Manusia adalah makhluk sosial yang karakternya sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang disebut budaya. Namun Budaya sebagai payung nilai-nilai kearifan lokal eksisnya terancam oleh budaya luar sebagai dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan strategi pendidikan karakter berbasis nilai-nilai kearifan lokal Suku Sasak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Adapun partisipan penelitian yaitu (1) aktor yang terlibat secara langsung dalam berbagai aktivitas yang berhubungan dengan fokus penelitian, dan (2) orang yang mampu merepresentasikan kalangan tertentu sehingga penelitian ini kredibel, selain itu juga memperhatikan kompetensi dalam penentuan partisipan. Oleh sebab itu, partisipan dalam penelitian ini antara lain: (1) Tuan Guru Haji Abdul aziz sebagai figur sentral masyarakat (Pendiri/Pembina pondok Pesantren Daarul Furqon); (2) Kepala Madrasah Ibtidaiyah; (3) Kepala Sekolah Dasar Negeri dilingkungan Sakra dan Sakra Barat yang dianggap merperesentasikan pokus pentilitan; (4). Komite sekolah/madrasah. (5). Guru-guru madrasah. (6). Wali murid. (7). Tokoh adat, (8) Tokoh masyarakat, (9) Warga masyarakat, lingkungan Sakra Barat khususnya Desa Mengkuru Kacamatan Sakra Barat.Sedangkan analisis data dilakukan dengan (1) dilakukan secara simultan melalui proses pengumpulan daya dan penulisan naratif lainnya, (2) memastikan bahwa proses analisis data kualitatif yang telah dilakukan berdasarkan proses reduksi data dan interpretasi, (3) mengubah data hasil reduksi dalam bentuk matriks, (4) mengidentifikasi prosedur coding yang digunakan dalam mereduksi berbagai data ke dalam tema-tema atau kategori, dan (5) merubah hasil analisis data dari hasil reduksi menjadi matriks yang di coding dan selanjutnya dulakukan penyesuaian sesuai dengan model kualitatif yang dipilih. Hasil penelitian mengungkap bahwa kearifan lokal Suku Sasak di Desa Mengkuru Kecamatan Sakra Barat Kabupaten Lombok Timur memiliki filosofi hidup yang ditunjang oleh agama dan adat yang teraktualisasi dalam proses pewarisan nilai melalui berbagai tradisi baik lisan maupun tulisan serta berbagai ritual adat daur hidup. Adapun nilai-nilai yang dapat diinternalisasikan menjadi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal bermula dari tindih sebagai nilai utama, maliq, dan merang. Ketiga konsep tersebut memunculkan nilai-nilai kualitatif, tindih antara lain saleh, solah, pacu, onyaq, lomboq, rema, kupu’, patuh, soloh, patut, dan paut. Sementara pada maliq dan merang terdapat karakter patuh terhadap perintah agama, patuh pada adat, tidak hinaq dengan, tidak nyakitan dengan, dan besematon dengan orang lain. Dengan demikian, strategi yangdapat digunakan dalam pengimplementasian pendidikan karakter berbasis kearifan lokal Suku Sasak dapat dilakukan dengan cara “hybridâ€, di mana pemerintah setempat memberlakukan kebijakan (top-down) kepada sekolah untuk “infusi†nilai-nilai kearifan melalui seluruh mata pelajaran dan kegiatan sekolah. Selain itu, kebijakan yang diambil juga harus selaras dengan kebutuhan masyarakat (pengaduan) perihal pentingnya nilai-nilai kearifan lokal Suku Sasak yang harus diinternalisasikan (bottom-up). Oleh sebab itu, bersama-sama antara orang tua, sekolah, dan pemerintah harus mengidentifikasi dan merevitalisasi nilai-nilai kearifan lokal Suku Sasak yang akan diinfuskan dalam budaya sekolah. Kata kunci: pendidikan karakter, kearifan lokal, Suku Sasak