Articles
Analisis Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah Pada Darah Kapiler dan Vena Pasien DMT2 di Bengkulu Tahun 2016
Meinisasti, Resva;
Riyadi, Sunita;
Sari, Rizki Amalia;
Krisyanella, Krisyanella
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 19 No Supl1 (2017): Vol 19 Supplement 1, December 2017
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Prevalensi DM tipe 2 tinggi dikarenakan gejala klinik DM tipe 2 tidak jelas sehingga diagnosis sering terlambat ditegakkan. DMT2 dapat dikontrol dengan selalu menjaga kadar glukosa darah, bahan pemeriksaan sampel darah kapiler lebih sering digunakan dibandingkan dengan darah vena. Walaupun demikian kadar glukosa darah kapiler memiliki hasil yang berbeda dengan kadar glukosa darah vena dalam keadaan puasa. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kadar glukosa darah puasa antara darah kapiler dengan darah vena menggunakan glukometer pada pasien DMT2.
Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Sebelum dan Sesudah Konsumsi Gula Jagung Tahun 2016
Sunita, Raden;
Meinisasti, Resva;
Halimatussadiah, Halimatussadiah;
Krisyanella, Krisyanella
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi Vol 19 No Supl1 (2017): Vol 19 Supplement 1, December 2017
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Gula jagung (fruktosa) memiliki jumlah kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan gula biasa (sukrosa). konsumsi fruktosa dalam jumlah tinggi selama 7 hari sudah mampu untuk memicu terjadinya dislipidemia, deposisi lemak pada hepar dan menurunkan sensitifitas insulin pada manusia sehat dengan atau tanpa riwayat keluarga penderita Diabetes Melitus.Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah konsumsi gula jagung Tahun 2016. Metode: Penelitian ini menggunakan metode total sampling. Sampel penelitian adalah 41 responden. Tes kadar glukosa darah dianalisis dengan glucometer. Data analisis menggunakan statistik deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi masing-masing variabel dan mengunakan uji-T dependen untuk melihat perbedaan kadar glukosa darah sebelum dan sesudah konsumsi gula jagung dengan nilai p <0,05 sebagai batas signifikan.Hasil: Hasil statistik rata-rata kadar glukosa darah puasa sebelum konsumsi gula jagung lebih rendah dari pada kadar glukosa darah sesudah konsumsi gula jagung (74,04 mg/dL dan 81,41mg/dL). Kesimpulan: Ada perbedaan kadar glukosa darah puasa sebelum dan sesudah konsumsi gula jagung Tahun 2016.
PROFIL KADAR ASAM URAT PADA PENGKONSUMSI MINUMAN TUAK DI SINGARAN PATI KOTA BENGKULU
., KRISYANELLA;
KHASANAH, HETI RAIS;
MEINISASTI, RESVA;
TUTUT, ADES RELIJEN
Journal of Nursing and Public Health Vol 7 No 2 (2019)
Publisher : UNIVED Press, Universitas Dehasen Bengkulu
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (125.969 KB)
|
DOI: 10.37676/jnph.v7i2.893
Latar Belakang : Senyawa purin dari tuak yang berlebihan dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Meningkatnya produksi asam urat dalam tubuh, hal ini disebabkan karena sintesis atau pembentukan asam urat yang berlebihan (Hiperurisemia). Tujuan: Untuk Mengetahui gambaran kadar asam urat pada warga pengkonsumsi minuman tuak di Kecamatan Singgaran Pati Kota Bengkulu tahun 2019. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 42 pasien dengan metode Accidental sampling. Hasil: Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada responden sebanyak 28 0rang (67%) mengkonsumsi minuman tuak setiap hari, 14 orang (33%) mengkonsumsi minuman tuak kadang–kadang. Responden yang mengkonsumsi tuak setiap hari sebanyak 11 orang (26%) memiliki kadar asam urat normal, 17 orang (41%) memiliki kadar asam urat tidak normal (tinggi). Responden yang mengkonsumsi minuman tuak kadang-kadang sebanyak 14 orang, responden yang mengkonsumsi tuak kadang-kadang sebanyak 12 orang (28%) memiliki kadar asam urat normal, 2 orang (5%) memiliki kadar asam urat tidak normal (tinggi). Kesimpulan: Secara keseluruhan dari 42 orang responden yang diteliti 23 orang (55%) memiliki kadar asam urat normal dan 19 orang (45%) memiliki kadar asam urat tidak normal.
PERBEDAAN KADAR KOLESTEROL SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI BEKAM BASAH DI KOTA BENGKULU
MEINISASTI, RESVA;
FARIZAL, JON;
PATRONI, RINI
Journal of Nursing and Public Health Vol 7 No 2 (2019)
Publisher : UNIVED Press, Universitas Dehasen Bengkulu
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (127.323 KB)
|
DOI: 10.37676/jnph.v7i2.894
Latar Belakang: Kadar kolesterol yang berlebih dalam darah akan meningkatkan risiko terbentuknya plak yang dapat menimbulkan berbagai manifestasi klinis aterosklerosis. Konsekuensi utama aterosklerosis berupa jantung koroner, di Indonesia tercatat 1,5% dan di Bengkulu tercatat 0,6% orang yang mengalami penyakit jantung koroner. Selain pengobatan dengan menggunakan pengobatan farmakologi, salah satu metode tradisional yang diklaim dapat menjadi pilihan terapi ialah teknik bekam. Berbekam merupakan pengobatan Islam yang termasuk ke dalam kategori sunnah yang telah ditinggalkan (sunnah matrukah). Tujuan Penelitian ini untuk mengetahui perbedaan kadar kolesterol sebelum dan sesudah terapi bekam basah. Metode : Penelitian yang digunakan adalah pra eksperimen dengan rancangan one group pretest postest. Sampel terdiri dari 17 responden sesuai kriteria dengan metode purposive sampling. Dilakukan pengukuran kadar kolesterol, diberi perlakuan 3 kali terapi bekam basah dan diukur kembali kadar kolesterolnya dengan metode pemeriksaan CHOD-PAP. Analisis data menggunakan uji T Dependent. Hasil : terdapat penurunan kadar kolesterol dengan nilai rerata sebelum terapi bekam basah sebesar 167,41 mg/dL dan nilai rerata sesudah terapi bekam basah sebesar 124,59 mg/dL, maka terdapat perbedaan yang signifikan kadar kolesterol sebelum dan sesudah terapi bekam basah (CI 95% 6.56, 69.09; P=0,003). Kesimpulan : Terdapat perbedaan yang signifikan kadar kolesterol sebelum dan sesudah terapi bekam basah. Terapi bekam dapat dijadikan sebagai terapi komplementer sebagai upaya penurunan kadar kolesterol.
PROFIL BIERNACKI REACTION PADA PEKERJA CAR PAINT DI BENGKULU
SUNITA, RADEN;
MEINISASTI, RESVA
Journal of Nursing and Public Health Vol 7 No 2 (2019)
Publisher : UNIVED Press, Universitas Dehasen Bengkulu
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (127.407 KB)
|
DOI: 10.37676/jnph.v7i2.902
Latar Belakang : Biernacki Reaction merupakan kecepatan pengendapan sel-sel eritrosit di dalam tabung yang berisi darah dalam waktu satu jam yang telah diberi antikoagulan. Pekerjaan pengecat mobil merupakan salah satu jenis pekerjaan yang berisiko besar akan terjadinya gangguan kesehatan. Bahan yang digunakan banyak mengandung bahan kimia yang berbahaya, bahan tersebut berupa timbal. Timbal yang terserap oleh darah akan berikatan dengan sel darah merah dan dapat mengakibatkan gangguan pada proses sintesis hemoglobin (Hb). Metode : Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 33 subyek dengan metode Total sampling. Metode pemeriksaan menggunakan metode westergreen. Hasil : Hasil penelitian ini menyatakan pada pekerja car paint menunjukkan Biernacki Reaction normal sebanyak 23 subyek (69,7%) sedangkan Biernacki Reaction yang melebihi batas normal yaitu sebanyak 10 subyek (30,3%) Kesimpulan : hasil pemeriksaan Biernacki Reaction sebagain kecil melebihi batas normal akibat paparan zat kimia pada cat mobil.
UJI DAYA HAMBAT EKSTRAK KELOPAK BUNGA ROSELLA (HIBISCUS SABDARIFFA L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS
Tedy Febriyanto;
Resva Meinisasti;
Jon Farizal;
Diajeng Dea Resya Mawardi
Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health) Vol 3 No 1 (2019): Jurnal Bahana Kesehatan Masyarakat (Bahana of Journal Public Health)
Publisher : Poltekkes Kemenkes Jambi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (284.851 KB)
|
DOI: 10.35910/jbkm.v3i1.176
ABSTRACT Background: Infection is one of the biggest health problems in the world. According to WHO 2015 based on YLL (Years Of Life Lost) data in developing countries infectious diseases are still the main cause of death. Staphylococcus is the main cause of purulent infections in humans found in the nasal cavity and skin of most human populations. One skin disease caused by the bacterium Staphylococcus aureus is a boil. Staphylococcus aureus has experienced antibiotic resistance. So from that the alternative that can be done is by using natural or traditional ingredients, namely by utilizing rosella flower petals (Hibiscus Sabdariffa L.). The purpose of this study was to determine the inhibitory power of rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) flower extract on the growth of Staphylococcus aureus bacteria. Method: This study is a descriptive study with four treatments with 70%, 75%, 80% and 85% concentration variations using Univariate statistical test data analysis. Results: Diameter of inhibition zone formed at 70% concentration of 14.4 mm, concentration of 75% 15.7 mm, 80% concentration of 16.4 mm, 85% concentration of 19.6 mm. Conclusion: Ethanol extract of rosella flower petals (Hibiscus Sabdariffa L.) has antimicrobial substances which can inhibit the growth of staphylococcus aureus bacteria at a concentration of 85% with a mean inhibitory zone 19.6 mm and categorized as strong.
Polymorphism E23K KCNJ11 Gen as a Risk Factor of Diabetes Mellitus in Serawai Tribe Of Bengkulu
Raden Sunita;
Sahidan Sahidan;
Rachmat Hidayat;
Resva Meinisasti
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 4 No. 1 (2020): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine and Translational Research
Publisher : HM Publisher
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32539/bsm.v4i1.105
ABSTRACT Background: Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a multifactorial disease involving genetic and environmental factors. The E23K KCNJ11 gene polymorphism causes KATP canal overactivity, decreases cell membrane depolarization potential, and decreases insulin secretion. E23K polymorphism of the KCNJ11 gene as a risk factor for T2DM. Research Objective: This study aimed to analyze the E23K polymorphism of the KCNJ11 gene as a risk factor for T2DM in the Bengkulu Serawai. Method: This study is a case-control study. The subjects of the study were 100 people with T2DM patients as a case group (50 people) and Non-DM subjects with families who did not have a history of T2DM as a control group (50 people). Fasting blood glucose (GDP) was analyzed by spectrophotometry and E23K KCNJ11 gene by polymerase chain reaction fragment length polymorphism (PCR-RFLP). Data were analyzed by statistics. Results: The frequency of AA genotypes in cases was higher than the controls (12% and 8%) (p = 0.001). The frequency of A allele in the case was higher than the control (32% and 18%) (p = 0.017). The risk of T2DM on AA / GA genotypes was 4.75 times higher in cases than controls (p = 0,000, OR 4.75 95% CI 2.01-11.24). The risk of T2DM in A allele was 2.14 times higher in cases than in controls (p = 0.017, OR 2.14, 95% CI 1.11-4.15). Conclusion: E23K polymorphism of the KCNJ11 gene as a risk factor for T2DM in Bengkulu Serawai Tribe. Keywords: E23K gene KCNJ11, DMT2, Non-DMT2.
The Effectiveness Test of Betel Leaf Ethanol Extract Cream (Piper Betle Linn) Toward Propionibacterium acnes Bacterial Growth
Resva Meinisasti;
Zamharira Muslim;
Krisyanella;
Raden Sunita
Bioscientia Medicina : Journal of Biomedicine and Translational Research Vol. 4 No. 2 (2020): Bioscientia Medicina: Journal of Biomedicine and Translational Research
Publisher : HM Publisher
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.32539/bsm.v4i2.112
Background: One of skin diseases that is frequently taking attention among teenagers and young adults is acne or in medical term called acne vulgaris. Acne treatment can be treated by repairing follicular abnormalities, decreasing sebum production, decreasing the number of Propionibacterium acnes colonies and reducing inflammation of the skin. The bacterial population of Propionibacterium acnes can be reduced by giving an antibacterial substance such as erythromycin, clindamycin and benzoyl peroxide. In the treatment of acne we can get antibacterial originating from nature, one of which can be obtained in the secondary metabolism of plants. The extracts and essential oils of betel leaf contain antibacterial and antifungal activities. The effectiveness of the use of betel leaf ethanol extract (Piper betle Linn) in acne treatment can be improved by creating formulations in form of cream preparations. Formulations in cream preparations will affect the amount and speed of active substances that can be absorbed. Objectives: To determine the effectiveness of the ethanol extract cream of betel leaf (piper betle linn) cream in formulas with what percentage of active substance has the most-inhibitory effect on the growth of Propionibacterium acnes. Methods:The study used experimental research. Propionibacterium acnes samples were diluted in 0.9% physiological NaCl sterile and embedded in Nutrient Agar (NA) media. The media was inserted into an incubator at 37 ° C for 24 hours. The test of antibacterial activity used the disk diffusion method. The antibacterial activity test results were statistically analyzed using the Statistical Product Services Solution (SPSS 17) program with a confidence level of 95% (α = 0.05). Results: The three creams containing betel leaf ethanol extracts at percentages of 5%, 10% and 15% for each had inhibitory zones: 9.8 mm, 15.85 mm, 17.35 mm. Conclusion: Cream that contains 15% active substance has the strongest inhibition.
Screening Fitokimia Dan Penetapan Potensi Madu Hutan Sebagai Agen Antibakteri Terhadap Bakteri Propinibacterium Acne dan Staphylococcus Aureus
Krisyanella Krisyanella;
Zamharira Muslim;
Resva Meinisasti;
Putra Adi Irawan
Jurnal Farmasi Higea Vol 13, No 1 (2021)
Publisher : STIFARM Padang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.52689/higea.v13i1.327
Madu dapat membantu menekan pertumbuhan bakteri tertentu melalui beberapa mekanisme salah satunya yaitu dari komposisi kandungan senyawa kimia yang berbeda-beda berdasarkan sumber pakan nektarnya. Perbedaan tersebut diduga mempengaruhi perbedaan aktivitas madu sebagai antibakteri. Jerawat adalah peradangan yang terjadi pada kulit akibat adanya infeksi bakteri pada kelenjar minyak yang tersumbat. Bakteri yang umum menginfeksi jerawat adalah Staphylococcus aureus dan Propinibacterium acne. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kandungan fitokimia dan uji aktivitas antibakteri madu hutan asli Bengkulu terhadap bakteri P.acne dan S. Aureus. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Pertama ditetapkan dulu kandungan fitokimia sampel madu, kemudian dilanjutkan dengan penetapan aktvitas antibakteri madu hutan terhadap bakteri P. acne dan S. aureus, potensi ini dilihat dari besarnya nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM). Sampel madu hutan memiliki kandungan metabolit sekunder. Madu A mengandung Alkaloid dan Terpenoid, Madu B mengandung terpenoid, Madu C mengandung Alkaloid, Madu D mengandung Flavonoid dan alkaloid, sementara Madu E dan F mengandung flavonoid. Dari hasil pengujian aktivitas antibakteri sampel madu hutan memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri S. aureus dan P.acne, namun efek aktibakteri paling baik terhadap bakteri S.aureus, dimana pada konsentrasi terkecil, madu masih memberikan daya hambat pada bakteri S.aureus. Madu hutan mengandung metabolit sekunder dan lebih berpotensi sebagai agen antibakteri terhadap bakteri S. aureus dibandingkan dengan pada bakteri P. acne
Karakterisasi Fisikokimia Sistem Biner Siprofloksasin HCl – PEG 4000
Resva Meinisasti;
Auzal Halim;
Erizal Zaini
Jurnal Sains Farmasi & Klinis Vol 2, No 1 (2015): J Sains Farm Klin 2(1), November 2015
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Andalas
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (995.186 KB)
|
DOI: 10.29208/jsfk.2015.2.1.45
"Physicochemical Characterization of Binary Systems Ciprofloxacin HCl - PEG 4000" has been reseach. This study aimed to characterize ciprofloxacin HCl formula that was developed to 9, with a comparison between ciprofloxacin - PEG 4000 following formula I (1: 9), formula II (2: 8), formula III (3: 7), formula IV (4: 6), formula V (5: 5), formula VI (6: 4), formula VII (7: 3), formula VIII (8: 2) and formula IX (9: 1). Binary system made by the manufacture of solid dispersion by melting method. The results of the binary System were characterized by analysis Differential Thermal Analysis (DTA), X-ray diffraction, IR spectrophotometry, and Scanning Electron Microscope (SEM). The results of this analysis have results of the binary solid dispersion systems a good formula this VII.