Claim Missing Document
Check
Articles

Pemetaan Kepentingan dan Politik Kekuasaan dalam Kebijakan Pembangunan Kota Baru Lampung Mukhlis, Maulana
Prosiding Seminar Hasil-hasil Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Lampung 2011 2011
Publisher : Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Keywords: Interrest, Power Politics, Public Policy
TRANSFORMASI KELEMBAGAAN KECAMATAN DILEMA ANTARA TUNTUTAN DAN BATAS KEWENANGAN Mukhlis, Maulana
FIAT JUSTISIA Vol 5, No 2: FIAT JUSTISIA
Publisher : Lampung University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Position and authority of the sub-district (head-sub district) underwent a fundamental change since the regional autonomy. Huge demands from society about function in government districts, and community development are not comparable with the authority. Therefore, the formulation of the problem in this research is how the position should be owned by institutional strengthening efforts districts governance? This study aims to determine the capacity (typology) sub-districts, the pattern of organization of districts governance in the middle of the dilemma between the demands of authority boundaries. By measuring the capacity which is owned by the sub-district (budget, authority, infrastructure and human resources) in the administration of sub-district governance so far, can be explained that the problem faced by most sub-districts in Indonesia (or at least in the study area -Mesuji District-) is the narrowness of the V space which shows the capacity owned by the sub-district to be able developing governmental functions, and social development is very marginal. Nevertheless, the majority of people assume that the presence of sub-district is expected to serve in an effort to bring citizens to the state.  This condition was also aggravated by the fact that the regents did not give up the authority of distributive and attributive of its authority to the head of sub-district and sub-district institutions as possible in Article 126 of Law 32/2004. Politically, the reluctance to distribute this authority shows that the delegation of authority to the head of sub-district and sub-district institutions can be expected to threaten the political position of regent. Referrals theory suggests that efforts to reposition sub-district can be done through the (a) functional structuralism, (b) redefinition and categorization playroom convenient for sub-district, (c) strengthening human resources in order to invest long-term leadership and with (d) path social-psychological.
MENAKAR PELUANG MUNCULNYA INOVASI DAERAH PASCA UNDANG-UNDANG 23 TAHUN 2014 (Studi pada Hasil Diklatpim IV Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung) Mukhlis, Maulana
CosmoGov Vol 2, No 1 (2016)
Publisher : Departemen Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (382.708 KB) | DOI: 10.24198/cosmogov.v2i1.11848

Abstract

Lahirnya inovasi daerah sebagaimana diamanatkan oleh UU 23/2014 tentangPemerintahan Daerah salah satunya ditentukan oleh kualitas kepemimpinan.Dalam upaya melahirkan pemimpin yang kuat dan mampu melahirkan inovasi,maka pada seluruh peserta diklat kepemimpinan (pada semua level eselon; I, II, III,dan IV) diharuskan membuat laporan proyek perubahan/inovasi daerah yang telah/akan dilakukan di daerahnya pasca diklatpim. Tujuan penelitian ini adalah untukmengetahui peluang (prospek) munculnya inovasi daerah di Kabupaten PringsewuProvinsi Lampung dari hasil analisis terhadap tigapuluh tiga dokumen proyekperubahan/inovasi daerah dari peserta diklatpim IV tahun 2014. Kajian inimenggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif danmengandalkan data sekunder dalam bentuk dokumen laporan proyek perubahan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun pelaksanaan diklatpim IVpada tahun 2014 di Kabupaten Pringsewu telah menggunakan pola baru denganperubahan kurikulum, penekanan metode pembelajaran pada aspek pengalamanlapangan atau di tempat kerja, serta lahirnya inovasi bagi unit kerja yang telah/akan dilakukan namun hanya terdapat tiga belas dari tigapuluh tiga proyekperubahan yang masuk dalam kategorisasi jenis inovasi. Proyek perubahan yangdihasilkan oleh peserta diklatpim IV masih berkisar pada upaya optimalisasi bukanpengembangan. Kreatifitas yang muncul dari pejabat eselon IV juga masih berkisarpada optimalisasi administratif yang sangat mungkin hal tersebut sudahdiamanatkan dalam aturan teknis yang dikeluarkan pemerintah (pusat). Proyekperubahan dalam Diklatpim IV lebih merupakan kreatifitas individu dalammenjalankan tupoksi di unit kerja sehingga belum merupakan inovasi pimpinansebagai dasar munculnya inovasi di daerah. Tentu terdapat variabel atau faktor lain sebagai ukuran atau dasar menilai porspek (peluang) munculnya inovasi daerah selain pada aspek kepemimpinan melalui penyelenggaraan diklatpim sebagai kasus dalam penelitian ini
MODEL ADVOKASI ORGANISASI MASYARAKAT SIPIL DALAM MENDORONG KEBIJAKAN DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN UPAYA MEWUJUDKAN MASYARAKAT YANG BERKEADILAN Basori, Yana Fajar FY.; Mukhlis, Maulana
Seminar Nasional FISIP Unila 2017: PROSIDING SEMINAR FISIP UNILA 2
Publisher : Seminar Nasional FISIP Unila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1441.671 KB)

Abstract

Fenomena penguasaan dan kepemilikan lahan yang tidak merata telah berkontribusi terhadap penciptaan ketimpangan penguasaan tanah (lahan) dan peningkatan jumlah petani tunakisma (landless), selain menciptakan nir-akses terhadap sumber agraria melawan investor yang ingin menguasai lahan dalam skala luas. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengelolaan sumber-sumber agraria jauh dari semangat dan bahkan menyalahi prinsip UUPA No. 5 tahun 1960. Ketimpangan penguasan lahan, lemahnya sistem administrasi pertanahan seperti penertiban tanah yang terindikasikan terlantar dan kebijakan yang tidak sesuai ketentuan, rendahnya kompetensi publik tentang sistem dan kebijakan agraria, buruknya integritas aparatur dalam tata kelola pertanahan, serta tidak adanya Pengadilan Agraria menjadi pemicu konflik yang semakin menggejala. Sepanjang tahun 2015, tercatat 252 kasus konflik lahan dengan luas areal konflik 400.480 ha, yang melibatkan lebih dari 108.714 keluarga. Mengapa konflik lahan terus berlangsung, mengapa kebijakan distribusi penguasaan lahan menjadi strategis untuk dilakukan, dan bagaimana mewujudkan kebijakan distribusi penguasaan lahan adalah beberapa topik menarik yang melandasi penulisan paper ini. Dengan asumsi bahwa salah satu ukuran keberhasilan melakukan advokasi kebijakan adalah penerapan strategi dalam suatu mode of operation, maka dengan menggunakan metode eksplorasi, paper ini akan menjelaskan hakekat advokasi dari Organisasi Masyarakat Sipil yang dapat dilakukan dalam mendorong kebijakan distribusi penguasaan lahan sebagai upaya mewujudkan masyarakat yang berkeadilan. Kata Kunci : Advokasi, OMS, Kebijakan Distribusi Lahan.
TATA KELOLA PEMERINTAHAN DALAM PENINGKATAN KAPASITAS ADAPTIF/KETAHANAN KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP DAMPAK PERUBAHAN IKLIM Mukhlis, Maulana
JIPSI Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi Vol 6 No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34010/jipsi.v6i2.317

Abstract

Kota Bandar Lampung teridentifikasi sebagai salah satu daerah di Indonesia yang sangat rentan bencana dengan intensitas serta dampaknya ditengarai akan semakin sering dan parah seiring dengan dampak perubahan iklim. Peran Pemerintah Daerah dalam membuat kebijakan dan mengimplementasikan aksi adaptasi/mitigasi merupakan hal penting yang mempengaruhi ketahanan (resilience) baik skala komunitas maupun skala kota untuk menghadapi bencana tersebut. Tujuan riset ini adalah untuk mengevaluasi bagaimana peran dan kebijakan yang telah dijalankan Pemerintah Daerah dalam tata kelola pemerintahan mampu meningkatkan kapasitas adaptif atau ketahanan daerah. Evaluasi terhadap upaya peningkatan kapasitas adaptif (ketahanan daerah) tersebut dianalisis menggunakan pendekatan The Adaptive Capacity Wheel dalam 6 (enam) dimensi yaitu keberagaman, kapasitas pembelajaran, kewenangan untuk berubah, kepemimpinan, sumber daya, serta pemerintahan yang adil dan responsif. Hasil riset menunjukkan bahwa kesadaran Pemkot Bandar Lampung dalam upaya peningkatan ketahanan daerah sudah cukup tinggi dengan dijadikannya perubahan iklim sebagai isu strategis dalam dokumen perencanaan formal serta keberagaman tindakan, baik skala kota maupun skala sektor. Kota ini memiliki kapasitas pembelajaran dengan belajar dari peristiwa bencana yang pernah dialami di masa lalu. Kapasitas kepemimpinan juga mampu mempengaruhi munculnya aksi mulai dari perencanaan strategi, kebijakan, implementasi, dan kemampuan kolaborasi dengan membentuk kelembagaan lokal (khusus terkait dengan perubahan iklim) dengan melibatkan dan mengoptimalkan keragaman sumber daya yang ada. Meskipun belum optimal, keberadaan beberapa aturan daerah yang mengatur kelembagaan hingga bentuk kebijakan yang dihasilkan dalam konteks perubahan iklim juga menjadi bukti adanya indikator pemerintahan yang adil dan responsif. Pada konteks tata kelola pemerintahan dalam upaya peningkatan kapasitas adaptif atau ketahanan terhadap perubahan iklim, Kota Bandar Lampung layak dijadikan contoh best practice bagi daerah lain di Indonesia.
The Actor Domination in the Collaborative Governance in the Lampung Province Central Government Displacement Policy: An Ambivalent Mukhlis, Maulana; Nazsir, Nasrullah; Rahmatunnisa, Mudiyati; Yani Yuningsih, Neneng
Jurnal Ilmiah Peuradeun Vol 6 No 3 (2018): Jurnal Ilmiah Peuradeun
Publisher : SCAD Independent

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (840.359 KB) | DOI: 10.26811/peuradeun.v6i3.272

Abstract

The objective of this article is to explain the ambivalent existence related to actor domination in the collaborative governance. As a precondition for the collaborative governance process, domination is a factor which must be prevented to maintain equality and mutual trust between actors. Therefore, the core question of this article is that is it true that the actor domination has negative effects to the collaboration sustainability? This article was written by using qualitative method. Data were collected with deep interviews, document studies, and literary studies and data were analyzed by using descriptive technique. The case of Lampung province central government displacement in 2004-2016 was made to be a research basis to answer the core question. The research finding showed that actor domination was dilemmatic. The collaboration process was in fact very dependent on the main actor who “control” the collaboration process, both in the planning stage (through Planning Coordination Team) and in implementation stage (through forum of Region Management Agency). This finding was very important because in spite of violating equality between actors, the actor domination in this policy case was beneficial. The inequality which was assumed to produce mutual untruths was not proven. In conclusion, actor domination is an ambivalent; something that must be prevented, but it then becomes a key factor. In what situation this actor domination gives a meaning? This article tries to answer it.
Implikasi Disfungsi Manajemen KPU Kota Palembang terhadap Kinerja Badan Ad Hoc pada Pilkada 2018 Trisnawati, Emi; Hertanto, Hertanto; Mukhlis, Maulana
Jurnal Analisis Sosial Politik Vol 3 No 2 (2019): Jurnal Analisis Sosial Politik
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jasp.v3i2.38

Abstract

Management functions of General Election Commission of Palembang hold an important role in terms of ad hoc electoral body governance. This research is to describe those functions, to explain the performance of ad hoc electoral body, and to analyze the management dysfunctional implications towards the performance of the ad hoc electoral body in Palembang Mayor Election on 2018. By using descriptive-qualitative research method, data and information of this research was collected through interviews and documentation sources. The research results shows that : (1) In terms of ad hoc electoral body governance, there has been a dysfunctional in planning management indicated by the recruitment process which was affected by political interest and personal relation, the lack of supervision and coordination amongst the elements of General Election Commission of Palembang and also with the ad hoc electoral body, (2) the performance of ad hoc electoral body based on personal factor shows low quality of work because of the age factor and also low electoral ability and knowledge, leadership factor was not performed properly, inadequate team factor, system factor also affect the work performance of ad hoc electoral body due to the facility support from the local government that affects their neutrality as contextual/situasional factor, (3) the dysfunctional management of General Election Commission of Palembang in Palembang Mayor Election on 2018 had impacted on the performance of ad hoc electoral body. Manajemen KPU Kota Palembang dalam tata kelola Badan ad hoc berperan penting. Penelitian ini bertujuan mengetahui fungsi manajemen yang dilakukan oleh KPU Kota Palembang dalam tata kelola Badan ad hoc, mengetahui kinerja Badan ad hoc, serta mengetahui implikasi disfungsi manajemen KPU Kota Palembang terhadap kinerja Badan ad hoc pada Pilkada 2018. Metode penelitian ini deksriptif kualitatif, data informasi penelitian diperoleh dari wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan: (1) Manajemen KPU Kota Palembang dalam tata kelola Badan ad hoc pada Pilkada 2018 terjadi disfungsi, dilihat dari fungsi perencanaan pada proses rekrutmen Badan ad hoc masih mengutamakan kepentingan politik dan unsur kedekatan personal, fungsi pengawasan tidak berjalan, serta kurangnya koordinasi antara Sekretariat dengan Komisioner KPU Kota Palembang, dan KPU dengan Badan ad hoc (2) kinerja Badan ad hoc dilihat dari personal factor tidak menghasilkan kualitas kerja yang baik dikarenakan faktor usia, minimnya pengetahuan di bidang kepemiluan, leadership factor tidak berjalan sesuai dengan tupoksinya, team factor kurang maksimal, system factor mempengaruhi kinerja Badan ad hoc dikarenakan sarana dan prasarana masih difasilitasi oleh Pemerintah Daerah, sehingga contextual/situasional factor memicu ketidaknetralan Badan ad hoc dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara pemilu, (3) disfungsi manajemen KPU Kota Palembang berimplikasi pada rendahnya kinerja Badan ad hoc.
Analisis Isu Kebijakan dalam Pengembangan Kelembagaan Pemerintahan (Studi pada Kelembagaan Penyuluh di Kabupaten Pesawaran) Mukhlis, Maulana
Jurnal Analisis Sosial Politik Vol 4 No 2 (2020): Jurnal Analisis Sosial Politik
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jasp.v4i2.57

Abstract

In carrying out government functions, local governments are still faced with limited resources, both institutional and personnel. This paper will answer questions about what public policy issues are developing in government institutions (in this case, the extension agency in Pesawaran District) as well as what alternative policy recommendations should be done to address various policy issues in the future. The choice of government institutions in the agricultural sector (including fisheries and forestry) which is supported by two main arguments is not only one of the obligatory functions of the regional government, but also because this sector has proven to be reliable in facing the economic crisis because of the basic livelihoods of the inhabitants of Pesawaran District. Policy research was chosen as the type of research using the interview method and documentation study to obtain primary and secondary data. The results showed that the strategic issues of the institutions in Pesawaran District in general consisted of seven aspects, namely the institutional aspects of extension workers and farmer groups, the quality aspects of the extension workers, the aspects of farmers, the aspects of cooperation, the aspects of infrastructure, the aspects of the implementation of extension, and the aspects of financing. The directives focus mainly on institutional extension workers with the main program for institutional improvement which is compiled on the basis of three references (sources), namely normative sources, regulatory sources, and participatory sources.
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERIZINAN SISTEM ONLINE SINGLE SUBMISSION (Studi Pada DPMPPTSP Kabupaten Lampung Selatan) Putra, Budi Utomo Jaya; Makhya, Syarief; Mukhlis, Maulana
Jurnal Analisis Sosial Politik Vol 5 No 1 (2021): Jurnal Analisis Sosial Politik
Publisher : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jasp.v5i1.66

Abstract

Online Single Submission (OSS) is a form of application that aims to facilitate investment through the application of an electronically integrated business licensing system. However, in fact, there is a gap between the expected goals and the reality that occurs on the ground. This study aims to analyze the implementation of policies on licensing through the OSS system at the Investment Service and One Stop Integrated Licensing Service (DPMPPTSP) of South Lampung Regency using the theoretical approach of George C. Edwards III. This research uses descriptive research with a qualitative approach design. Based on the research results, it is known that the OSS System Licensing Policy Implementation at DPMPPTSP South Lampung Regency has not been successfully implemented optimally in accordance with the expected objectives, namely to provide convenience in licensing services. The factor that causes the OSS system licensing policy to be unsuccessful in being implemented optimally is the poor communication factor, namely the dimension of information transmission/delivery and the clarity of the information conveyed. Meanwhile, the resources, disposition and structure of the bureaucracy are generally quite good, although there are still things that need to be improved.
KONTRA-FUNDAMENTALISME AGAMA MELALUI PENGUATAN KARAKTER KEBANGSAAN BAGI PARA PELAJAR DI KOTA BANDAR LAMPUNG Mukhlis, Maulana
Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Sakai Sambayan Vol 5 No 3 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian Universitas Lampung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23960/jss.v5i3.312

Abstract

Salah satu tantangan dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah semakin menurunnya kesadaran kebangsaan dan semakin menguatnya komodifikasi agama yang bukan hanya dalam konteks urusan ibadah namun juga merambah pada urusan politik kenegaraan. Implikasi dari kedua isu tersebut adalah semakin tergerusnya ideologi Pancasila pada diri warga negara salah satunya pada kalangan pelajar. Tujuan akhir dari pengabdian ini adalah terbentuknya komunitas “Pelajar Kontra Fundamentalisme” di Kota Bandar Lampung yang tumbuh dari pengetahuan dan kesadaran para pelajar SMA yang diperoleh melalui pendampingan yang tepat dan berkelanjutan. Metode yang dipakai dalam pencapaian tujuan PKM adalah sosialisasi, pendampingan, serta pembinaan sehingga para pelajar memiliki pengetahuan komprehensif tentang kontra fundamentalisme agama dan wawasan kebangsaan sehingga mampu bersikap moderat dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.Obyek dari PKM ini adalah para pelajar SMA di Kota Bandar Lampung sebagai entitas kelompok masyarakat produktif yang berpotensi menjadi penangkal bagi munculnya gerakan fundamentalisme, radikalisme, kekerasan atas nama agama. Hasil pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan secara kuantitatif terbukti telah meningkatkan aspek pemahaman (knowledge) para pelajar sebesar 62,8% dan 98% pada aspek komitmen untuk berperilaku moderat dan bersikap untuk mempertahankan idiologi Pancasila dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.