheni Gusti Noorrizka Veronika Ahmad Hapsari, Pharmasinta P. Hermansyah, Andi Heru Purwanto I Nengah Budi Sumartha I NYOMAN WIJAYA Ika Ayu Mentari Imam Susilo Indira D. Kharismawati Irvina Harini Junaidi Khotib Liempepas, Angelika Luke Wongso Mareta R. Andarsari Mareta Rindang Andarsari Megawati, Selvi Muhammad Agus Syamsur Rijal Muhammad Taher Muhammad Zaki Bin Ramli Nia Widyasari Noorma Rosita Pharmasinta P. Hapsari Pingkan Aprilia Priyandani, Yuni Rahman, Fakhrinnisa Wildani Ramadiani, Fathia Rifda Naufa Lina Rifda Naufalina Sairiyah, Siti Nasikatus Samirah Samirah Sarah Puspita Atmaja Shinta, Dewi W. Sjamsiah, Siti Sjamsiah, Siti Suharjono, Suharjono Sukorini, Anila Impian Sumarno . Sumarno Sumarno Sumartha, I Nengah Budi Tarisya Dinda Saraya Toetik Aryani Tuhfatul Ulya Umi Athiyah, Umi Winda Fatma Sari Wirasasmita, Yuyun Yuda, Ana Yulistiani Yulistiani Yulistiani, . Yusuf Alif Pratama Zainul Amiruddin Zakaria Zamrotul Izzah Zulkarnain, Bambang Subakti