Nurdin, Haizah
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

PULMONOLOGIST’S SATISFACTION WITH THE USE OF I-GEL LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA) FOR BRONCHOSCOPY IN DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR CENTRAL GENERAL HOSPITAL Juliansyah, Juliansyah; Nurdin, Haizah; Arif, Syafri Kamsul; Salam, Syamsul Hilal; Ratnawati, Ratnawati; Palinrungi, Ari Santri
E-Jurnal Medika Udayana Vol 13 No 5 (2024): E-Jurnal Medika Udayana
Publisher : Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/MU.2024.V13.i05.P10

Abstract

Bronchoscopy is a type of endoscope used to examine internal organs in the body. This examination is performed by competent physicians, by examining the bronchi or the branches for diagnostic or therapeutic purposes. The use of the LMA for airway management during Fiberoptic Flexible Bronchoscopy (FFB) was first introduced in 1989 and was described as a safe and favorable tool for airway control during bronchoscopy in both adult and pediatric populations. The advantage of an LMA over an endotracheal tube is that it is equipped with a larger diameter tube, allowing for better visibility and flexibility. The I-gel LMA is the most frequently used type of LMA. This study aimed to determine the satisfaction of pulmonologists with the use of LMA I-gel when performing bronchoscopy in Dr. Wahidin Sudirohusodo Central General Hospital Makassar. The research employed probability sampling with an experimental design, using questionnaires for data collection. There were 36 patients underwent bronchoscopy from June ? December 2023. Demographic data were collected (age, sex, body mass index, and American Society of Anesthesiologists physical status), assessment based on the first successful attempt of fiberoptic insertion with a value of p = 0,06, quality of visualization, flexibility of the scope, size of the fiberoptic that can be used, and limitations of performance during bronchoscopy with a value of p < 0,05. It was found that pulmonologists were satisfied with the use of I-gel LMA during bronchoscopy. However, this result was also influenced by the experience of pulmonologists in performing the procedure. Keywords: Bronchoscopy, LMA I-gel, Satisfaction
Hubungan Neutrophil-Lymphocyte Ratio dengan Kejadian Acute Kidney Injury Pada Pasien Sepsis yang Dirawat di Intensive Care Unit (ICU) Jaelani, Abd Qadir; Arif, Syafri Kamsul; Muchtar, Faisal; Nurdin, Haizah; Salam, Syamsul Hilal; Tanra, Andi Husni
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 41 No 3 (2023): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v41i3.304

Abstract

Latar Belakang: Gagal Ginjal Akut (Acute Kidney Injury/AKI) adalah salah satu komplikasi yang umum dijumpai pada pasien dengan penyakit kritis di unit perawatan intensif (ICU). AKI merupakan komplikasi utama dari sepsis dan syok sepsis. Neutrophil-to-Lymphocyte Ratio (NLR) adalah penanda pengganti untuk respon inflamasi sistemik yang tersedia secara luas dan murah. Studi mengenai nilai diagnostik NLR dalam mendeteksi kejadian AKI masih terbatas dan hanya sedikit diketahui nilai klinis NLR terhadap pasien AKI sepsis. Tujuan: Mengetahui hubungan antara NLR dengan kejadian AKI pada pasien sepsis yang menjalani perawatan di ICU. Subjek dan Metode: Metode kohort retrospektif diaplikasikan dalam penelitian ini terhadap 80 pasien sepsis yang dirawat di ICU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo (RSWS) Makassar sejak Januari 2019 – Desember 2021 yang dibagi dalam 40 sampel kelompok AKI dan 40 sampel non AKI. Sampel dikumpulkan dari data rekam medik pasien selama bulan Juli – September 2022. SPSS 25.0 dipakai untuk mengenalisis data dengan pengujian statistik Mann-Whitney, Chi-Square dengan level signifikansi α=0,05 dan analisis Kurva ROC. Hasil: Ditemukan perbedaan yang signifikan dari nilai NLR dan kadar kreatinin hari pertama dan ketiga pada kelompok AKI dan non-AKI (p<0.001). Terdapat penurunan nilai NLR yang signifikan jika dibandingkan antara hari pertama dan ketiga pada Kelompok AKI dengan nilai p= 0.001. Pada hari pertama dan ketiga terdapat korelasi antara nilai NLR dan kejadian AKI dengan hubungan linier sedang (r=0.577 dan r=0.534, berurutan). Uji ROC Curve dan Youden Index menunjukkan nilai cut off NLR untuk dapat memprediksi AKI yakni 15.15 dengan sensitivitas 70% dan spesifisitas 90%. Simpulan: Nilai NLR yang diukur pada 24 jam saat masuk ICU dapat menjadi prediktor terjadinya AKI sepsis, sehingga dapat dimasukkan dalam pemeriksaan rutin untuk deteksi dini terjadinya AKI sepsis pada penderita sepsis yang menjalani perawatan di ICU.
Uji Diagnostik EuroSCORE II Sebagai Prediktor Mortalitas Pasca Operasi CABG Mochammad Riyadi; Hisbullah; Adil, Andi; Seweng, Arifin; Arif, Syafri K.; Salahuddin, Andi; Nurdin, Haizah
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 1 (2024): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i1.308

Abstract

Latar belakang: Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan prosedur standar yang digunakan dalam menangani kasus penyempitan pembuluh darah koroner. Kemajuan dalam skrining pra operasi dapat menurunkan risiko mortalitas operasi jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara EuroSCORE II terhadap mortalitas pada pasien post operasi CABG. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan retrospektif dengan desain cross-sectional. Penelitian dilakukan pada seluruh pasien yang menjalani operasi CABG yang dirawat di ICU Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mulai Januari 2017 - Juni 2022. Pasien dikelompokkan menjadi survive dan non survive. EuroSCORE II dihitung dengan kalkulator online aplikasi EusroSCORE II. Hasil: Prevalensi mortalitas pasien post operasi CABG sebesar 16%. Rerata EuroSCORE II pasien post operasi CABG non survive sebesar 3,87 ± 2,65 lebih besar dibandingkan pasien survive sebesar 0,89 ± 0,37. EuroSCORE II menjadi prediktor mortalitas yang baik pada pasien post operasi CABG. EuroSCORE II mempunyai diskriminasi yang baik dan kalibrasi yang baik dengan diperoleh cut-off sebesar 1,30% dengan sensitivitas 100% dan spesifisitas 91,4%. Penyebab mortalitas pasien post operasi CABG meliputi syok hipovolemik, syok kardiogenik dan syok sepsis dimana penyebab kematian terbesar adalah syok kardiogenik Simpulan: EuroSCORE II menjadi prediksi mortalitas yang baik pada pasien post operasi CABG.
Hubungan Konsentrasi Levobupivakain Isobarik 0,0625%, 0,125%, dan 0,25% pada Blok Fascia Iliaca Terhadap Skor Nyeri dan Rescue Analgesia Satya Nugraha, Eva; Salahuddin, Andi; Datu, Madonna Damayanthie; Gaus, Syafruddin; Ratnawati; Nurdin, Haizah
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 42 No 3 (2024): Oktober
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v42i3.357

Abstract

Latar Belakang: Fraktur femur terbuka dapat ditangani dengan tindakan Open Reduction Internal Fixation (ORIF). Dibutuhkan analgesia yang adekuat pada periode pascabedah untuk efektivitas rehabilitasi dan mencegah komplikasi. Intervensi blok kompartemen fascia iliaca dapat dilakukan untuk manajemen nyeri pascabedah pada pasien operasi ORIF femur. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan konsentrasi obat levobupivakain isobarik 0,0625%, 0,125% dan 0,25% pada blok fascia iliaca terhadap skor nyeri dan kebutuhan rescue analgesia pascabedah. Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental, dengan rancangan acak tersamar ganda pada pasien ortopedi yang menjalani ORIF dengan metode consecutive sampling. Data yang diambil adalah skor nyeri pascabedah pada jam ke-4, 8, 12 dan 24 setelah blok fascia iliaca dengan menggunakan Numeric Rating Scale (NRS), serta jumlah kejadian pemberian rescue analgesia dalam 24 jam pascabedah. Uji normalitas data menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov. Hasil: Pada 4 jam setelah tindakan blok fascia iliaca tidak ditemukan perbedaan pada ketiga kelompok. Terdapat perbedaan NRS yang signifikan pada jam ke 8 dengan nilai p= 0,037, serta pada jam ke-12 dan 24 jika dibandingkan pada ketiga jenis konsentrasi levobupivakain dengan nilai p < 0,001. Tidak terdapat perbedaan jumlah kejadian rescue analgesia yang signifikan jika dibandingkan pada ketiga jenis konsentrasi levobupivakain dengan nilai p = 0,111. Simpulan: Blok fascia iliaca dapat digunakan sebagai salah satu manajemen analgesia multimodal pada ORIF femur. Skor nyeri dan kebutuhan rescue analgesia lebih rendah pada kelompok levobupivakain 0,125% dan 0,25% dibandingkan 0,0625%.
Capillary Leak Syndrome pada Pasien Sakit Kritis Nurdin, Haizah; Prasetyadhi, Jokevin
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 1 (2025): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i1.408

Abstract

Capillary leak syndrome (CLS) merupakan sindrom gangguan homeostasis cairan yang sering ditemukan pada penyakit kritis. Insiden sebenarnya dari sindrom kebocoran kapiler masih belum diketahui. Ciri utama CLS adalah permeabilitas kapiler yang mengakibatkan perpindahan cairan dan penurunan tekanan onkotik koloid. Tanda klinis CLS dapat mencakup ketidakstabilan hemodinamik, hipovolemia intravaskular, dan edema generalisata. Evaluasi kadar cairan ekstraseluler invasif dan non-invasif, penanda serum dan sistem penilaian CLS, indeks kebocoran pembuluh darah, dan mikroskop intravital dapat digunakan untuk mendiagnosis CLS. Penatalaksanaan CLS saat ini bertujuan untuk memperpendek durasi kebocoran kapiler, meningkatkan tingkat keberhasilan resusitasi, dan menghilangkan faktor predisposisi penyebab penyakit utama. Terapi CLS mencakup bantuan pernapasan, terapi cairan, peningkatan permeabilitas kapiler, continuous blood purification, menjaga endothelial surface layer (ESL), serta terapi eksperimental untuk stabilisasi endotel.
Pengaruh Amlodipin sebagai Adjuvan Analgetik terhadap Kadar IL-6, Konsumsi Opioid, dan Skor Nyeri Pascabedah pada Operasi Timpanomastoidektomi Hasmirah; Wirawan, Nur Surya; Datu, Madonna D.; Bahar, Burhanuddin; Tanra, Andi Husni; Nurdin, Haizah; Irwan, Andi Alamsyah
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 43 No 2 (2025): Juni
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55497/majanestcricar.v43i2.383

Abstract

Latar Belakang: Opioid merupakan agen antinosiseptif yang paling efektif untuk mengatasi nyeri pascabedah, tetatpi penggunaannya dapat menimbulkan efek samping. Adjuvan diberikan untuk meningkatkan efek analgetik dan meminimalkan konsumsi opioid sehingga mengurangi efek samping opioid. Penghambat kanal kalsium (CCB) seperti amlodipin dapat digunakan sebagai adjuvan karena dapat mengurangi sinyal nyeri dengan cara yang berbeda dari opioid. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh amlodipin terhadap kadar IL-6, konsumsi opioid, dan skor nyeri setelah operasi timpanomastoidektomi. Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal yang dilakukan di RSUP Wahidin Sudirohusodo, RS Universitas Hasanuddin, dan rumah sakit jejaringnya. Sampel terdiri dari pasien yang menjalani operasi timpanomastoidektomi, yang dibagi secara acak menjadi dua kelompok: kelompok I (amlodipin) dan kelompok II (plasebo). Data yang dicatat meliputi konsumsi opioid, efek samping pascaoperasi, kadar IL-6, tekanan darah, denyut nadi, dan nyeri. Hasil: TTerdapat perbedaan signifikan pada skor VAS 6 jam setelah operasi, dengan skor lebih rendah di kelompok I. Tidak ada pasien yang membutuhkan opioid tambahan. Rerata tekanan arteri juga berbeda bermakna, lebih rendah pada kelompok I selama periode pengamatan. Kadar IL-6 lebih tinggi di kelompok II pada 6 dan 24 jam pascaoperasi. Terdapat perbedaan signifikan antara kelompok pada perubahan kadar IL-6 dari T6 ke T24 dan dari T0 ke T24. Ditemukan korelasi lemah antara kadar IL-6 dan skor VAS pada 6 dan 24 jam, dengan nilai r masing-masing 0,373 dan 0,401. Simpulan: Amlodipin dapat digunakan sebagai adjuvan analgetik karena dapat menurunkan skor nyeri pascabedah dan konsumsi opioid.