Claim Missing Document
Check
Articles

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK PIDANA LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN KEMATIAN (Studi Putusan di Pengadilan Negeri Sigli) Dahlan, Muhammad; Marlina, Marlina
JURNAL MERCATORIA Vol 6, No 1 (2013): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (763.361 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v6i1.634

Abstract

Tinjauan utama dari peraturan lalu lintas adalah untuk menciptakan keamanan keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan-jalan Mengendarai kendaraan secara kurang hati-hati dan melebihi kecepatan maksimal, tampaknya merupakan suatu perilaku yang bersifat kurang matang. Pengemudi kebanyakan kurang menyadari akan bahaya yang dihadapi apabila mengendarai kendaraan dengan melebihi kecepatan maksimal tersebut. Kenyataannya tidak sedikit pengemudi yang melakukan pelanggaran. Pengemudi berani untuk mengambil resiko, akibatnya perilaku-perilaku yang dihasilkan adalah frustasi Pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor 80/Pid.B/2011/PN-SGI adalah Putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada terdakwa Sofyan Hadi Bin Ahmad yaitu pidana penjara selama 4 (empat) bulan dan denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) adalah kurang tepat. Hambatan hakim dalam menjatuhkan sanksi tindak pidana lalu lintas di Pengadilan Negeri Sigli adalah hambatan terjadi apabila terdakwa tidak ditahan.  Terdakwa sering kali tidak hadir pada waktu sidang yang telah ditentukan, sehingga hal tersebut dapat mengganggu proses persidangan.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMILU DALAM UU NO. 8 TAHUN 2012 TENTANG PEMILU ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Sitompul, Tomita Juniarta; Marlina, Marlina
JURNAL MERCATORIA Vol 7, No 2 (2014): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (201.707 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v7i2.667

Abstract

 Pemilihan Umum  adalah wahana untuk menentukan arah perjalanan bangsa sekaligus menentukan siapa yang paling layak untuk menjalankan kekuasaan pemerintahan Negara tersebut. Pemilu merupakan proses pemilihan pemimpin bangsa dan merupakan wujud dari kedaulatan rakyat dan wujud partisipasi politik rakyat dalam sebuah Negara Demokrasi, maka tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa kebersihan, kejujuran dan keadilan pelaksanaan pemilihan umum akan mencerminkan kualitas di Negara yang bersangkutan. Tindak pidana pemilu merupakan tindak pidana yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu yang diatur dalam undang-undang pemilu. Perkembangan tindak pidana pemilu tersebut meliputi semakin luasnya cakupan tindak pidana pemilu, peningkatan jenis tindak pidana pemilu dan peningkatan sanksi pidana. Penyelesaian tindak pidana pemilu dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang menempatkan. Tindak pidana pemilu dipandang sebagai sesuatu tindakan terlarang yang serius sifatnya dan harus diselesaikan dalam waktu singkat, agar dapat tercapai tujuan mengadakan ketentuan pidana untuk melindungi proses demokrasi melalui pemilu.
PENERAPAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI KABUPATEN LABUHAN BATU (Studi Kasus di Kepolisian Resor Labuhan Batu) Junjungan, Mara; Marlina, Marlina
JURNAL MERCATORIA Vol 6, No 2 (2013): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (784.291 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v6i2.636

Abstract

Korupsi di Indonesia ini berada dalam situasi yang mengkhawatirkan. Masalah korupsi sarat dengan berbagai kompleksitas masalah, seyogyaianya ditempuh “pendekatan integral”. Tidak hanya melakukan law reform, tetapi juga seyogyanya disertai dengan social, economic, political, cultural, moral, and administrative reform. Korupsi terjadi di mana-mana, sehingga rasa malu dan rasa bersalah tertutupi dengan kebanggaan akan hasil tindak pidana korupsi tersebut. Korupsi ini terjadi di semua lini kehidupan masyarakat dan di seluruh pelosok indonesia salah satunya di Dinas Kesehatan Rantau Parapat.  Pengaturan hukum tentang tindak pidana korupsi diatur di dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 Mengubah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-Undang ini lahir karena tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya dilakukan secara luar biasa.
PUNISHMENT DALAM DUNIA PENDIDIKAN DAN TINDAK PIDANA KEKERASAN Marlina, Marlina
JURNAL MERCATORIA Vol 7, No 1 (2014): JURNAL MERCATORIA JUNI
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (175.193 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v7i1.659

Abstract

Seorang guru harus memiliki tanggung jawab dalam menjalankan tugasnya, yakni mengkondisikan agar pekerjaannya berhasil secara efektif dan efisien. Guru yang profesional akan mengambil tindakan yang tepat untuk melaksanakan dan menjalankan perannya tersebut. Menghadapi perkembangan teknologi dan pengaruh globalisasi proses pendidikan hari ini menuntut guru harus lebih berhati-hati dan terus mengembangkan ilmu pengetahuannya agar dapat menjalankan tugas dan perannya tersebut. Salah satu hal delematis yang di hadapi oleh guru pada saat ini adalah adanya ketakutan untuk melakukan punishment terhadap siswa-siswa yang melakukan tindakan salah dan tidak sesuai dengan aturan dan tata tertib yang ada di sekolah. Hukuman tersebut pada dasarnya ditujukan agar siswa menjadi jera dan sadar akan kesalahannya, serta tidak akan mengulangi kesalahannya dikemudian hari. Akan tetapi, hukuman yang diberikan kepada anak juga dapat menjurus kepada tindak pidana kekerasanterhadapanak. Sehingga, guru harus memberikan punishment sesuai dengan tujuan pendidikan dan bukan untuk tujuan kekerasan.
TINDAK PIDANA EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA Marlina, Marlina
JURNAL MERCATORIA Vol 8, No 2 (2015): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (819.23 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v8i2.649

Abstract

Anak adalah amanah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga harkat, martabat dan hak-haknya. Namun, ada banyak kejahatan dan permasalahan yang mengancam anak. Dari berbagai kejahatan terhadap anak, kejahatan eksploitasi seksual komersial anak menjadi masalah yang terburuk bagi anak. Hal tersebut dikarenakan kejahatan eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak anak dan mencakup praktek-praktek kriminal yang merendahkan dan mengancam integritas dan psikososial anak. Bentuk eksploitasi seksual komersial anak di Indonesia adalah prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan (trafficking) anak untuk tujuan seksual. Kondisi eksploitasi seksual komersial anak di Indonesia sangat memprihatinkan. Undang-undang yang mengatur tentang kejahatan eksploitasi seksual komersial anak di Indonesia adalah Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Selain itu terdapat beberapa peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan kejahatan eksploitasi seksual komersial anak.
Analisis Yuridis terhadap Polri dalam Melakukan Pelanggaran Kode Etik (Studi Di SPN Sampali Medan) Rohmad, Rohmad; Marlina, Marlina
JURNAL MERCATORIA Vol 11, No 2 (2018): JURNAL MERCATORIA DESEMBER
Publisher : Universitas Medan Area

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (391.048 KB) | DOI: 10.31289/mercatoria.v11i2.2033

Abstract

Aturan pelanggaran kode etik anggota POLRI yang tidak masuk dinas sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik. Faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran kode etik profesi Polri juga tidak terlepas dari lima faktor yang saling terkait dengan eratnya karena merupakan esensi dari penegakan hukum itu sendiri. Mulai dari faktor hukumnya, faktor penegak hukumnya, faktor masyarakat dalam hal ini anggota Polri sebagai objek dari penegakan hukum Kode Etik Profesi Polri dan faktor kebudayaan. Kebijakan sanksi pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dan sanksi pelanggaran Disiplin Polri dalam Perkap No 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri Pasal 21 dijelaskan bahwa ada 7 jenis sanksi pelanggara Kode Etik Profesi Polri. Pemerintah Republik Indonesia sebaiknya dalam Undang-undang Kepolisian dan Peraturan Pemerintah harus mengambil langkah yang serius serta mempertegas dalam setiap Pasal-pasal yang menangani aturan pelanggaran kode etik di kepolisian khususnya dan umumnya untuk semua pelanggaran kode etik di POLRI. Pemerintah Republik Indonesia sebaiknya memberikan penanganan yang lebih efektif dan transparansi dalam pelanggaran kode etik profesi POLRI akibat faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pelanggaran bagi anggota POLRI. Pemerintah Republik Indonesia harus bijaksana dalam pengenaan sanksi terhadap anggota Kepolisian yang melanggar kode etik profesi POLRI. Pemerintah Indonesia dalam Undang-undang Kepolisian hendaknya memberikan sanksi yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anggota POLRI.
PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN TERHADAP ANAK PELAKU PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI PADA DIT.RESNARKOBA POLDA SUMUT) Hady Saputra Siagian; Madiasa Ablisar; Sunarmi Sunarmi; Marlina Marlina
Law Jurnal Vol 2, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v2i2.1814

Abstract

ABSTRAKPerkara tindak pidana narkotika yang ditangani Dit.Resnarkoba Polda Sumut sejak tahun 2014 s.d. bulan Oktober 2019 hanya berjumlah 8 (delapan) berkas tindak pidana. Anak tersebut ditangkap dikarenakan bersama-sama dengan tersangka dewasa melakukan tindak pidana narkotika. Penanganan perkara anak juga dilakukan di seluruh jajaran Polda Sumut, yaitu pada setiap polres dan polsek, sehingga perkara tindak pidana narkotika yang pelakunya ABH di bawah umur berjumlah sedikit. Salah satu contoh dalam penelitian ini yang mengangkat kasus anak pelaku tindak pidana narkotika yang masih berumur + 17 tahun di Dit.Resnarkoba Polda Sumut. Adapun pelakunya adalah Anak (“SJTN”) yang telah melakukan tindak pidana narkotika sesuai Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 112 ayat (2) Jo. Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Adapun alasan diangkatnya contoh kasus tersebut dikarenakan terdapat anak pelaku tindak pidana narkotika yang masih duduk di bangku sekolah. Anak pelaku tindak pidana narkotika tersebut adalah sebagai perantara antara penjual dan pembeli pil exstasy. Penelitian ini akan menguraikan mengenai penyelidikan dan penyidikan tindak pidana narkotika yang dikaitkan dengan Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU SPPA).Kata Kunci: Penyelidikan dan penyidikan; anak pelaku, pidana narkotika;
PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KESUSILAAN TERHADAP ANAK DI LUAR SISTEM PERADILAN PIDANA (Studi Kasus di Polrestabes Medan) Happy Margowati Suyono; Ediwarman Ediwarman; M. Ekaputra M. Ekaputra; Marlina Marlina
Law Jurnal Vol 1, No 2 (2021)
Publisher : Universitas Dharmawangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46576/lj.v1i2.1131

Abstract

ABSTRAKDalam penanganan perkara tindak pidana kesusilaan yang dilakukan Anak Berkonflik Hukum berbeda penanganannya dengan tindak pidana narkotika. Ancaman hukuman pidana penjara yang berbeda menyebabkan tindak pidana kesusilaan oleh Anak Berkonflik Hukum tidak dapat diupayakan diversi. Ancaman hukum pidana penjara tindak pidana kesusilaan berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Anak adalah minimal 5 (lima) tahun dan maksimal 15 (lima belas) tahun, oleh karenanya tidak dapat diupayakan diversi terhadap Anak Berkonflik Hukum tersebut. Namun, penyelesaian perkara tindak pidana kesusilaan oleh Anak Berkonflik Hukum di luar Sistem Peradilan Pidana pada tahap penyidikan dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan Keadilan Restoratif dengan cara mediasi antara pihak keluarga Anak Berkonflik Hukum dengan pihak keluarga Anak Korban. Jika, terjadi kesepakatan dalam mediasi tersebut, maka dapat dilakukan pencabutan laporan pengaduan oleh Anak Korban atau keluarganya sebagai pelapor. Akan tetapi, jika tidak terjadi kesepakatan, maka Anak Berkonflik Hukum tersebut dapat diproses hukum lebih lanjut yang nantinya juga Penuntut Umum dalam persidangan dapat mengajukan tuntutan berupa sanksi tindakan. Penelitian ini mencoba mengkaji dan menganalisis beberapa permasalahan yang timnbul, yakni: mengenai pengaturan hukum penyelesaian perkara tindak pidana kesusilaan Anak Berkonflik Hukum di luar Sistem Peradilan Pidana; hambatan dan upaya Penyidik Satreskrim Polrestabes Medan dalam menyelesaikan perkara Anak Berkonflik Hukum tindak pidana kesusilaan; dan penyelesaian perkara Anak Berkonflik Hukum tindak pidana kesusilaan di luar Sistem Peradilan Pidana.Kata Kunci: Penanganan; Anak Berkonflik Hukum; dan tindak pidana kesusilaan.
PERAMPASAN ASET HASIL TINDAK PIDANA KORUPSI TANPA PEMIDANAAN (NON-CONVICTION BASED ASSET FORFEITURE) BERDASARKAN HUKUM INDONESIA DAN UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION (UNCAC) 2003 Fathin Abdullah; Prof. Triono Eddy; Dr. Marlina
Jurnal Ilmiah Advokasi Vol 9, No 1 (2021): Jurnal Ilmiah Advokasi
Publisher : Universitas Labuhanbatu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36987/jiad.v9i1.2011

Abstract

Asset forfeiture is a solution to the problem asset forfeiture when a person cannot be criminally prosecuted on the grounds of death or cannot follow the criminal prosecution process as referred to in Article 77 and Article 83 of the Criminal Code of Indonesia. NCB Asset Forfeiture wants the seizure of assets resulting from corruption crimes without having to wait for a criminal verdict and is an alternative if a corruptor can’t criminally prosecuted. The regulation of asset seizure resulting from corruption by mechanism without criminalization in Indonesian law is stipulated in Article 32, Article 33, Article 34, and Article 38C of the Law of the Republic of Indonesia Number 20 of 2001 concerning Amendments to Law No. 31 of 1999 concerning the Eradication of Corruption Crimes while the arrangement of asset forfeiture resulting from corruption crimes by mechanism without criminalization to UNCAC is stipulated in Article 54 chapter (1) letter c UNCAC. The application of NCB Asset Forfeiture in Indonesia in addition to being implemented based on the Law on the Eradication of Corruption Crimes, the State Attorney must be able to prove there has been a real loss of state finances, financial losses of the country due to corruption crimes and there are guarantees from corruptors to facilitate the application of asset seizures resulting from corruption without criminalization.Keywords: Asset Forfeiture, Proceeds of Corruption, Without Criminalization, United Nations Convention Against Corruption.
KEBIJAKAN FORMULASI SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI Megawati Megawati; Madiasa Ablisar; Marlina Marlina; Suhaidi Suhaidi
USU LAW JOURNAL Vol 2, No 3 (2014)
Publisher : Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.763 KB)

Abstract

ABSTRACT   Policy formulation is a criminal sanction in formulating policies and establish criminal sanctions against the perpetrators of corruption. Legislation combating corruption establish criminal sanctions against offenders by determining the minimum criminal sanctions specifically, a higher penalty, and a sentence of death which is a criminal weighting and includes imprisonment for perpetrators of corruption. In the application of criminal sanctions against the perpetrators of corruption can be seen based on the formulation of the offense in article 2 and article 3, where the criminal sanctions imposed on the perpetrators of corruption, especially in some of the Medan District Court decisions are imprisonment, criminal penalties, and criminal confinement. Key words : criminal, sanction, corruption
Co-Authors Abdi Siregar Abdurrahman Harit’s Ketaren Adil Akhyar Agusmidah Agusmidah Aldyan Teoly Telaumbanua Alfi Syahrin Alvi Syahrin Alvi Syahrin Syahrin Amru Eryandi Siregar Andre Renardi Anggi P. Harahap Anggoro Wicaksono Wicaksono Aras Firdaus Arbin Rambe Arie Kartika Arif Sahlepi Astopan Siregar Ayu Anisa Bismar Nasution Brian Christian Telaumbanua Budiman Ginting Ginting Chairul Bariah Chandra Aulia Putra Choirun Parapat Chris Agave Valentin Berutu Dahlan, Muhammad Damai Syukur Waruwu Danial Syah Daniel Marunduri Demonstar Hasibuan Denny Reynold Octavianus Dewi Ervina Suryani Dodi Zulkarnain Hasibuan Dosma Pandapotan Edi Suranta Sinulingga Edi Yunara Ediwarman Ediwarman Ediwarman Ediwarman Ediwarman Ediwarman Edy Ihkhsan Edy Ikhsan Edy Wijaya Karo Karo Ekaputra, Mohammad Eko Hartanto Elyna Simanjuntak Elysa Sani Merynda Simaremare Eryco Syanli Putra Ester Lauren Putri Harianja Esther Wita Simanjuntak Eva Santa R Sitepu Faisal Salim Putra Ritonga Faiz Ahmed Illovi Faomasi Laia Fazizullah Fazizullah Freddy VZ. Pasaribu Hade Brata Hady Saputra Siagian Happy Margowati Suyono Hendri Nauli Rambe Heni Pujiastuti Heni Widiyani Herianto Herianto Hermoko Febriyanto Hidayat Bastanta Sitepu Ibnu Afan Ibnu Affan Ica Karina Imanuel Sembiring Irzan Hafiandy Ismed Batubara Isnaini Isnaini Jamaluddin Jamaluddin Jefrianto Sembiring Jelly Leviza Jimmy Carter A. Jogi Septian Bangun Panjaitan Juliyani Juliyani Junjungan, Mara Jusmadi Sikumbang Khairul Anwar Hasibuan Khairul Imam Kharisma S Ginting Khusmaidi Arianto Kurniati Siregar Lani Sujiagnes Panjaitan Liantha Adam Nasution Lidya Rahmadani Hasibuan Lidya Ruth Panjaitan Liza erwina Ludy Himawan M Citra Ramadhan M Ekaputra M. Adityo Andri Cahyo Prabowo M. Citra Ramadhan M. Ekaputra M. Ekaputra M. Ekaputra M. Hamdan Madiasa Ablisar Madiasa Ablisar Madiasa Ablisar Madiasa Ablisar Madiasa Ablisar Madiasa Madiasa Mahdian Siregar Mahmud mulayadi Mahmud Mulyadi Mahmud Siregar MAHMUL SIREGAR Mangasitua Simanjuntak Mara Junjungan Megawati Megawati Mhd. Idrus Tanjung Mirza Nasution Moh. Basori Muhammad Arif Sahlepi Muhammad Arif Sahlepi Muhammad Dahlan Muhammad Eka Putra Muhammad Ekaputra Muhammad Hamdan Muhammad Hasballah Thaib Muhammad Rizal Aulia Lubis Mujita Sekedang Mukidi, Mukidi Mustamam Mustamam Mustamam Nadya Chairani Nanang Tomi Sitorus Naziha Fitri Lubis Nelson Syah Habibi S. Nelvita Purba Nia Khairunnisya Nilma Lubis NINGRUM NATASYA SIRAIT Ocktresia. M. Sihite Paian Tua Dolok Matio Sinaga Pantun Marojahan Simbolon Polin Pangaribuan Pranggi Siagian Purba, Nelvitia Radyansyah Fitrianda Lubis Rahmat Anshar Hasibuan Rahmat Syaputra Ramboo Loly Sinurat Ramces Pandiangan Randy Anugrah Putranto Ratih Intan Gayatri Regi Putra Manda Renhard Harve Rio Reza Parindra Risna Oktaviyanti Utami Risnawati Br Ginting Rizkan Zulyadi Rohmad Rohmad Rohmad, Rohmad Roland Tampubolon Ronni Bonic Ronny Nicolas Sidabutar Rosalyna Damayanti Gultom Rosmalinda Saddam Yafizham Lubis Sahputra, Irvan Salman Paris Harahap Sarah Hasibuan Sari Kartika Sembiring Sarimonang B Sinaga Sifeva Galasime Sinulingga Sisworo Sitompul, Tomita Juniarta Sonya Airini Batubara Soritua Agung Tampubolon Sri Wahyuni Suandi Fernando Pasaribu Suhaidi Suhaidi Suhaidi Suhaidi Sukarja, Detania Sunarmi, Sunarmi Sutiarnoto Sutiarnoto Syafruddin Kalo Syafrudin Kalo Syaiful Asmi Hasibuan, Syaiful Asmi Syamsuir Syamsuir Syamsul Adhar Syarifah Lisa Andriati Tan Kamello Tomita Juniarta Sitompul Triono Eddy Utari Maharany Barus Utary Maharani Barus Vinamya Audina Marpaung Wessy Trisna Willyam Siahaan Yati Sharfina Desiandri Yosua Prima Arihta Sitepu Yusuf Hanafi Pasaribu Zamzam Mubarok Zulfikar Lubis Zulkifli Zulkifli