Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

CANTHARANTHUS ROSEUS LEAF EXTRACT ACCELERATES HEALING OF WOUND WISTAR RAT Anom-Dada, I K.; Berata, I K.; Putra-Manuaba, I. B.; Damriyasa, and I M.
INDONESIAN JOURNAL OF BIOMEDICAL SCIENCES Vol 7 No 1 (2013): IJBS Vol.7 No.1 January-June 2013
Publisher : Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (515.827 KB)

Abstract

Cantharantus roseus (C. roseus) is a medical plant that has been used to treat various diseases. This study was carried to determine C. roseus leaf extract able to acclerate wound healing in Wistar rat. Full skin-tickness round wounds were created on the back of the rats. Wound healing was evaluated after treated with 15% of a mixture of leaf extract of C. roseus and vaseline. The rats were divided into two groups, each group consist of 16 rats. Wound healing was assesed in five and fifteen days after treatment by measuring wound area, wound closure, and counting the new capillary vessel number (angiogenesis). The result of the study indicated that extract of C. roseus leaf accelerates the wound healing in Wistar rat. Coverage rate of wound is faster on treated group than control group (p<0.05). Wound closure and angiogenesis in early wound healing were higher in treated group than control group (p<0.05). These results suggested that the first phase of wound healing was shortened, and the proliferative and maturation phases were advanced by methanol extract of C. roseus leaf. Therefore, it can be concluded that C. roseus could be potential to help in topical management of wound healing.  
Laporan Kasus: Kalkuli Struvite pada Anjing Minipom Betina Dada, Ketut Anom; Dewi, Ida Ayu Adi Diah Kencana
Indonesia Medicus Veterinus Vol 7 (6) 2018
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (571.044 KB)

Abstract

Anjing merupakan salah satu hewan kesayangan yang banyak dipelihara oleh manusia dan memberikan manfaat pada manusia. Kejadian urolithiasis pada anjing betina jarang terjadi sehingga pelaporan kasus kejadiannya pun jarang. Seekor anjing Minipom betina bernama Mini, berwarna cokelat, berumur 3 tahun dengan bobot badan 2,1 kg, mengalami kesulitan buang air kecil. Dari hasil pemeriksaan urinalisis dan USG anjing didiagnosa menderita urolithiasis. Metode penanganan pada kasus ini dengan cystotomy untuk mengeluarkan kalkuli pada kantong kencing. Penutupan pada kantong kencing dilakukan dengan jahitan sederhana menerus dan dibantu dengan pola lembert menerus, dinding abdomen ditutup berturut-turut dari linea alba dengan pola sederhana terputus, jaringan subkutan dijahit dengan pola menerus, serta kulit dijahit sederhana terputus. Perawatan pasca operasi, anjing dikandangkan selama masa pemulihan. Anjing diberikan terapi ciprofloxacin dan asam mefenamat secara oral selama 5 hari. Penggunaan enbatik bubuk pada luka jahitan sebagai pencegah infeksi dan mempercepat proses penutupan luka. Satu minggu pascaoperasi anjing dinyatakan sembuh dengan luka operasi yang sudah kering dan menyatu.
Laporan Kasus : Prolapsus Bola Mata yang Disertai Miasis pada Anjing Shih-Tzu Dada, I Ketut Anom; Erika, Erika; Sudisma, I Gusti Ngurah
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (3) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (341.687 KB)

Abstract

Prolapsus bola mata adalah keluarnya bola mata dari rongga mata. Prolapsus bola mata yang tidak mendapatkan penanganan segera dapat mengakibatkan komplikasi. Hewan kasus adalah seekor anjing rescue ras Shih-Tzu berjenis kelamin jantan, berumur kurang lebih dua tahun, berat badan 2,7 kg. Hewan kasus menujukkan adanya kelainan pada bagian mata dengan kondisi mata bagian kiri mengalami prolapsus disertai miasis yang parah. Hematologi rutin menunjukkan adanya anemia, leukositosis, limfositosis, dan trombositopenia. Anjing diperiksa dalam keadaan lemas, tidak mau makan dan minum, urinasi normal, tetapi terjadi konstipasi. Penanganan dilakukan dengan debridement dan penjahitan pada bagian palpebrae. Perawatan pascaoperasi dilakukan dengan pemberian antibiotika injeksi amoxicilin dan salep neomycin sulphate dan placental extract, pemberian multivitamin dan meloxicam per oral. Setelah empat hari penanganan, anjing kasus mati.
Perbandingan Kecepatan Kesembuhan Luka Insisi yang Diberi Amoksisilin-Deksametason dan Amoksisilin-Asam Mefenamat pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Sastrawan, Ni Kadek Laura; Wardhita, Anak Agung Gde Jaya; Dada, I Ketut Anom; Sudimartini, Luh Made
Indonesia Medicus Veterinus Vol 5 (2) 2016
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1352.297 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kecepatan kesembuhan luka insisi pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan obat deksametason dan asam mefenamat ditinjau dari gambaran makroskopik dan mikroskopik. Tiga puluh ekor tikus putih jantan dengan berat 150-200 gram dibagi menjadi tiga perlakuan, yang diinsisi pada daerah linea alba dengan panjang insisi dua cm dengan kedalaman hingga menembus peritoneum. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pengamatan makroskopik dilakukan setiap hari selama 14 hari. Pada hari ketujuh dan hari ke14, lima ekor tikus dari semua kelompok dieutanasi, kemudian kulit hingga peritoneum lokasi luka insisi dikoleksi untuk pemeriksaan histopatologis. Hasil pemeriksaan makroskopik dianalis secara deskriptif dan pemeriksaan histopatologis dianalisis menggunakan uji Non Parametrik. Hasil pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik menunjukan bahwa tikus perlakuan III memberikan efek kesembuhan luka lebih cepat dibandingkan tikus perlakuan II dan tikus perlakuan I karena efek dari peradangan terjadi lebih sedikit (minimal) dan kerapatan kolagen yang lebih padat.
Laporan Kasus : Penanganan Bedah terhadap Kejadian Endometritis pada Kucing Lokal Sendana, Lois; Wandia, I Nengah; Dada, I Ketut Anom
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (5) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (547.204 KB)

Abstract

Endometritis merupakan suatu kondisi terjadinya radang pada dinding uterus. Penyebabnya dapat berupa mikroorganisme yang masuk melalui organ reproduksi betina pada saat perkawinan atau melahirkan. Seekor kucing datang ke Rumah Sakit Hewan Universitas Udayana dengan keluhan adanya leleran darah dan nanah pada vulva, sudah beberapa kali kawin tetapi tidak bunting, dan nafsu makan baik. Hasil pemeriksaan ultrasonografi menunjukkan adanya penebalan yang terjadi pada dinding uterus dan gambaran anechoic di dalam organ uterus yang mengindikasikan adanya cairan. Penanganannya adalah dengan melakukan pembedahan ovariohisterektomi, yaitu pengangkatan ovarium dan uterus. Premedikasi yang digunakan adalah atropin sulfat sebanyak 0,3 ml secara subkutan. Anestesi yang diberikan adalah kombinasi ketamin sebanyak 0,5 ml dan xylazin sebanyak 0,3 ml secara intravena. Pembedahan dilakukan dengan laparatomi mulai dari kulit hingga peritoneum. Ligasi dilakukan pada proksimal ovarium kanan dan kiri. Bifurkasio uteri ditelusuri untuk mendapatkan kornua uteri, bagian distal diligasi sebanyak dua kali dan pemotongan pada proksimal serviks lalu melakukan kontrol pendarahan. Perawatan pascaoperasi dengan antibiotik berupa amoxicillin sirup sdengan jumlah pemberian 1,5 ml sebanyak 3 kali sehari selama 7 hari dan antiinflamasi berupa dexamethasone tablet dengan jumlah pemberian 0,3 gram sebanyak 2 kali sehari selama 5 hari. Pengobatan topikal, diberikan salep betamethasone valerat dan neomycin sulfate yang memiliki kandungan antiinflamasi dan antibiotik setiap 2 kali sehari selama 5 hari. Benang jahit dibuka pada hari ketujuh dengan kondisi luka yang sudah kering dan kucing mengalami kesembuhan.
Studi Kasus: Fraktur Diafisis Tulang Femur Kanan pada Kucing Persia Rohmandhani, Roby; Wirata, I Wayan; Dada, I Ketut Anom; Sudimartini, Luh Made
Indonesia Medicus Veterinus Vol 8 (1) 2019
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (568.427 KB) | DOI: 10.19087/imv.2019.8.1.62

Abstract

Fraktur femur merupakan rusak atau hilangnya kontinunitas jaringan tulang femur. Fraktur femur bisa terjadi pada kepala, leher femur, trochanter, subtrochanter, diafisis, suprachondillus, condilus, dan bagian distal. Seekor kucing ras persia berumur 3 bulan, bobot badan 2,1 kg dan berjenis kelamin jantan diperiksa di Rumah Sakit Hewan Pendidikan, Fakultas Kedeokteran Hewan, Universitas Udayana dengan keluhan mengalami bengkak, pincang, dan tidak bisa menumpu saat berdiri pada kaki belakang kanan. Secara fisik dan klinis kucing sehat dengan napsu makan dan minum baik, namun kesulitan untuk defekasi dan urinasi. Hasil pemeriksaan radiografi, kucing mengalami fraktur diafisis pada femur kanan dengan bentuk garis patahan transversal dengan prognosis fausta. Kucing ditangani dengan fiksasi internal menggunakan pin intrameduller ukuran 2,0 mm dan pemberian antibiotik amoxicillin, analgesik ibuprofen dan terapi supportif kalsium laktat. Dua minggu pascaoperasi sudah terbentuk kalus pada bagian diaphysis femur yang patah dan kucing sudah bisa berjalan normal.
Sinergi Bioaktivitas Daun Tapakdara (Chatarantus Roseus) dan Pegagan (Centella Asiatica) terhadap Proses Penyembuhan Luka Insisi pada Anjing Kintamani Dada, Ketut Anom; Jayawardhita, Anak Agung Gde
Indonesia Medicus Veterinus Vol 7 (3) 2018
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (235.733 KB) | DOI: 10.19087/imv.2018.7.3.305

Abstract

Obat herbal masih banyak digunakan masyarakat untuk mengobati beberapa penyakit terutama di negara-negara berkembang. Hal ini karena secara budaya mudah diterima dan rendahnya efek samping yang ditimbulkan. Tanaman tapakdara (Cantharantus roseus) dan pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman obat yang terbukti secara empiris dapat digunakan sebagai obat gangguan pada kulit seperti dermatitis, eksim, jerawat, luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sinergi bioaktivitas ekstrak daun tapakdara dan pegagan dalam proses kesembuhan luka. Hewan coba yang digunakan adalah tikus Wistar sebagai model pengganti anjing kintamani yang dibagi menjadi empat perlakuan yang masing-masing terdiri dari 6 ekor. Masing-masing tikus dibuat luka insisi. Perlakuan I sebagai kontrol normal diberikan salep oxytetrasiklin 3% secara topical sebagai plasebo; Perlakuan II diberikan secara topikal ekstrak daun tapakdara konsentrasi 15% dalam vaselin; Perlakuan III diberikan secara topikal ekstrak daun pegagan konsentrasi 15% dalam vaselin; dan Perlakuan IV merupakan perlakuan kombinasi yang diberikan secara topikal ekstrak daun tapakdara dan pegagan. Sebagai tolak ukur proses penyembuhan luka adalah waktu epitelisasi, angiogenesis, perkembangan kolagen pada jaringan serta ephitelisasi. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode Kruskal Wallis, untuk mengetahui perbedaan yang signifikan diuji dengan Mann-Whitney U test. Hasil penelitian berdasarkan pengamatan secara makroskopis menunjukkan bahwa pemberian salep oxytetrasiklin 3% memberikan kesembuhan paling cepat disusul tapakdara, kombinasi tapakdara dengan pegagan, terakhir pegagan. Tetapi secara mikroskopis pengobatan dengan pemberian kombinasi pegagan dan tapakdara memberikan kesembuhan yang hampir sama dengan oxytetrasiklin 3%. Hal ini menujukkan kombinasi ektrak tapakdara dan pegagan dengan konsentrasi 15% dalam vaselin terjadi sinergi dalam proses penyembuhan luka pada tikus Wistar
Respon Analgesia, Sedasia dan Relaksasi Tikus Putih Yang Diberi Ekstrak Biji Kecubung (Datura Metel L.) Intraperitoneal Samuel, Josia; Sudisma, I Gusti Ngurah; Dada, I Ketut Anom
Indonesia Medicus Veterinus Vol 7 (1) 2018
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.211 KB) | DOI: 10.19087/imv.2018.7.1.16

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon analgesia, sedasia dan relaksasi tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi ekstrak biji kecubung (Datura metel L.). Penelitian dilakukan secara eksperimental di Laboratorium Bedah Veteriner dengan pemberian ekstrak biji kecubung dosis 100 mg/kg BB (P1), 150 mg/kg BB (P2), 200 mg/kg BB (P3), 250 mg/kg BB (P4) dan kelompok kontrol (P5) masing-masing diulang sebanyak enam kali untuk observasi adanya respon analgesia dengan penjepitan pada telinga, ekor dan interdigiti tikus putih. Untuk respon sedasia hilangnya koordinasi dan mengantuk/kelincahan menurun. Untuk respon relaksasi hilangnya tonus otot rahang, lidah dan spinkter ani. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap, dengan jumlah sampel 30 ekor tikus putih. Data yang diperoleh dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak biji kecubung berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap respon analgesia dan sedasia namun tidak memberikan respon relaksasi. Waktu rata-rata untuk induksi analgesia antara 5 menit sampai 10 menit dan waktu rata-rata durasi analgesia antara 98,33 menit sampai 179,17 menit. Untuk efek sedasia waktu rata-rata induksi 5 menit dan 20 menit dan durasi antara 14,16 menit dan 176,66 menit.
Studi Kasus : Penanganan Hernia Umbilikalis Pada Babi Duroc Dada, I Ketut Anom; Ananta, Mohammad Gufron
Indonesia Medicus Veterinus Vol 6 (2) 2017
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (430.993 KB)

Abstract

Kasus hernia pada Babi sering terjadi pada peternak tradisional sehingga kurang mendapat perhatian karena kurang pengetahuan dan informasi tentang cara penanganan dan perawatannya. Babi yang menderita hernia tidak mempunyai nilai ekonomis kerena pertumbuhannya sangat terganggu. Dengan Laparotomy yaitu operasi membuka rongga abdomen untuk mereposisi organ visceral yang keluar melalui cincin hernia dan selanjutnya menutup kembali luka yang dibuat saat membuka rongga abdomen dengan tiga lapis jahitan yaitu peritoneum dengan sederhana menerus, subcutan dengan putus sederhana dan kulit dengan putus sederhana pula. Setelah duapuluh satu hari jahitan dilepas Babi dinyatan sembuh lalu dipelihara seperti Babi yang lain yang sekelahiran. Lima bulan kemudian semua Babi di jual sesuai berat badannya masing masing. Ternyata berat babi yang mengalami hernia tidak berbeda jauh dengan yang normal. Pada kasus sebelum dilakukan operasi reposisi berat Babi yang mengalami hernia hanya sengah dari berat Babi yang normal setelah dipelihara selama lima bulan. Dapat disimpulkan bahwa operasi laparotomy untuk reposisi hernia pada Babi secara ekonomis sangat menguntungkan.
Bioaktivitas Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus Roseus) Terhadap Periode Epitelisasi Dalam Proses Penyembuhan Luka Pada Tikus Wistar Puspita Dewi, Ida Ayu Laksmi; Damriyasa, I Made; Anom Dada, I Ketut
Indonesia Medicus Veterinus Vol 2 (1) 2013
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (727.258 KB)

Abstract

Tanaman tapak dara merupakan salah satu sumber obat herbal yang mempunyai khasiat menyembuhkan luka. Secara empiris tanaman ini telah banyak digunakan sebagai obat luka di beberapa negara seperti India. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun tapak dara secara topikal pada tikus terhadap proses kesembuhan luka melalui pengukuran perubahan luas permukaan luka dan periode epitelisasi.Penelitian ini menggunakan tiga puluh dua ekor tikus Wistar jantan. Tikus tersebut dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kelompok kontrol maupun perlakuan sebelumnya dibuat luka iris kemudian diberikan vaselin secara topikal pada kelompok kontrol dan ekstrak daun tapak dara 15% secara topikal pada kelompok perlakuan. Luas permukaan luka kemudian diukur pada hari pertama, kelima dan kelima belas. Periode epitelisasi diukur pada saat luka mulai menutup secara sempurna. Untuk mengetahui perbedaan luas luka dan periode epitelisasi, pada masing-masing kelompok diuji secara statistik dengan ujiT.Dari hasil penelitian yang diperoleh diketahui bahwa pada hari kelima luas permukaan luka tidak berbeda nyata antara tikus kontrol dan tikus perlakuan. Pada hari kelima belas luas permukaan luka tikus perlakuan sangat bermakna lebih kecil dibanding dengan tikus kontrol. Demikian juga periode epitelisasi pada tikus perlakuan sangat bermakna lebih pendek dibandingkan dengan tikus kontrol. Sehingga dapat disimpulkan ekstrak daun tapak dara dapat mempercepat proses periode epitelisasi pada jaringan luka tikus Wistar.