Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

HUKUM MENYUCIKAN NAJIS DENGAN SELAIN AIR (STUDI KOMPARASI PANDANGAN MAZHAB HANAFĪ  DAN MAZHAB SYAFI’I) M, Ariesman; Abdul Munawir; Muhammad Feril Ramsi
I’tiqadiah: Jurnal Hukum dan Ilmu-ilmu Kesyariahan Vol. 2 No. 1 (2025): Februari : I’tiqadiah
Publisher : Yayasan Baitul Hikmah al-Zain

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.63424/itiqadiah.v2i1.240

Abstract

This study aims to examine and understand the perspectives of Islamic scholars, particularly those of the Hanafi and Shafi’i schools of thought, regarding the purification of impurities using substances other than water. The research focuses on three main aspects: first, the Hanafi school's perspective on purifying impurities without water; second, the Shafi’i school's perspective on the same issue; and third, a comparative analysis of the differences between these two schools on this matter. This study employs a qualitative descriptive approach using library research methods and adopts both normative and comparative approaches. The findings indicate that, first, according to the Hanafi school, purification is not strictly limited to water but can also be achieved through other means, as exemplified in the practice of istijmar (purification with stones). The Hanafi scholars argue that as long as the impurity’s color, odor, and taste are completely removed, its legal status as an impurity is also nullified. Second, the Shafi’i school mandates the use of water for purification, based on the belief that Allah has bestowed water as a means of purification. Imam Shafi’i asserts that water possesses a unique legal capacity to remove impurities. Third, the fundamental difference between these two schools lies in the necessity of water, where the Hanafi school permits alternative substances, while the Shafi’i school strictly requires water, citing prophetic traditions that exclusively mention purification with water.
Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tradisi Mappabotting Kambara (Studi Kasus Di Desa Kanaungan, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep) M, Ariesman; Chamdar Nur; Nasra
Millatuna: Jurnal Studi Islam Vol. 2 No. 01 (2025): Studi Islam
Publisher : Fakultas Agama Islam, Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Jombang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33752/mjsi.v2i01.8515

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis tradisi Mappabotting Kambara dalam adat Bugis Makassar di Desa Kanaungan, Kecamatan Labakkang, Kabupaten Pangkep, dari perspektif hukum Islam. Fokus utama penelitian ini adalah dua hal: pertama, bagaimana proses pelaksanaan Mappabotting Kambara dalam pernikahan adat Bugis; kedua, bagaimana pandangan hukum Islam terhadap tradisi tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan metode teologis normatif dan antropologis. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi untuk menjaga transferabilitas data. Hasil penelitian menunjukkan dua temuan utama. Pertama, Mappabotting Kambara merujuk pada pernikahan yang melibatkan dua pasang pengantin dan melibatkan dua ritual utama: Pallawa Addengeng dan Mappasiruntu Botting. Ritual Mappasiruntu Botting membutuhkan enam bahan penting: Addengeng Rakkeang (kerangka atas), kelapa tua, ayam hidup, Ja’jakeng (rempah-rempah), tujuh jenis kue, dan Passili (bahan penyucian). Kedua, jika masyarakat Desa Kanaungan meyakini bahwa ritual ini dapat menghindarkan mereka dari musibah dan melaksanakan dengan niat untuk menghindari bahaya, maka tradisi ini bertentangan dengan ajaran Islam dan dapat digolongkan sebagai syirik, karena mengarah pada penyekutuan Allah. Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami bahwa amalan seperti ini tidak dibenarkan dalam Islam.