Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Perawatan Luka Modern Pada Pasien Diabetes Mellitus Wulan, Sarinah Sri; Saputra, Muhammad Khalid Fredy; Marliyana, Marliyana
SWARNA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol. 3 No. 2 (2024): SWARNA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Februari 2024
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi 45 Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55681/swarna.v3i2.1181

Abstract

Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian (Partial Thickness) atau keseluruhannya (Full Thickness) pada daerah kulit yang meluas kejaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM). Apabila ulkus kaki berlangsung lama, tidak dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, maka luka akan menjadi terinfeksi. Modern wound dressing merupakan teknik perawatan luka yang banyak dipakai. Teknik ini fokus pada prinsip ‘moist’ sehingga jaringan luka mengalami kesempatan untuk berproliferasi melakukan siklus perbaikan sel dengan baik. Tujuan pelaksanaan pengabdian ini adalah memberikan perawatan luka pada pasien dengan ulkus diabetikum untuk mencegah luka infeksi dan memperbaiki jaringan luka yang rusak. Metode perawatan luka ini yaitu dengan pendekatan proses keperawatan (Pengkajian, masalah keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi), praktik perawatan luka langsung dengan menggunakan prinsip moisture balance. Setelah 17 kali perawatan dengan waktu (40 hari) luka mulai tumbuh jaringan parut, diameter mengecil dari 15 cm hingga 6 cm, perawatan luka harus dibarengi dengan kontrol gula darah yang baik. Perawatan Luka dengan ulkus diabetikum menggunakan konsep lembab, dimaksimalkan dengan serum TTO dan salep trebee yang membantu perkembangan granulasi dengan cepat. Modern wound dressing merupakan teknik perawatan luka yang baik dan dapat membantu dalam proses penyembuhan luka ulkus diabetikum.
Efektivitas pemberian lidah buaya terhadap pertumbuhan jaringan luka pada pasien diabetes melitus Wulan, Sarinah Sri; Saputra, M.Khalid Fredy; Muhammad, Fadil
JOURNAL OF Qualitative Health Research & Case Studies Reports Vol 4 No 1 (2024): July Edition 2024
Publisher : Published by: Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerjasama dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/quilt.v4i1.457

Abstract

Background: Diabetes mellitus is a disease or metabolic disorder characterized by high levels of sugar in the blood. Diabetes can cause heart attacks, strokes, and severe foot infections or ulcers. Non-pharmacological treatment can be done using aloe vera which contains growth hormone which plays a role in the healing process of diabetic wounds. Purpose: To determine the effectiveness of providing treatment to diabetes melitus sufferers using aloe vera on the growth of wound tissue. Method: Qualitative descriptive research with a case study approach to nursing care, which includes assessment, nursing diagnosis, planning, implementation and evaluation. The subjects of this research were two people suffering from diabetes melitus who had diabetic wounds. The wound care intervention was carried out 7 times over 14 days with meetings lasting >30-50 minutes. Data were collected by observing diabetes melitus wounds before and after administering aloe vera. Results: Before being given aloe vera intervention on the first day subject 1 with a score of 45, subject 2 with a score of 46 measured by Bates Jensen, the wound was still approaching wound degeneration, but after being given 7 treatments for 14 days the wound on subject 1 had a score of 18, subject 2 with a score of 19, which means the wound experienced fairly good wound regeneration. Conclusion: Administration of aloe vera has been proven to be effective in healing and growing wound tissue in diabetes melitus patients. Suggestion: Wound treatment with aloe vera can be used as an alternative for wound care at home and combined with proper diet management in an effort to control blood sugar   Keywords : Aloe Vera; Diabetes Melitus; Wound Healing.   Pendahuluan: Diabetes melitus merupakan suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah. Diabetes dapat mengakibatkan serangan jantung, stroke, dan infeksi kaki atau luka ulkus yang berat. Pengobatan secara non farmakologi dapat dilakukan dengan menggunakan lidah buaya yang mengandung hormon pertumbuhan yang berperan dalam proses penyembuhan luka diabetes. Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas pemberian perawatan pada penderita diabetes melitus menggunakan lidah buaya terhadap pertumbuhan jaringan luka. Metode: Penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus asuhan keperawatan, yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. subjek penelitian ini adalah dua orang yang menderita diabetes melitus yang memiliki luka diabetes. Intervensi pelaksanaan perawatan luka dilakukan sebanyak 7 kali selama 14 hari dengan pertemuan selama >30-50 menit. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi terhadap luka diabetes melitus sebelum dan sesudah dilakukan pemberian lidah buaya. Hasil: Sebelum diberikan intervensi lidah buaya pada pada hari pertama subjek 1 dengan skor 45, subjek 2 dengan skor 46 diukur dengan Bates Jensen, luka masih mendekati wound degeneration, namun setelah diberikan 7 kali perawatan selama 14 hari luka pada subjek 1 dengan skor 18, subjek 2 dengan skor 19 yang artinya luka mengalami wound regeneration yang cukup baik. Simpulan: Pemberian lidah buaya terbukti efektif dalam penyembuhan dan pertumbuhan jaringan luka pada pasien diabetes melitus. Saran: Perawatan luka dengan pemberian lidah buaya bisa dijadikan alternatif perawatan luka di rumah dan ditambah dengan pengaturan diit yang tepat dalam upaya mengontrol gula darah.   Kata Kunci : Diabetes Melitus; Lidah Buaya; Penyembuhan Luka.
Edukasi kesehatan tentang perawatan luka episiotomi pada ibu postpartum di BPS Bd. Yuliati Gisting Tanggamus Fitri, Feni Elda; Yunitasari, Eva; Wulan, Sarinah Sri
JOURNAL OF Qualitative Health Research & Case Studies Reports Vol 4 No 1 (2024): July Edition 2024
Publisher : Published by: Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerjasama dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/quilt.v4i1.466

Abstract

Background: An episiotomy is an incision made in the perineum before delivery, with the aim of widening the baby's birth canal so that delivery is easier. Perineal care is an effort to meet the health needs of the area between the thighs which is limited by the vulva and anus in postpartum mothers, during the period between the birth of the placenta until the genital organs return to their pre-pregnancy condition. Wounds caused by episiotomy or lacerations take six to seven days to heal. The process of cleaning the perineal area can be done with a thorough inspection of the perineum. Purpose: To provide health education about episiotomy wound care to postpartum mothers. Method: This research is a qualitative descriptive study with a case study design conducted on two patients with the same medical diagnosis, namely health education on episiotomy care for postpartum mothers. This research uses a nursing process approach with five stages, including assessment, diagnosis, intervention, implementation and evaluation. The focus of this case study is health education on episiotomy wound care for postpartum mothers carried out at BPS Bd. Yuliati Gisting Tanggamus which starts from January-June 2023. Results: The nursing diagnosis states there is no difference between case I and case II. Cases I and II experienced a knowledge deficit, did not know the source of information, did not know enough about how to care for suture wounds on the perineum, did not receive an explanation from the midwife regarding caring for the perineum after giving birth, and did not look for information on the internet about care after giving birth. Conclusion: The results of the evaluation of the two participants after providing health education about episiotomy wound care found different results. Case I's knowledge deficit problem was partially resolved, and client II's knowledge deficit problem was completely resolved. Suggestion: Health services are expected to ensure that the patient's family is satisfied with health services, and can provide complete and good facilities and infrastructure.   Keywords: Episiotomy Wound; Health Education; Postpartum.   Pendahuluan: Episiotomi adalah sayatan yang dilakukan pada perineum sebelum proses melahirkan, dengan tujuan untuk memperlebar jalan lahir bayi agar persalinan menjadi lebih mudah. Perawatan perineum adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan kesehatan pada area antara paha yang dibatasi oleh vulva dan anus pada ibu pasca melahirkan, selama periode antara kelahiran plasenta hingga organ genital kembali ke kondisi seperti sebelum kehamilan. Luka yang disebabkan oleh episiotomi atau laserasi membutuhkan waktu enam hingga tujuh hari untuk sembuh. Proses membersihkan area perineum dapat dilakukan dengan inspeksi perineum yang menyeluruh. Tujuan: Untuk memberikan edukasi kesehatan tentang perawatan luka episiotomi kepada ibu postpartum. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan rancangan studi kasus yang dilakukan pada dua orang pasien dengan diagnosis medis yang sama yaitu pendidikan kesehatan perawatan episiotomi pada ibu Postpartum. Penelitian ini menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan lima tahapan, diantaranya yaitu pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Fokus studi kasus ini adalah edukasi kesehatan perawatan luka episiotomi pada ibu postpartum yang dilakukan di BPS Bd. Yuliati Gisting Tanggamus yang dimulai dari bulan Januari-Juni 2023. Hasil: Diagnosa keperawatan menyatakan tidak ada perbedaan antara kasus I dan kasus II. Kasus I dan II mengalami defisit pengetahuan, tidak mengenal sumber informasi, kurang mengetahui tentang cara perawatan luka jahitan pada perineum, belum mendapatkan penjelasan dari bidan mengenai perawatan perineum setelah melahirkan, dan tidak mencari informasi di internet mengenai perawatan setelah melahirkan. Simpulan: Hasil evaluasi kedua partisipan setelah pemberian edukasi kesehatan tentang perawatan luka episiotomi ditemukan hasil yang berbeda. Masalah defisit pengetahuan kasus I teratasi sebagian, dan masalah defisit pengetahuan klien II teratasi sepenuhnya. Saran: Pelayanan kesehatan diharapkan dapat memastikan bahwa keluarga pasien puas terhadap pelayanan kesehatan, dan dapat menyediakan sarana dan prasarana yang lengkap dan baik.   Kata Kunci: Edukasi Kesehatan; Luka Episiotomi; Postpartum.
Psikoedukasi untuk menurunkan kecemasan pada keluarga dan pasien dengan diabetes melitus Ikhwanudin, Ikhwanudin; Wulan, Sarinah Sri; Nuridah, Nuridah
JOURNAL OF Qualitative Health Research & Case Studies Reports Vol 4 No 1 (2024): July Edition 2024
Publisher : Published by: Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerjasama dengan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/quilt.v4i1.468

Abstract

Background: Anxiety in diabetes mellitus patients due to chronic pain and impaired physical activity makes families feel the impact of the same problems in the process of treating diabetes mellitus patients. The anxiety that arises in the family is caused by the caregiver's concern about meeting the patient's main needs in carrying out daily physical activities. Purpose: To find out the description of families in caring for family members who suffer from diabetes mellitus and to know the benefits of psychoeducation as therapy to support the learning process about caring for chronic disease sufferers at home in reducing the burden and level of anxiety in families and diabetes mellitus patients. Methods: Qualitative research with a case study approach conducted on families and patients experiencing diabetes mellitus concerns. The research was carried out in Bernung, Pesawaran Regency in September 2023. The intervention was carried out directly once a week with a total of 6 sessions and held in 5 meetings. Results: Before providing psychoeducation, the results of the Self-Reported Question (SRQ) were obtained with a score of 9. This shows that the family experienced stress in caring for the patient, therefore deep breathing relaxation techniques and stress management as well as five finger hypnosis were given to the patient's family. After being given family psychoeducation for 5 meetings and measuring anxiety levels again using the CANSAS questionnaire, it was found that the family's anxiety level had decreased. Conclusion: There was a decrease in family anxiety before and after family psychoeducation was carried out. Suggestion: Implementing psychoeducation in families who care for patients with chronic illnesses can change the coping mechanisms that exist in the family, so that it can be used as a support for the learning process about caring for diabetes mellitus sufferers at home with the aim of caregivers feeling less anxious than before.   Keywords: Anxiety; Family Psychoeducation; Hypertension.   Pendahuluan: Kecemasan pada pasien diabetes melitus akibat ada nyeri kronik dan gangguan aktivitas fisik membuat keluarga merasakan dampak masalah yang sama dalam proses perawatan pasien diabetes melitus. Kecemasan yang muncul pada keluarga diakibatkan oleh adanya perasaan khawatir pada caregiver dalam memenuhi kebutuhan utama pasien dalam menjalankan aktivitas fisik sehari-hari. Tujuan:.Untuk mengetahui gambaran keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita diabetes melitus dan mengetahui manfaat psikoedukasi sebagai terapi pendukung proses belajar tentang perawatan penderita penyakit kronis di rumah dalam menurunkan beban dan tingkat kecemasan pada keluarga dan pasien diabetes melitus. Metode: Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang dilakukan pada keluarga dan pasien yang mengalami kecemasan diabetes melitus. Penelitian dilaksanakan di Bernung Kabupaten Pesawaran pada bulan September 2023. Intervensi dilakukan secara langsung selama 1x per minggu dengan total 6 sesi dan dilakukan sebanyak 5 kali pertemuan. Hasil: Sebelum pemberian psikoedukasi hasil Self-Reported Question (SRQ) diperoleh nilai 9. Hal ini menunjukan bahwa keluarga mengalami stress dalam merawat pasien, oleh karena itu diberikan teknik relaksasi nafas dalam dan manajemen stress serta hypnosis lima jari kepada keluarga pasien. Setelah diberikan psikoedukasi keluarga selama 5x pertemuan dan dilakukan kembali pengukuran tingkat kecemasan menggunakan kuesioner CANSAS diperoleh bahwa tingkat kecemasan keluarga menurun. Simpulan: Adanya penurunan kecemasan keluarga sebelum dan setelah dilakukan psikoedukasi keluarga. Saran: Pelaksanaan psikoedukasi pada keluarga yang merawat pasien dengan penyakit kronis dapat merubah mekanisme koping yang ada pada keluarga, sehingga dapat dijadikan pendukung proses belajar tentang perawatan penderita penyakit diabetes melitus di rumah dengan tujuan Caregiver yang merasakan kecemasan dapat berkurang dari sebelumnya.   Kata kunci: Diabetes Melitus; Kecemasan; Psikoedukasi Keluarga.
Penyuluhan kesehatan tentang penyakit demam berdarah Saraswati, Ika; Wulan, Sarinah Sri
JOURNAL OF Public Health Concerns Vol. 1 No. 2 (2021): Penanganan dan Perawatan Penyakit Asma
Publisher : Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerja sama dengan: Unit Penelitian dan Pengabdian Kep Akademi Keperawatan Baitul Hikmah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/phc.v1i2.46

Abstract

Pendahuluan: Virus Dengue ditemukan di daerah tropik dan sub tropik kebanyakan di wilayah perkotaan dan pinggiran kota di dunia ini Penyakit DBD pertama kali dikenal di Filipina pada tahun 1953. Sedangkan kasus DBD di Indonesia pertama kali ditemukan di Surabaya pada tahun 1968 dengan jumlah kasus sebanyak 58 penduduk. Hingga pada tahun 2009 terjadi peningkatan jumlah provinsi dan kota yang endemis DBD, dari dua provinsi dan dua kota menjadi 32 provinsi dan 382 kota dengan jumlah kasus 158.912 penduduk. Hal ini disebabkan oleh perubahan iklim dan rendahnya kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan. Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus 68.407 tahun 2017 mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak 204.171 kasus. Sedangkan perbandingan kasus kematian pada tahun 2017  berjumlah 493 kasus jika dibandingkan tahun 2016 berjumlah 1.598 kasus, kasus ini mengalami penurunan hampir 3 kali lipat. Tujuan: Agar masyrakat menegetahui tentang penyakit demam berdarah. Metode: Pembuatan pre planing, persiapan leaflet dan lembar balik untuk pelaksanaan kegiatan penyuluhan. Kegiatan penyuluhan kesehatan ini menggunakan media lembar balik yang digunakan sebagai sarana dalam mempresentasikan materi dan leaflet yang dapat dibaca dan dibawa pulang untuk oleh peserta penyuluhan. Sigmomanometer untuk mengukur tekanan darah peserta, masker dan hand sainitaizer. Hasil: Setelah diberikan penyuluhan kesehatan, lalu dilakukan evaluasi melalui sesi Tanya jawab dengan peserta. Terdapat 3 peserta yang bertanya pada penyuluhan tersebut dan 2 peserta lainnya diberikan pertanyaan oleh penyuluh. Semua peserta dapat memahami, dan menjelaskan sesuai yang telah disampaikan pada saat penyampaian materi.
Pendidikan kesehatan perawatan tali pusat di posyandu wilayah kerja Puskesmas Gedong Air Bandar Lampung Nurhayati, Nurhayati; Suharti, Sri; Wulan, Sarinah Sri; Ikhwanudin, Ikhwanudin
JOURNAL OF Public Health Concerns Vol. 4 No. 2 (2024): JOURNAL OF Public Health Concerns
Publisher : Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerja sama dengan: Unit Penelitian dan Pengabdian Kep Akademi Keperawatan Baitul Hikmah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/phc.v4i2.455

Abstract

Background: The highest cause of neonatal death is neonatal tetanus infection, one of which is caused by improper umbilical cord care. By conducting health education on umbilical cord wound care, it will reduce the risk of umbilical cord infection cases in newborns. The incidence of umbilical cord infection is around 23% to 91% of umbilical cords that are not properly cared for will be infected by staphylococcus Aureus bacteria in the first 72 hours after birth. Purpose: To determine the knowledge of mothers about the implementation of umbilical cord care at the Integrated Health Service Post (Posyandu) in the working area of ​​the Gedong Air Health Center, Bandar Lampung. The target of this health education is mothers who have newborns in the working area of ​​the Gedong Air Health Center, Bandar Lampung City. Method: Health education is carried out using the lecture method and demonstration of how to care for umbilical cord wounds to prevent infection. A total of 40 participants took part in this activity. Apart from the participants, it was also attended by students, supervising lecturers, and the Gedong Air Health Center. Results: From the questionnaire data, it was found that the mothers' knowledge about umbilical cord care was mostly good, namely 26 (65.0%) and less good, namely 14 (35.0%). Conclusion: Community service in the form of health education can increase mothers' knowledge about umbilical cord care to prevent infection and is more effective for mothers who are about to/are facing childbirth. Keywords: Health Education; Health Knowledge; Umbilical Cord Care Pendahuluan: Penyebab kematian neonatal yang tertinggi adalah infeksi tetanus neonaturum, yang salah satunya disebabkan karena perawatan tali pusat yang tidak benar. Dengan dilakuakn pendidikan kesehatan tentang perawatan luka tali pusat akan mengurangi resiko terjadinya kasus infeksi tali pusat pada bayi baru lahir. Kejadian infeksi tali pusat yaitu sekitar 23% sampai 91% tali pusat yang tidak dirawat dengan baik akan terinfeksi oleh kuman staphylococcus Aureus pada 72 jam pertama setelah kelahiran.    Tujuan: Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang pelaksanaan perawatan tali pusat di Posyandu wilayah kerja puskesmas Gedong Air Bandar Lampung. Sasaran pendidikan kesehatan ini adalah ibu yang memiliki bayi baru lahir di wilayah kerja puskesmas Gedong air, Kota Bandar Lampung. Metode: Pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan metode ceramah dan demonstrasi cara perawatan luka tali pusat agar tidak terjadi infeksi. Sebanyak 40 peserta mengikuti kegiatan ini. Selain dari peserta juga dihadiri oleh mahasiswa, dosen pembimbing, dan pihak Puskesmas Gedong Air.  Hasil: Dari data kuesioner mendapatkan gambaran pengetahuan ibu tentang perawatan tali pusat sebagian besar pengetahuan ibu adalah baik yakni sebesar 26 (65.0%) dan kurang baik yakni sebesar 14(35.0%). Simpulan: Pengabdian kepada masyarakat berupa penyuluhan kesehatan dapat meningkatkan pengetahuan ibu tentang perawatan tali pusat agar tidak terjadi infeksi dan lebih efektif kepada ibu-ibu yang akan/sedang menghadapi persalinan.
Gambaran perubahan berat badan pada akseptor KB suntik 3 bulan di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Kota Bandar Lampung Nurhayati, Nurhayati; Fitri, Feni Elda; Wulan, Sarinah Sri; Rahayu, Ajeng
JOURNAL OF Public Health Concerns Vol. 5 No. 1 (2025): JOURNAL OF Public Health Concerns
Publisher : Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerja sama dengan: Unit Penelitian dan Pengabdian Kep Akademi Keperawatan Baitul Hikmah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/phc.v5i1.469

Abstract

Background: 3-month birth control injection is a contraceptive device containing hormones such as DMPA (Depo medroxyprogesterone acetate) and NET-EN which are injected intramuscularly (IM) into the buttocks area of ​​women once every 3 months. The most common side effect felt by users of 3-month birth control injections is weight changes. Weight changes can be influenced by the presence of the hormone Depo Medroxyprogesterone acetate (DMPA) which can stimulate the appetite control center in the hypothalamus, causing acceptors to experience an increase in appetite from usual. Purpose: To determine the description of weight changes in acceptors of 3-month birth control injections. Method: Descriptive research to see the description of weight changes for users of 3-month birth control injections. The description of weight changes is not by comparing or connecting the independent variables with other factors. The population is users of 3-month birth control injections at the Kemiling Inpatient Health Center, Bandar Lampung and using the total sampling technique, 30 people were selected as respondents. The inclusion criteria were willingness to be a respondent, using 3-monthly contraceptive injections, and duration of contraceptive injection use ≥1 year. Results: Most of the respondents' employment status was as housewives, namely 28 (93.4%). All respondents had a regular diet, namely 30 (100.0%). The majority of respondents' blood pressure was in Pre-hypertension 120-139 mmHg, namely 14 (46.7%). Most respondents experienced changes in weight gain, namely 29 (96.7%). The majority of respondents had used contraceptive injections for 4-6 years, namely 15 (50.0%) and the history of the type of contraception used by respondents previously was mostly contraceptive injections, namely 26 (86.6%). Conclusion: Weight gain for users of 3-month contraceptive injections is influenced by age, employment status, duration of contraceptive injection use, and regularity of diet. The more dominant factors influencing weight gain for users of 3-month contraceptive injections are employment status and regularity of diet. Suggestion: To be an additional reference for the development of knowledge and increasing public understanding about the relationship between types of contraception and the description of weight changes in 3-month injectable contraceptive acceptors so that they can maintain a healthy quality of life by doing physical activities, improving diet, and choosing the right contraception. Keywords: 3-month injectable contraceptives; KB acceptors; Weight changes Pendahuluan: Suntik KB 3 bulan yaitu alat kontrasepsi yang berisikan hormonal seperti DMPA (Depo medroxyprogesterone acetat) dan NET-EN yang disuntikan secara intramuscular (IM) pada area bokong wanita dalam 3 bulan sekali. Efek samping terbanyak yang dirasakan dari akseptor KB suntik 3 bulan yaitu, perubahan berat badan. Perubahan berat badan dapat dipengaruhi karena adanya hormon Depo Medroxyprogesterone acetat (DMPA) yang dapat merangsang pusat pengendalian nafsu makan di hipothalamus sehingga menyebabkan akseptor mengalami peningkatan nafsu makan dari biasanya. Tujuan: Untuk mengetahui gambaran perubahan berat badan pada akseptor KB suntuk 3 bulan. Metode: Penelitian deskriptif untuk melihat gambaran perubahan berat badan bagi pengguna KB suntik 3 bulan. Gambaran perubahan berat badan tidak dengan membandingkan atau menghubungkan variable independennya dengan faktor lain. Populasinya adalah pengguna KB suntik 3 bulan di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Bandar Lampung dan dengan teknik total sampling mendapatkan sebanyak 30 orang menjadi responden. Kriteria inklusinya adalah bersedia menjadi responden, menggunakan KB suntik 3 bulan, dan lama pemakaian KB suntik ≥1 tahun Hasil: Sebagian besar status pekerjaan responden adalah sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 28 (93.4%). Seluruh responden memiliki pola makan yang teratur yaitu sebanyak 30 (100.0%)  Mayoritas tekanan darah responden pada Pre-hipertensi 120-139 mmHg yaitu sebanyak 14 (46.7%). Sebagian besar responden mengalami perubahan kenaikan berat badan yaitu sebanyak 29 (96.7%). Mayoritas responden sudah menggunakan KB suntik selama 4-6 tahun yaitu sebanyak 15 (50.0%) dan riwayat jenis KB yang digunakan responden sebelumnya adalah sebagian besar adalah KB suntik yaitu sebanyak 26 (86.6%). Simpulan: Kenaikan berat badan bagi pengguna KB suntik 3 bulan dipengaruhi oleh faktor usia, status pekerjaan, lamanya penggunaan KB suntik, dan keteraturan pola makan. Faktor yang lebih dominan mempengaruhi kenaikan berat badan bagi akseptor KB suntik 3 bulan adalah status pekerjaan dan keteraturan pola makan. Saran: Menjadi referensi tambahan untuk pengembangan pengetahuan dan peningkatan pemahaman kepada masyarakat tentang hubungan jenis kontrasepsi dan gambaran perubahan berat badan pada akseptor KB suntik 3 bulan sehingga dapat menjaga kualitas hidup sehat dengan melakukan aktifitas fisik, memperbaiki pola makan, dan memilih kontrasepsi yang tepat.
Penerapan senam egrenomik terhadap tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi Wulan, Sarinah Sri; Khomsah, Ida Yatun
JOURNAL OF Tropical Medicine Issues Vol. 2 No. 1 (2024): Edisi Desember 2024
Publisher : Published by: Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/tmi.v2i1.1230

Abstract

Background: Hypertension occurs when blood pressure is more than 140/90 mmHg. Hypertension is a condition in which there is an abnormal and continuous increase in blood pressure on several blood pressure checks caused by one or more risk factors that do not work properly in maintaining normal blood pressure. Treatment of hypertension can be done from pharmacology and non-pharmacology, one of which is egrenomic exercise. Egrenomic Gymnastics is a method that is practical, effective, efficient, and logical in maintaining the health of the human body. Egrenomic exercises are able to restore and improve the position and flexibility of the nervous system and blood flow, maximizing the supply of oxygen to the brain. Purpose: To obtain an overview of the application of egrenomic exercise to blood pressure in the elderly with hypertension. Method: A descriptive using a case study approach. The subjects in this scientific paper are two elderly patients with hypertension. Results: It can lower blood pressure after the application of agronomic gymnastics. There was a decrease in blood pressure in subject I on the first day from 160/100 mmHg, on the fifth day from 140/80 mmHg, in subject II from 150/100 mmHg, on the fifth day from 130/80 mmHg. Conclusion: There are changes in blood pressure in elderly people with hypertension before and after doing agronomic exercises. Keywords: Egrenomic Gymnastics; Elderly; Hypertension Literature Pendahuluan: Hipertensi terjadi jika tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa factor risiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Pengobatan hipertensi dapat dilakukan dari farmakologi maupun non farmakologi salah satunya yaitu dengan senam egrenomik. Senam Egrenomik adalah suatu metode yang praktis, efektif, efisien, dan logis dalam memelihara kesehatan tubuh manusia. Senam Egrenomik mampu mengembalikan dan memperbaiki posisi dan kelenturan sistem saraf dan aliran darah, memaksimalkan suplai oksigen ke otak. Tujuan: Untuk memperoleh gambaran penerapan senam egrenomik terhadap tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi. Metode: Deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Subyek yang digunakan adalah dua orang pasien lansia yang mengalami hipertensi. Hasil: Dapat menurunkan tekanan darah sesudah dilakukan penerapan senam egrenomik. Terjadi penurunan tekanan darah pada subjek I hari pertama 160/100 mmHg hari ke lima 140/80 mmHg, subjek II 150/100 mmHg hari ke lima 130/80 mmHg. Simpulan: Terdapat perubahan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi sebelum dan sesudah dilakukan senam egrenomik. Kata Kunci: Hipertensi; Lansia; Senam Egrenomik.
Gambaran kepatuhan masyarakat terhadap penggunaan masker saat pandemi covid-19 Wulan, Sarinah Sri; Marliyana, Marliyana
JOURNAL OF Tropical Medicine Issues Vol. 2 No. 1 (2024): Edisi Desember 2024
Publisher : Published by: Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/tmi.v2i1.1270

Abstract

Background: Covid-19 is an infectious disease caused by the SARS-CoV2 virus. Covid-19 cases must be handled immediately to minimize the spread of the corona virus which will have an impact on the body's immune weakness so that it is easier to get infected which will result in a person's body condition being disturbed. Efforts that can be made to deal with the reduction of Covid cases can be done by public compliance to use PPE (Personal Protective Equipment) to reduce the impact of the severity of the hazards that occur. One example of PPE that can be used is a mask that serves to protect a person from dust or dirt that enters the respiratory organs. Masks can be the first barrier if there are droplets or droplets from yourself or from others. The public needs to comply with the use of masks during the COVID-19 pandemic so that they are not infected with the Covid-19 virus. Purpose: To find out in general the description of public compliance with the use of masks during the Covid-19 pandemic. Method: The design of this scientific paper is descriptive by describing the events that occurred through case studies. The research subjects used were 30 people, from 200 residents of the Sukadanaham Gedong Air Environment III community, RT 02 Bandar Lampung. Results: 60% of respondents who are obedient to wearing masks, 27% of respondents who are quite obedient use masks, 10% of respondents who are not obedient use masks, 3% of respondents who are not compliant use masks. Conclusion: Of the total population of 30 people as a research sample, 28 of them have been disciplined in wearing masks when outside the house. This is because they have strong principles to avoid transmission of the corona virus outbreak. Keywords: Covid-19 Pandemic; Masks; Overview of Compliance. Pendahuluan: Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus SARS-CoV2,. kasus covid-19 harus segera ditangani segera untuk meminimalkan penyebaran virus corona yang akan berdampak pada kelemahan imun tubuh sehingga lebih mudah terinfeksi yang akan mengakibatkan kondisi tubuh seseorang akan terganggu. Upaya yang dapat dilakukan untuk menangani pengurangan kasus covid maka dapat dilakukan keptauhan masyarakat untuk menggunakan APD (Alat pelindung diri ) untuk mengurangi dampak keparahan dari bahaya yang terjadi. Salah satu contoh APD yang dapat dipakai adalah masker yang berfungsi untuk melindungi seseorang dari debu atau kotoran yang masuk kedalam organ pernafasan, Masker dapat menjadi penghalang pertama jika ada droplet atau tetesan baik dari diri sendiri maupun dari orang lain. Masyarakat perlu menerapkan kepatuhan dalam penggunaan masker saat pandemic covid-19 agar tidak terinfeksi virus covid-19. Tujuan: Untuk mengetahui secara umum gambaran kepatuhan masyarakat terhadap penggunaan masker saat pandemi Covid- 19. Metode: Desain karya tulis ilmiah ini deskriptif dengan menggambarkan peristiwa yang terjadi melalui studi kasus. Subyek penelitian yang digunakan berjumlah 30 orang, dari 200 populasi masyarakat keluarahan Sukadanaham Gedong Air Lingkungan III RT 02 Bandar Lampung. Hasil: Responden yang patuh menggunakan masker terdapat 60%, Responden yang cukup patuh menggunakan masker 27%, Responden yang kurang patuh menggunakan masker 10%, Responden yang tidak patuh menggunakan masker 3% . Simpulan: Dari keseluruhan masyarakat sebagai sampel penelitian berjumlah 30 orang, 28 diantaranya sudah tertib menggunakan masker saat diluar rumah hal ini dikarenakan mereka memiliki prinsip yang kuat agar terhindar dari penularan wabah virus corona. Kata Kunci : Gambaran Kepatuhan, Pandemi covid-19, Masker.
Penerapan senam otak terhadap daya ingat (fungsi kognitif) pada lansia yang mengalami demensia di wilayah kerja puskesmas Pangesti, Dimas Ning; Wulan, Sarinah Sri; Marliyana, Marliyana
JOURNAL OF Tropical Medicine Issues Vol. 2 No. 2 (2025): Edition April 2025
Publisher : Published by: Indonesian Public Health-Observer Information Forum (IPHORR) Kerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56922/tmi.v2i2.1282

Abstract

Background: Dementia is a generalized decline in higher mental functions that is progressive and irreversible with a lot of consciousness. Cognitive is a person's belief about something that is obtained from the process of thinking about someone or something. Brain exercise can improve language skills and memory. Purpose: To determine the results of the application of brain exercise on cognitive function in the elderly with dementia with 2 elderly subjects. Method: This type of qualitative writing uses a case study approach. Results: The application of brain exercise on subjects I and II after brain exercise were carried out, namely, on subject I, an increase in day 5 was found with a total MMSE assessment score of 28 (normal cognitive function). Meanwhile, respondent II got the results on the 5th day with a total score of 24 (mild dementia). Conclusion: The difference in results between the two subjects was due to the factors that influenced it, namely, education and physical activity. Keywords: Brain Exercise; Cognitive; Dementia; Elderly. Pendahluan: Demensia adalah penurunan menyeluruh darifungsi mental luhur yang bersifat progresif dan ireverisibel dengan kesadaran yang banyak. Kognitif adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang sesorang atau sesuatu. Senam otak mampu meningkatkan kemampuan berbahasa dan daya ingat. Tujuan: Untuk mengetahui hasil penerapan senam otak terhadap fungsi kognitif pada lansia yang mengalami demensia dengan 2 orang subjek lansia. Metode: Jenis penulisan kualitatif menggunakan pendekaatan studi kasus. Hasil: Penerapan senam otak pada subjek I dan II sesudah dilakukan senam otak yaitu, pada subjek I ditemukan peningkatan hari ke-5 dengan jumlah skor penilaian MMSE 28 (fungsi kognitif normal). Sedangkan responden II didapatkan hasil hari ke-5 dengan jumlah skor penilaian 24 (demensia ringan). Simpulan: Terjadinya perbedaan hasil antara kedua subjek karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu, pendidikan dan aktivitas fisik. Kata Kunci: Demensia; Kognitif; Lansia; Senam Otak.