Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa penerapan mekanisme gugatan sederhana pada konteks sengketa perbankan, khususnya terkait dengan kasus wanprestasi kredit bank. Latar belakang penelitian yaitu interaksi manusia sebagai makhluk sosial dan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan, termasuk kebutuhan finansial yang sering kali memunculkan hubungan pinjam-meminjam khususnya dalam dunia perbankan.. Namun, dalam praktiknya, sering terjadi wanprestasi atau kegagalan debitur memenuhi kewajiban pembayaran, yang memicu sengketa hukum. Proses penyelesaian sengketa melalui litigasi konvensional kerap dianggap lambat dan mahal, sehingga mekanisme gugatan sederhana, seperti diatur dalam PERMA Nomor 4 Tahun 2019, menjadi alternatif yang cepat, sederhana, dan berbiaya rendah. Fenomena ini relevan untuk dikaji, terutama dalam kasus wanprestasi pinjaman perbankan seperti yang terjadi pada Putusan Nomor 31/Pdt.G.S/2024/PN.Tjk, yang menunjukkan pentingnya penyelesaian sengketa efektif demi mendukung stabilitas sektor keuangan.Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana prosedur gugatan sederhana dalam penyelesaian perkara wanprestasi perjanjian kredit perbankan berdasarkan Putusan Nomor 31/Pdt.G.S/2024/ PN.Tjk? dan Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara wanprestasi perjanjian kredit perbankan melalui gugatan sederhana berdasarkan Putusan Nomor 31/Pdt.G.S/2024/PN Tjk?Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris dengan menggunakan data sekunder dan primer. Adapun data yang digunakan adalah analisis data menggunakan yuridis kualitatif.Pembahasan dalam penelitian ini adalah prosedur gugatan sederhana dalam penyelesaian perkara wanprestasi perjanjian kredit perbankan berdasarkan Putusan Nomor 31/Pdt.G.S/2024/PN. Tjk yakni: Prosedur gugatan tersebut bertujuan untuk mempercepat penyelesaian sengketa. Proses beracara gugatan sederhana dirancang untuk menyelesaikan sengketa dalam periode yang singkat, dengan maksimal 25 hari sejak sidang awal, tanpa melalui proses replik dan duplik. Hal ini diharapkan dapat mengurangi beban biaya dan waktu bagi para pihak yang terkait dalam kasus, khususnya sengketa dengan nilai gugatan yang relatif kecil. Penelitian ini juga mengkaji prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit bank, yang menjadi penting dalam mencegah terjadinya wanprestasi. Selanjutnya pembahasan penelitian tentang pertimbangan hakim dalam memutus perkara wanprestasi perjanjian kredit perbankan melalui gugatan sederhana berdasarkan Putusan Nomor 31/Pdt.G.S/2024/PN. Tjk, yakni : Penggugat, PT. Bank Rakyat Indonesia, mengajukan gugatan terhadap debitur yang tidak memenuhi kewajiban angsuran berdasarkan Surat Pengakuan Utang. Meskipun sebagian gugatan dikabulkan, seperti kewajiban pelunasan utang oleh Tergugat, permohonan sita eksekusi agunan ditolak oleh hakim karena perkara belum berkekuatan hukum tetap dan proses sita memerlukan waktu yang lebih panjang dari batas waktu gugatan sederhana. Penelitian ini menyoroti pentingnya prosedur hukum yang efisien dalam penyelesaian sengketa kredit perbankan.Sebagai saran dalam penelitian ini adalah: Prosedur gugatan dalam periode 25 (dua puluh lima) hari kerja meskipun dirancang untuk mempercepat proses hukum, sering kali menjadi kendala dalam kasus-kasus yang memerlukan langkah tambahan, seperti pengajuan sita eksekusi. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian batas waktu untuk kasus tertentu tanpa mengabaikan prinsip efisiensi. Selain itu, fleksibilitas dalam pemberian sita sementara di bawah pengawasan hingga perkara memiliki kekuatan hukum tetap dapat menjadi solusi untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi kreditur. Terkait dwangsom, pengaturannya perlu diperjelas agar lebih proporsional dan sejalan dengan yurisprudensi yang berlaku, guna menghindari ketidakpastian hukum dalam pelaksanaannya.