Endang Wahyati Yustina, Endang Wahyati
Faculty of Law and Communication

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

HAK ATAS KESEHATAN DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) Yustina, Endang Wahyati
KISI HUKUM Vol 14, No 1 (2015)
Publisher : Unika Soegijapranata

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hak atas kesehatan, merupakan hak dasar setiap insan yang dijamin dalam Konstitusi dan berbagai perundang-undangan. Hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab semua pihak, baik Pemerintah, Pengusaha maupun seluruh anggota masyarakat untuk mewujudkannya. Derajad kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud melalui peran serta berbagai pihak.Program Jaminan Kesehatan Nasional merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan hak hidup sehat bagi masyarakat Indonesia. Undang-Undang BPJS mengamanatkan partisipasi Pengusaha (Pemberi Kerja) untuk mewujudkan hak hidup sehat bagi para Pekerja. Sementara itu Undang-Undang Perseroan Terbatas mewajibkan Korporasi untuk melaksanakan salah satu kewajibannya melalui tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) dalam bentuk kegiatan sosial yang berguna bagi masyarakat di sekitarnya termasuk Pekerja. Oleh karena itu CSR dapat diselenggarakan dalam bentuk penyelenggaraan jaminan kesehatan bagi pekerja, dengan demikian hak hidup sehat yang juga merupakan hak dasar bagi pekerja akan terwujud
Hak atas Informasi Publik dan Hak atas Rahasia Medik: Problema Hak Asasi Manusia dalam Pelayanan Kesehatan Yustina, Endang Wahyati
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 1, No 2 (2014): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (615.973 KB)

Abstract

AbstrakDalam era keterbukaan informasi publik, semua informasi menjadi hak bagi publik untuk mengetahuinya, salah satunya adalah informasi kesehatan. Pemerintah menyelenggarakan dan mengatur sistem informasi publik, termasuk sistem informasi kesehatan. Pengembangan sistem informasi kesehatan di antaranya dilakukan melalui sistem pelaporan, pendataan dan pemetaan kasus-kasus kesehatan, termasuk kejadian penyakit. Melalui sistem informasi kesehatan tersebut, pemerintah memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memperoleh hak akses terhadap pelayanan kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hak atas informasi kesehatan merupakan hak dasar sosial yakni the rights to health care yang bersumber dari hak asasi manusia. Sementara itu, dalam pelayanan kesehatan dikenal adanya hak atas rahasia medis (medical secrecy). Hak ini merupakan hak dasar individual yang bersumber dari hak asasi manusia, yakni the rights of self determination. Pada UU KIP, diatur bahwa informasi kesehatan termasuk informasi publik, tetapi informasi kesehatan yang berisi data kesehatan seseorang termasuk informasi yang dikecualikan untuk dibuka kepada publik. Artinya bahwa pada UU KIP juga diberikan jaminan perlindungan terhadap rahasia kedokteran. Persoalannya adalah saat rahasia kedokteran tersebut terkait dengan seseorang yang berpotensi menularkan penyakit kepada orang lain, sementara salah satu strategi penanggulangan yang paling awal adalah melalui pelaporan yang merupakan subsistem informasi kesehatan. Problem yang kemudian muncul adalah hak mana yang perlu didahulukan, apakah hak atas informasi kesehatan terkait penyakit menular ataukah hak individu pasien atas rahasia medisnya untuk dilindungi dan tidak diberitahukan mengenai penyakitnya kepada orang lain.Kata Kunci: informasi publik, informasi kesehatan, hak asasi manusia, hak menentukan badan sendiri, rahasia kedokteran. The Right to Public Information Access and the Right to Medical Secrecy: A Human Rights Issues in Health CareAbstractIn the era of public information disclosure, it is a right for the public to know about most of any information, including one related to health affairs. Public information system, including health information system is organized and regulated by the government. The health information system is conducted through among others reporting, data gathering and mapping of health cases, including disease incidence. Through the health information system, the government provides public convenience to access information on health services, for the improvement of community health. The right to get information is a fundamental social right, which is the rights to health care that derives from human rights principles. Meanwhile, in the other hand, there is something called medical secrecy which is right to confidential medical information. This right is a fundamental individual right derives from human rights principles, namely the rights of self-determination. The Act on KIP says that health information is included into public information but the health information containing a persons health data is categorized to be information that is exempted to be disclosed to the public. This means that the Act on KIP guarantees protection of medical secrecy. A problem appears when the medical secrecy is associated with someone who has the potential to transmit the disease to others whereas one of the earliest prevention steps is by making a report which is indeed to be a subsystem of health information. Therefore, the problem that later arises is which rights that should be put in prior—whether the rights to health information related with transmitted diseases or the patients individual rights to his/her medical secrecy that should be protected and not be disclosed to public.Keywords: public information, health information, human right, the right of self determination, medical secrecy.DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v1n2.a3
Legalization of Medical Marijuana in Indonesia from the Human Rights Perspectives: Lessons Learned from Three ASEAN Countries Yustina, Endang Wahyati; Simandjuntak, Marcella Elwina; Nasser, Mohamad; Blum, John D; Trajera, Sheilla M.
Lex Scientia Law Review Vol 7 No 2 (2023): Justice in Broader Context: Contemporary and Controversial Issues in Indonesia an
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/lesrev.v7i2.77670

Abstract

Marijuana (cannabis) as a therapeutic medication has been used and recognized as part of the health system in several countries. In contrast, marijuana in Indonesia is classified as a class I narcotic under Law Number 35 of 2009 on Narcotics, which is prohibited and cannot be used as medication. However, a detailed examination of the Narcotics Act reveals some loopholes and ambiguities that could be exploited to legalize marijuana as a medication to cure certain illnesses. The present study employs normative legal research, specifically a statutory approach, to justify using marijuana for medical purposes. In addition, a legal comparative method is also used in this study to analyze the use of medical marijuana in three ASEAN countries: Thailand, Malaysia, and Singapore. Despite having a reputation for having highly stringent regulations on narcotics, Indonesia can benefit from the experiences of other ASEAN nations, such as Singapore and Malaysia, who have legalized medical marijuana. This consideration is prompted by the fact that certain individuals have shared positive outcomes from using ‘illegal’ medical marijuana as a form of health treatment. However, it is disheartening to note that these individuals have also had to witness the unfortunate loss of their loved ones and, in some cases, face legal consequences such as imprisonment. Conducting comprehensive research on the use of medicinal marijuana in Indonesia is crucial to upholding the citizens' right to health, as the right to health is a significant component of human rights.
Pain Management Services in Hospital: The Human’s Right to Health Services Jaya, A A Gde Putra Semara; Yustina, Endang Wahyati; Kuntjoro, Tjahjono
Soepra Jurnal Hukum Kesehatan Vol 10, No 1: Juni 2024
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/sjhk.v10i1.11666

Abstract

Pain is suffering for the patient and must be treated immediately. Health professionals need to recognize, assess, understand, and treat pain. Pain management services have not been run optimally in several hospitals. Pain management services are an effort to fulfill the right to health services. This research aims to observe the implementation of pain management services to fulfill the right to health services, especially at the Mangusada Hospital of Badung Regency, Bali, Indonesia. The research method used in this study is the socio-legal approach (empirical legal study) with explanatory specifications. This research was conducted in 2023 as a case study. Primary and secondary data were collected through field and literature studies. Analysis was performed on qualitative and quantitative data. We found that 1) pain management services in Indonesian have legal bases with general and specific technical regulations at the national level, but the specific technical regulations at the Mangusada Hospital are not up-to-date, comprehensive, and harmonious, 2) Mangusada Hospital and its health professionals have not been optimal in providing pain management services to fulfill the right to health services, in terms of the comprehensive legal instruments, the organization of health professionals, and the availability of infrastructure and facilities. Breach of obligations by hospitals and health professionals can be seen as a failure to provide essential services and reduce suffering, substandard service, negligence, a breach of the patient’s human rights, and have legal implications, and 3) legal, social, and technical factors influence the implementation of pain management services in Mangusada Hospital.
The Role of Pharmacists in Fulfilling Patient Rights in Obtaining Drug Services based on Permenkes Number 31 of 2016 concerning Amendments to Permenkes Number 889/Menkes/Per/V/2011 concerning Registration, Practice Permits, and Work Permits for Pharmacists Chasanah, Khuswatun; Yustina, Endang Wahyati; Prabowo, Agus
Soepra Jurnal Hukum Kesehatan Vol 9, No 1: Juni 2023
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/sjhk.v9i1.5793

Abstract

Pharmaceutical services are a form of service and the direct responsibility of pharmacists in pharmaceutical work. Pharmacists providing drug services have the knowledge and competence so that the patient's rights can be fulfilled. Researchers want to get an overview of the role of pharmacists in fulfilling patients' rights to obtain drug services based on Permenkes number 31 of 2016.This research uses qualitative methods with a sociological juridical approach. This research is analytical descriptive research conducted by taking samples in the Banyumas area. The sampling method uses a purposive sampling method. The research used a library field study data collection method. The data collected was analyzed qualitatively by laws and regulations.The legal basis for regulation regarding the role of pharmacists in fulfilling patient rights in obtaining drug services is contained in the 1945 Constitution, the Health Law, the Health Personnel Law, and PP concerning Pharmaceutical Work. The form of regulation is outlined in the Government Regulation concerning pharmaceutical service standards in pharmacies, the Minister of Health concerning amendments to the Minister of Health concerning registration, practice permits, and work permits for pharmacists. The implementation of the pharmacist's role in fulfilling patient rights in obtaining drug services in Banyumas Regency is by statutory provisions. Patients receiving drugs are given drug information regarding the rules for using and using drugs carried out by pharmacists. The purpose of implementing the pharmacist's role itself is to increase patient adherence to drug use.
Perlindungan Hukum Bagi Perawat Yang Melakukan Tindakan Medik Atas Dasar Pelimpahan Wewenang Dokter (Studi Kasus di Puskesmas Rawat Inap Kabupaten Kendal) Sipahutar, Bertha Takarina; Soepratignja, PJ.; Hartanto, Hartanto; Yustina, Endang Wahyati
Soepra Jurnal Hukum Kesehatan Vol 10, No 1: Juni 2024
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/sjhk.v10i1.7272

Abstract

Pelimpahan wewenang tindakan medik pelayanan klinik tugas praktik dokter kepada peawat telah diatur dalam Pasal 65 ayat (1) UU RI No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengetahui bagaimana pelaksanaan pelimpahan wewenang tindakan medis dokter kepada perawat di tiga puskesmas rawat inap Kabupaten Kendal.Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis sosiologis dan spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis.Pelaksanaan dan bentuk perlindungan hukum pelimpahan wewenang tindakan medis dari dokter kepada perawat di tiga puskesmas rawat inap Kabupaten Kendal sudah terlaksana sesuai dengan penyesuaian pada PMK No. 26 Tahun 2019 dan Implementasi perlindungan hukum perawat belum optimal, efektif dan efisien; Bentuk perlindungan hukum yang bisa diterapkan dan diberikan kepada perawat adalah perlindungan preventif dan represif; dan Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaannya adalah Faktor Yuridis, Teknik, dan Sosial
Implementasi Pemenuhan Hak Atas Pelayanan Kesehatan bagi Deteni di Rumah Detensi Imigrasi Semarang pada Masa Pandemi Covid-19 dan Post Pandemi Covid-19 Simandjuntak, Marcella Elwina; Saraswati, Rika; Yustina, Endang Wahyati; Sarwo, Budi; Rahman, Arief
Soepra Jurnal Hukum Kesehatan Vol 10, No 1: Juni 2024
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/sjhk.v10i1.11878

Abstract

Deteni adalah penghuni rumah detensi imigrasi (Rudenim) yang sedang menjalani proses pendetensian karena melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pelanggaran keimigrasian seperti berada di wilayah Indonesia tanpa memiliki dokumen perjalanan yang sah, ijin tinggal yang sah, atau ijin tinggal mereka yang sudah tidak berlaku lagi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat implementasi hak atas pelayanan kesehatan bagi para Deteni di Rumah Detensi Imigrasi Semarang. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melakukan wawancara dengan petugas di Rudenim Semarang. Data sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan atau studi literatur dan studi dokumen peraturan perundang- undangan, Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak atas kesehatan denteni pada masa pandemic COVID-19 dibatasi geraknya untuk menghindari kontak dengan banyak orang, mengingat beberapa petugas Rudenim justru tertular virus ini dari luar. Rudenim Semarang sudah meningkatkan layanan kesehatan melalui berbagai inovasi, yaitu: Inovasi   Layanan   Rudi   Marang   Go   Green, Inovasi Layanan ACTivity Tenar, Inovasi Layanan Go Doctor,Inovasi Layanan Laras Tenar, Inovasi Layanan Joko Tenar dan Inovasi Inovasi Layangan Den Bagus. Inovasi ini mampu mewujudkan layanan kesehatan yang baik untuk para deteni.
Pelindungan Hak atas Rahasia Medis Pasien dalam Implementasi Rekam Medis Elektronik (Studi pada Rumah Sakit Bhayangkara, Semarang) Wahyuntara, Jaka Kusnanta; Yustina, Endang Wahyati; Tugasworo, Dodik
Soepra Jurnal Hukum Kesehatan Vol 10, No 1: Juni 2024
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/sjhk.v10i1.11498

Abstract

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 tahun 2022 tentang Rekam Medis mengharuskan seluruh fasilitas penyelenggara pelayanan Kesehatan menggunakan Rekam Medis elektronik. Rekam Medis elektronik harus memenuhi prinsip keamanan data dan informasi, meliputi: kerahasiaan; integritas; dan ketersediaan. Rumah Sakit Bhayangkara Semarang memiliki kompartemen Dokpol yang tidak dimiliki oleh rumah sakit umum. Pasien yang berkunjung meliputi  anggota POLRI dan keluarga , ASN dan keluarga, pasien umum, serta pasien tahanan, baik tahanan tindak pidana umum, tindak pidana khusus, bahkan tindak pidana terorisme. Sehingga dalam perlindungan hak  atas rahasia medis pasien membutuhkan implementasoi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 tahun 2022 tentang Rekam Medis yang agak berbeda.Penelitian ini menggunakan metoda penelitian normatif-empiris dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, dengan desain penelitian kualitatif. Jenis data berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengumpulan datanya meliputi studi kepustakaan, observasi, dan wawancara. Data dianalisa dengan Analisa kualitatif.Hasil penelitian dan Diskusi : Pengaturan Perlindungannya dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, meliputi bentuk pengaturan umum dan pengaturan khusus dan dengan tujuan pengaturannya sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Rekam Medis ; Implementasinya  dilaksanakan oleh subyek-subyek yang terkait, dengan bentuk Implementasi                    Standar Manajemen Informasi, Standar, Pengelolaan Dokumen, dan Standar Rekam Medis Pasien, dengan mekanisme meliputi; penyelenggaraan, kegiatan, kepemilikan dan isi, keamanan dan perlindungan data: kerahasiaan; pembukaan isi, pelepasan hak atas Isi, serta    jangka waktu penyimpanan; Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi meliputi faktor yuridis, faktor sosial, dan faktor teknis.Implementasi perlindungan terhadap hak atas rahasia medis pasien di Rumah Sakit Bhayangkara Semarang telah berjalan cukup efektif dan efisien, walaupun tidak sedikit permasalahan yang timbul. Masalah pemahaman substansi Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rekam Medis, kualitas kesadaran simpan rahasia medis yang belum begitu menggembirakan, dan terbatasnya kuantitas SDM yang mumpuni , serta hardware maupun soft ware yang tidak sedikit yang perlu dipersiapkan oleh rumah sakit menjadi tantangan tersendiri di dalam implementasi peraturan ini
Legal Protection for Health Workers Against Risk of Covid-19 Transmission in Hospital Emergency Installation Services dr. H. Soewondo, Kendal Regency Ertanto, Widiyo; Yustina, Endang Wahyati; Suroto, Val
Soepra Jurnal Hukum Kesehatan Vol 8, No 2: Desember 2022
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/shk.v8i2.4609

Abstract

Abstract: RSUD dr. H. Soewono Kendal is one of the health service units designated by the Government as a Covid-19 referral hospital for the people of Kendal so that medical workers and health workers on duty at Dr H.Soewondo Kendal Hospital, especially in the emergency room, must make physical contact and have close contact with suspected COVID-19 patients and those who have tested positive for COVID-19. This causes the risk of transmission of Covid-19 to health workers to be great, so there is a need for legal protection for medical workers and health workers who work in the emergency room as one of the main entry points for patients at the hospital.This research is a sociological juridical research with a descriptive-analytical research specification. This study uses primary data and secondary data. Data collection in this study was carried out through field studies and literature studies to obtain the necessary data. The data analysis method used is qualitative.The implementation of legal protection for health workers in the emergency room against the risk of transmission of Covid-19 has been well implemented through preventive legal protection in the form of screening, triage, the establishment of a 3M task force, the existence of various internal regulations related to PPI during a pandemic, provision of health insurance and covid-19 vaccination, repressive legal protection is carried out by providing health services for exposed health workers as well as providing incentives and death benefits. There are factors that hinder and support its implementation, namely social factors, juridical factors and technical factors. As a result of these factors, patient fluctuations still occur in the ED because the inhibiting factor causes the risk of transmission to remain because of this.Keywords: legal protection, pandemic, covid-19, health workers, emergency room Abstrak: RSUD dr.H. Soewono Kendal merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang ditunjuk oleh Pemerintah sebagai rumah sakit rujukan covid-19 bagi masyarakat Kendal sehingga tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bertugas di RSUD dr.H.Soewondo Kendal khususnya di ruang IGD harus melakukan kontak fisik dan kontak erat dengan pasien terduga covid-19 maupun yang sudah positif covid-19. Hal ini menyebabkan risiko penularan covid-19 kepada petugas kesehatan menjadi besar, sehingga perlu adanya pelindungan hukum bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bertugas di ruang IGD sebagai salah satu pintu utama masuknya pasien di rumah sakit.Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis dengan spesifikasi penelitian desktiptif-analitis. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui studi lapangan dan studi kepustakaan untuk memperoleh data yang diperlukan. Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif.Pelaksanaan pelindungan hukum bagi tenaga kesehatan di IGD terhadap risiko penularan covid-19 sudah dilaksanakan dengan baik melalui pelindungan hukum preventif berupa skrining, triase, pembentukan satgas 3 M, adanya berbagai peraturan internal terkait PPI di masa pandemi, pemberian asuransi kesehatan dan vaksinasi covid-19, pelindungan hukum represif dilakukan dengan pemberian layanan kesehatan bagi tenaga kesehatan yang terpapar serta pemberian insentif dan santunan kematian. Terdapat faktor yang menghambat dan mendukung pelaksanaannya yaitu faktor sosial, faktor yuridis dan faktor teknis. Akibat faktor-faktor tersebut adalah di IGD masih terjadi penumpukan pasien karena faktor penghambat menyebabkan risiko penularan tetap masih ada karena hal tersebut.Kata kunci: pelindungan hukum, pandemi, covid-19, tenaga kesehatan, IGD
Vaksinasi Covid-19 di Masa Pandemi: Peran Dinas Kesehatan Kendal dalam Memenuhi Hak Atas Kesehatan Masyarakat Kuswara, Stephanus Benny; Yustina, Endang Wahyati; Sawadi, Suwandi
Soepra Jurnal Hukum Kesehatan Vol 9, No 2: Desember 2023, Terakreditasi Nasional Peringkat 3
Publisher : Universitas Katolik Soegijapranata Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24167/sjhk.v9i2.8251

Abstract

Abstrak: Kebijakan vaksinasi Covid-19 dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk menanggulangi Pandemi Covid-19. Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal sebagai unsur pelaksana urusan pemerintahan berperan dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 sebagai upaya pemenuhan hak atas kesehatan masyarakat Kendal. Beberapa kendala dalam pelaksanaan vaksinasi membuat cakupan vaksinasi tidak maksimal dan cenderung turun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mengenai pengaturan dan pelaksanaan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19.Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis dengan spesifikasi deskriptif analitis. Data primer melalui observasi dan wawancara, serta data sekunder melalui studi pustaka. Sampel dipilih dengan metode purposive sampling dan data penelitian dianalisis dengan analisis kualitatif.Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa ada banyak peraturan yang memadai terkait pengaturan pelaksanaan peran Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Pelaksanaan peran Dinas Kesehatan bersifat imperatif karena pelaksanaan vaksinasi merupakan tanggung jawab dan kewajiban Dinas Kesehatan yaitu melakukan perencanaan kebutuhan, penetapan sasaran fasyankes, penyediaan vaksin dan logistik lainnya, pelaksanaan pelayanan vaksinasi Covid-19, pencatatan dan pelaporan, melaksanakan strategi komunikasi, pemantauan dan penanggulangan KIPI Covid-19, serta monitoring dan evaluasi. Pelaksanaan peran Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19 sudah berjalan lancar tetapi belum optimal yang dipengaruhi faktor yuridis yaitu penegakan sanksi administrasi belum berjalan dan surat edaran terbaru vaksin booster II untuk masyarakat umum sebatas himbauan. Faktor sosiologis antara lain persepsi positif masyarakat pada vaksin Covid-19 akan mendukung vaksinasi, sedangkan persepsi negatif menghambat vaksinasi. Pada faktor teknis, umur vaksin pendek, vaksin dari Provinsi tidak sesuai dengan usulan kebutuhan dari Kabupaten, rantai dingin vaksin tidak selalu terjaga, Indeks Pemakaian (IP) vaksin tidak selalu sesuai dengan jumlah sasaran, dan kurang gencarnya strategi komunikasi dengan komunikasi risiko. Kata kunci: Vaksinasi, Covid-19, peran, Dinas Kesehatan, hak atas kesehatan. Abstract: The COVID-19 vaccination policy was issued by the Indonesian Government to tackle the COVID-19 pandemic. The Kendal District Health Service as an implementing element of government affairs plays a role in implementing the COVID-19 vaccination as an effort to fulfil the right to health of the people of Kendal. Several obstacles in implementing vaccination mean that vaccination coverage is not optimal and tends to decrease. This research aims to find out about the arrangements and implementation, as well as the factors that influence the implementation of the role of the Kendal District Health Service in implementing the COVID-19 vaccination.This research uses a sociological juridical approach with analytical descriptive specifications. Primary data through observation and interviews, and secondary data through literature study. The sample was selected using a purposive sampling method and research data was analyzed using qualitative analysis.The results of this research show that there are many adequate regulations regarding the implementation of the role of the Kendal District Health Service in implementing the COVID-19 vaccination. Implementation of the role of the Health Service is imperative because implementing vaccination is the responsibility and obligation of the Health Service, namely carrying out needs planning, targeting health facilities, providing vaccines and other logistics, implementing COVID-19 vaccination services, recording and reporting, implementing communication strategies, monitoring and overcoming AEFI. Covid-19, as well as monitoring and evaluation. The implementation role of the Health Service in implementing the COVID-19 vaccination has been running smoothly but is not yet optimal, which is influenced by juridical factors, the enforcement of administrative sanctions has not yet been implemented and the latest circular letter for booster II vaccine for the general public is limited to an appeal. Sociological factors include positive public perceptions of the COVID-19 vaccine that will support vaccination, while negative perceptions hinder vaccination. Regarding technical factors, the vaccine's lifespan is short, vaccines from the Province do not match the proposed needs of the District, the vaccine cold chain is not always maintained, the vaccine Usage Index (IP) does not always match the target number, and there is a lack of intensive communication strategies with risk communication.Keywords: Vaccination, Covid-19, role, Health Service, right to health