Erik Sabti Rahmawati
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Published : 17 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

Perilaku Zakat Elit Agama Kota Malang (Studi tentang Konstruk Elit Agama Kota Malang terhadap Zakat Profesi) Fakhruddin, Fakhruddin; Rahmawati, Erik Sabti
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 7, No 1: Juni 2015
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (498.001 KB) | DOI: 10.18860/j-fsh.v7i1.3505

Abstract

Penelitian ini fokus pada pemahaman tentang zakat profesi menurut elit agama Kota  Malang, dan bagaimana konstruk elit agama Kota Malang dalam menunaikan zakat profesi. hasil penelitian dan analisis data, sesuai dengan rumusan penelitian yang diajukan di awal, peneliti menarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: Zakat profesi menurut elit agama kota Malang adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh seseorang dengan penghasilan tertentu setelah mencapai nishab dan haul (dalam jangka waktu satu tahun). Konstruks elit agama kota Malang terhadap zakat profesi adalah: Semua subyek penelitian, baik dari Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama’, dan Majelis Ulama’ Indonesia menyatakan bahwa zakat profesi hukumnya wajib. Hal ini didasarkan atas keumuman lafadz tentang perintah zakat dalam al-Qur’an dan qiyas aulawi terhadap lafadz tentang perintah zakat pertanian. Sedangkan dalam menentukan nisab untuk zakat profesi semua berpandangan bahwa zakat profesi diqiyaskan dengan zakat emas dan perdagangan. Hanya saja terdapat perbedaan dalam prosentasenya. Muhammadiyah menyatakan bahwa prosentase zakat profesi sebanyak 2,5%. Sedangkan dari Nahdlatul Ulama’ menyatakan bahwa prosentasenya mulai 2,5%-3,3%. Sementara itu, untuk MUI terdapat dua pandangan, yaitu 2,5 % dan 2,5% - 5% untuk kehatia-hatian (ihtiyath). Adapun waktu pelaksanaan zakat profesi, yaitu tidak menunggu nishab dan haul tetapi langsung pada waktu menerima penghasilan.
Implikasi Mediasi Bagi Para Pihak yang Berperkara di Pengadilan Agama Malang Rahmawati, Erik Sabti
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 8, No 1: Juni 2016
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.012 KB) | DOI: 10.18860/j-fsh.v8i1.3725

Abstract

The decline in family endurance in dealing with conflict, leading to increased divorce rate in Indonesia. Various attempts have been made to reduce the number of divorce, such as integrating mediation in the settlement process of the court. Nevertheless, the implementation of mediation has not been able to meet the expected target. This article aims to understand the procedure and the process of mediation conducted in the Religious Court of Malang Regency. Then, it describes the experiences and expectations of litigants. The study states that the implementation of mediation in the Religious Court of Malang regency has been conducted in accordance with the mechanism regulated by the the Regulation of the Supreme Court (PERMA) 1 in 2008, although in some instances has not run as precisely such provisions. Implementation of mediation in the Religious Court of Malang Regency provide benefits to the parties, although not much to revoke the lawsuit after mediation. But the parties then clearly understand the problems they face, avoiding revenge, divorce peacefully, and the parties feel more prepared for next trial.Menurunnya ketahanan keluarga menghadapi konflik menyebabkan meningkatnya angka perceraian di Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan angka perceraian, salah satunya mengintegrasikan mediasi dalam proses penyelesaian perkara di pengadilan. Meskipun demikian, pelaksanaan mediasi belum mampu memenuhi target yang diharapkan. Artikel ini bertujuan memahami prosedur dan proses mediasi yang dilakukan di Pengadilan Agama Kabupaten Malang. Kemudian mendeskripsikan pengalaman dan harapan para pihak yang berperkara agar mediasi. Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang telah dilakukan sesuai dengan mekanisme yang telah diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.1 Tahun 2008, meskipun dalam beberapa hal belum berjalan sesuai ketentuan.Pelaksanaan mediasi di Pengadilan Agama Kabupaten Malang memberikan manfaat bagi para pihak meskipun tidak banyak yang kemudian mencabut gugatan. Misalnya, memahami dengan jelas permasalahan yang mereka hadapi, tidak ada dendam, bercerai dengan damai, dan para pihak merasa lebih siap untuk menghadapi sidang selanjutnya.
IMPLEMENTASI TOLERANSI BERAGAMA DI PONDOK PESANTREN DARUT TAQWA PASURUAN Rahmawati, Erik Sabti; Satria, M. Hatta
De Jure: Jurnal Hukum dan Syari'ah Vol 6, No 1: Juni 2014
Publisher : Fakultas Syariah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.466 KB) | DOI: 10.18860/j-fsh.v6i1.3195

Abstract

This  Research  was aimed  to determine the construct and  implementation  of the concept of religious tolerance in Darut Taqwa boarding school Pasuruan led by Kyai Sholeh  Bahruddin. This study used a qualitative method with a phenomenological approach, whereas the method of  data collection used  in-depth interviews and documentation. The results of this study showed that: Construct of Kyai Sholeh thought about pluralism and religious tolerance, which is also the foundation for the policy programs at Darut Taqwa boarding school, can be categorized in the inclusive of thought and  attitude, which is believe in the existence of truth and salvation  of other religions but the highest safety standards of truth remain in their own religion. Kyai Sholeh while promoting the truth of Islam as a religion, but He did not reduce its respect for other religions  and not be an impediment to establishing religious tolerance in public life.  Kyai  Sholeh  thought  of religious tolerance is also well applied in  His policies  in managing the boarding school and formal education institutions, which is able to be a reflection of Islam and Islamic  boarding school which are inclusive and rahmatan lil alamin.
PERBANDINGAN HERMENEUTIKA DAN TAFSIR Rahmawati, Erik Sabti
Psikoislamika : Jurnal Psikologi dan Psikologi Islam Vol 5, No 2 (2008)
Publisher : Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/psi.v0i0.345

Abstract

Hermeneutic as interpretation knowledge can be classified into three categories: objective, subjective, and liberation. 1). Objective hermeneutic means an effort to interpret and to understand the meaning of text as the author means. 2). Subjective hermeneutic means an effort to interpret and to understand the meaning of text based on the social context at this time without any consideration to the author thought. 3). Liberation hermeneutic means an effort to interpret and to understand the meaning of text based on the spirit of circumstance and try to make the result of interpretation as the spirit to change the life and the circumstance of the interpreter and the reader. In Islamic perspective, objective hermeneutic can be compared with tafsir bi al-ma’tsur, and subjective hermeneutic can be compared with tafsir bi al-ra’y.  However, hermeneutical discourse has been giving much contribution for the development of interpretation knowledge, so it can appear hermeneutic of liberation. It is a new penetration. If it is applied in Islam, interpretation does not only understand the meaning of al-Qur’an text as God means or based on the context, but also an effort how to make the result of interpretation as the spirit for Muslim society to change their society become better and the best.Keyword: hermeneutic, tafsir and tradision.
PERILAKU ZAKAT ELIT AGAMA KOTA MALANG (Studi tentang Konstruk Elit Agama Kota Malang terhadap Zakat Profesi) Fakhruddin, Erik Sabti Rahmawati
El-QUDWAH El-Qudwah (04-2011)
Publisher : lp2m-uin malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.276 KB)

Abstract

This aim of research is to know how the comprehension of elite religion in Malang City in giving zakat profession. This research method used qualitative research stand on social construction Peter L. Berger theory. The result of this research is all research subjects (Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama’, and Majelis Ulama’ Indonesia) stated that the law of  profession zakat is a must. This is based on general lafadz about agriculture zakat command. On determining nisab for zakat profession, all think that zakat profession is being  qiyas by gold zakat and commercial. The only is there are differences of percentage. Muhammadiyah said the percentage of zakat profession is 2.5 %. But Nahdlatul Ulama’ said the percentage of zakat profession start from 2,5%-3,3%. Besides, MUI stated there are two views, they are 2,5 % and 2,5% - 5% for ihtiyath. The time to give zakat could be direct when getting income or collecting in one year.Key words: zakat profession, income, nisab, haul.
Spirit of Liberation and Justice in Farid Esack’s Hermeneutics of Qur’an Erik Sabti Rahmawati
Ulumuna Vol 20 No 1 (2016): June
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/ujis.v20i1.822

Abstract

Farid Esack is an Islamic thinker from South Africa who proposes Liberation hermeneutics in comprehending the Qur’an from the perspective of Liberation Theology to realize justice. This article examines Esack’s hermeneutical method in interpreting Qur’an and analyses how he applies the spirit of liberation and justice as principles of Liberation Theology in his interpretation. This study shows that Esack’s hermeneutics differs from others because, as a liberation theologian, he puts liberative-praxis as the main objective of his liberation theology. His method does not only revolve around textual understanding but also push practical implication. He moves forward from praxis (experience) to texts and then goes back to experience. To him, interpretation must be able to encourage changes within society. Therefore, as the second feature of this method, in Esack’s hermeneutics, interpretation is not just scholarly speculative exercise which has no implication. It has a specific aim, namely is to establish a better life for society in which justice is a fundamental prerequisite. DOI: http://dx.doi.org/10.20414/ujis.v20i1.822
Childfree in The Perspective of Al-Ghazali and Nur Rofiah Melinda Aprilyanti; Erik Sabti Rahmawati
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 2 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v6i2.1646

Abstract

Abstrak: Childfree adalah sebuah pilihan hidup untuk tidak memiliki anak, setelah atau sebelum menikah, baik itu anak kandung, anak tiri, ataupun anak angkat. Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan pandangan Abu Hamid al-Ghazali dan Nur Rofiah terhadap childfree, mengkaji persamaan dan perbedaan serta menganalisis dasar pemikiran keduanya. Artikel ini merupakan penelitian hukum normatif dengan metode komparasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa menurut al-Ghazali keputusan childfree adalah meninggalkan keutamaan (tarku al-afdhal), apabila untuk bersenang-senang hukumnya makruh. Menurut Nur Rofiah childfree diperbolehkan (mubah) tetapi harus berdasarkan alasan bijak dan persetujuan pasangan. Nur Rofiah menekankan bahwa menjadi childfree tidak menghilangkan tanggung jawab sosial seseorang kepada anak terlantar. Kedua tokoh ini menjelaskan childfree bukanlah pilihan yang haram. Perbedaannya, al-Ghazali menyatakan tujuan pernikahan adalah memiliki keturunan, sedangkan menurut Nur Rofiah tujuan pernikahan adalah untuk menemukan ketenangan, kasih sayang dan rahmat. Al-Ghazali menjadikan hadits Rasulullah yang menyeru sahabat untuk menikah dan berketurunan serta memilih wanita yang pengasih dan subur sebagai dasar pentingnya keberadaan anak, berbeda dengan Nur Rofiah yang menyatakan bahwa tujuan pernikahan telah disampaikan dalam Q.S. Ar-Rum ayat 21. Selain untuk menciptakan ketenangan jiwa sebagai pasangan, pernikahan juga untuk berusaha bersama menciptakan dunia yang lebih baik sebagai khalifah fi al-ardh. Abstract: Childfree is a life decision of a person or couple for not having children, before or after marriage, be it biological children, stepchildren, or adopted children. This article aims to describe the perspective of Abu Hamid al-Ghazali and Nur Rofiah on childfree, examine the similarities and differences and analyze the basis of their thoughts. This article is normative legal research with a comparative approach. The results show that according to al-Ghazali, the decision to be childfree is leaving virtues (tarku al-afdhal), if it was chosen because of selfishness or for having fun, childfree is makruh. According to Nur Rofiah, being childfree is permissible (mubah), but it must be based on wise reason and be approved by both parties. She emphasizes that being childfree does not eliminate the social responsibilities of neglected children. Both al-Ghazali and Nur Rofiah agree childfree is not forbidden (haram). The difference is that al-Ghazali discusses the main purpose of marriage is to have children. In contrast, According to Nur Rofiah, the main purpose of marriage is to find tranquillity, affection and mercy. The basis of al-Ghazali’s perspective is the hadith of Rasulullah, which calls on his friends to get married and have children, and his recommendation to marry a loving and fertile woman. Unlike Nur Rofiah, she discusses that the main purpose of marriage is written in Q.S. Ar-Rum verse 21. Besides creating peace of mind as a couple, marriage is for making a better world together as Khalifah fi al-ardh.
Kehidupan Keluarga Long Distance Relationship (LDR) Dalam Membangun Keluarga Sakinah Perspektif Qiroah Mubadalah Venna Octarina; Erik Sabti Rahmawati
Sakina: Journal of Family Studies Vol 6 No 3 (2022): Sakina: Journal of Family Studies
Publisher : Islamic Family Law Study Program, Sharia Faculty, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/jfs.v6i3.1973

Abstract

Hidup bersama pasangan pastinya bisa saling memahami dan saling mengerti satu sama lain, akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa hidup bersama menjadikan keluarga yang sakinah. Begitu juga dengan pasangan suami istri yang sedang menjalani long distance relationship mereka pasti punya cara tersendiri untuk menjaga agar hubungan rumah tangganya menjadi sakinah. Dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut terkait relasi keluarga yang menjalani LDR baik pada relasi suami istri, metode mendidik anak, relasi dengan keluarga besar dan lingkungan serta upaya suami istri LDR dalam mewujudkan keluarga sakinah perspektif qiro’ah mubadalah. Penelitian ini merupakan penelitian empiris atau penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif, Sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer sumber data utama yang diperoleh melalui wawancara dan sekunder yang diperoleh melalui buku, artikel, jurnal,dan penelitian terdahulu. Hasil penelitian menunjukan bahwa relasi suami istri yang menjalani LDR di Desa Kasri baik dan harmonis, pasangan suami istri yang sedang menjalani LDR tidak menghalangi untuk menerapkan pilar mubadalah yang menjadi perbedaan dengan pasangan yang tidak LDR yaitu pada pilar ke dua tentang prinsip bepasangan, karena tidak hidup dalam satu rumah maka sebagai gantinya bagi pasangan yang sedang menjalani LDR konsep ini sebagai implementasi Kerjasama atau lebih mengarah pada saling berbagi antar pasangan.
KHITAN PEREMPUAN DALAM FATWA MUI NO. 9A TAHUN 2008 DAN PERMENKES NO. 6 TAHUN 2014 PERSPEKTIF MAQASHID AL-SYARI’AH Erik Sabti Rahmawati; Lukluil Maknun
EGALITA Vol 12, No 2 (2017)
Publisher : Pusat Studi Gender UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (741.977 KB) | DOI: 10.18860/egalita.v12i2.7939

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui landasan-landasan yang mempengaruhi terbitnya fatwa MUI dan PERMENKES, dan (2) menjelaskan khitan perempuan dalam fatwa MUI dan PERMENKES dengan menggunakan tinjauan maqashid al-syari’ah. Penelitian ini berupa literature research (penelitian kepustakaan). Kemudian pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan komparatif dengan tujuan untuk memperoleh persamaan dan perbedaan tentang khitan perempuan dalam Fatwa MUI No.9A Tahun 2008 dan PERMENKES No.6 Tahun 2014. Dalam penelitian ini diperoleh dua hasil penelitian, (1) landasan terbitnya Fatwa MUI No.9A Tahun 2008 ialah untuk menghidupkan sunnah adanya khitan pada perempuan sebagai tanda pemuliaan bagi para perempuan. Sedangkan landasan terbitnya PERMENKES ialah disebabkan oleh adanya fenomena praktek khitan perempuan yang tidak higienis yang cenderung menghilangkan libido perempuan. (2) jika ditinjau menggunakan maqashid al-syari’ah, khitan perempuan dalam fatwa MUI menekankan pada syiar Islam yaitu hifdz al-diin (menjaga agama) dan hifdz al-nafs (menjaga jiwa). Sedangkan khitan perempuan dalam PERMENKES lebih menekankan pada hifdz al-nafs (menjaga jiwa), karena jika pelaksanaan khitan tersebut dengan menghilangkan secara total atau sebagian dari organ kelamin wanita, maka itu akan berdampak buruk pada fisik dan juga psikis seorang perempuan.Kata Kunci: Khitan; Fatwa MUI; PERMENKES; Maqashid Al-Syari’ah.
THE PERSPECTIVE OF ISLAMIC PHILOSOPHY, SUFISM, ISLAMIC JURISPRUDENCE AND JAVANESE TRADITION ON WOMEN Achmad Khudori Soleh; Erik Sabti Rahmawati; Humaida Ghevira Syavia Camila; Ahmad Hidayat Buang
ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam Vol 24, No 1 (2023): Islamic Philosophy & Mysticism
Publisher : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18860/ua.v24i1.20645

Abstract

Islamic philosophy, Sufism, Islamic jurisprudence and Javanese traditions have their views on women. Some regard women as subordinate to men, some groups position women as equal to men, and others accept women as male leaders. This study aims to analyse the views of Islamic philosophy, Sufism, Islamic jurisprudence and Javanese traditions on women. This study is a literature review using qualitative methods. The data source was taken from the literature using primary sources as the main reference. The results indicated that Islamic philosophy represented by al-Fârâbî (870-950) and Sufism by Ibn Arabi (1165-1240) placed women in an equal position with men. Nevertheless, Islamic jurisprudence studies tend to place women below men. Meanwhile, the Javanese tradition encapsulates both views. On the one hand, the Javanese tradition places women as an important part of men, but on the other hand, it places women as men's assets. However, the Javanese tradition can accept women's leadership over men. Regarding this, this study recommends that Islamic philosophy and Sufism's perspectives on women should be socialized more to strengthen a balanced view of the relationship between women and men.