cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum
Published by Universitas Brawijaya
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 5,568 Documents
TESTIMONIUM DE AUDITU PROOF IN CONFIRMATION OF MARRIAGE DECISION (ISBAT NIKAH) (Normative Studies to the Decision Number 69/PDT.P/2012/PA.MLG) Ayu Tunjung Wulandari
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (179.022 KB)

Abstract

ABSTRACTAYU TUNJUNG WULANDARI, Civil Law, Faculty of Law, University of Brawijaya, Testimonium De Auditu Proof In confirmation of Marriage Decision (Isbat Nikah) (Normative Studies to The Decision Number 69/Pdt.P/PA.Mlg), Supervisor: Ulfa Azizah, SH, M.Kn. and M. Hisham Syafioedin, S.H; 19 pages.In this paper the author discusses the issue of proof testimonium de auditu in request of ‘isbat nikah’ In Article 171 HIR de auditu mentioned that testimony can not be accepted as valid evidence. According to some legal experts testimony de auditu not allowed because such information does not relate to events experienced by themselves, so the witness de auditu not constitute evidence and need not be considered. However, the determination of the request confirmation of ‘isbat nikah’ Number: 69/Pdt.P /2012/PA.Mlg, judge accepted the testimony of de auditu as valid evidence through several considerations. This study aims to identify and analyze the determination of ‘isbat nikah’ request Number: 69/Pdt.P/2012/PA.Mlg about proving testimonium de auditu. Thus it can be seen why the Malang religious court judge granted the applicant.This research is a normative juridical approach to the legislation. Therefore this study used type of primary legal materials, secondary, and tertiary obtained from the study of literature. Analytical techniques used in this research is descriptive qualitative techniques. Based on the results of the study, the authors obtained answers to existingproblems. Malang Religious Court judges grant applicants with some considerations on the basis of the applicant's conduct and the confirmation of marriage just to take care of a retired widow. And keep in mind that there are three purposes of the law, justice, expediency, and certainty. In this case Judge emphasizes expediency than other legal purposes, and also for the benefit of the applicant. The conclusion of this study was largely a general provision of Article 171 HIR is not binding and can be ruled out by considering the extent to which the quality and probative value of the testimony given by the witness de auditu. Researchers suggested that in solving this problem of legal practitioners should not be fixated on formal rules, neglecting the rules of law in society, the rules of religion in other words that the underlying judgment the judge in  determining the application for confirmation of marriage is for the benefit of the applicant.Key word: testimonium de auditu, isbat nikah
FACTORS THAT CAUSE UNPAID IDDAH MONEY FOR EX-WIFE AFTER DIVORCE (Implementation Study of Article 41 (c) Act Number 1 Year 1974 in the Religion Court of Malang) Elita Savira
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (166.774 KB)

Abstract

ABSTRAKSIELITA SAVIRA, 0910110096, 2013, Faktor Penyebab Tidak Dibayarnya Uang Iddah Untuk Mantan Istri Setelah Perceraian (Studi Implementasi Pasal 41 (c) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Malang), Artikel Ilmiah, Hukum Perdata,  Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Dosen Pembimbing : Ulfa Azizah, SH., M.Kn. dan M. Hisyam Syafioedin, SH., 17 halaman.Abstrak penelitian ini memaparkan atau menggambarkan serta menjawab permasalahan implementasi pasal 41 (c) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di Pengadilan Agama Malang mengenai pembayaran uang iddah untuk mantan istri setelah perceraian. Disebutkan pada Pasal 41 (c) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, pengadilan dapat mewajibkan kepada mantan suami untuk memberikan biaya penghidupan dan atau menentukan sesuatu kewajiban kepada mantan istrinya, dalam cerai talak, mantan suami terhadap mantan istri, hakim diberikan kewenangan oleh undang-undang membebani suami untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah terhadap mantan istrinya. Tipe penelitian ini tergolong penelitian empirical legal  research dan dalam hal ini penelitian ini memilih dan menentukan lokasi di Pengadilan Agama Malang. Teknik pengumpulan data data yang diperoleh adalah melalui  wawancara dengan hakim, panitera muda hukum serta pasangan yang telah bercerai sebagai respondennya. Dalam upaya mendeskripsikan, mengidentifikasi, dan  menganalisi aturan dalam pasal tersebut, maka metode pendekatan yang dipakai adalah yuridis sosiologis, secara yuridis penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian terkait implementasi Pasal 41 (c) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 di PengadilanAgama Malang dan pendekatan sosiologis dilakukan dengan cara mengkaji kondisi faktual yang ada dalam masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, dalam setahun terdapat 587 perkara cerai talak dan dari sekian banyak kasus, faktor penyebab mantan suami tidak membayar uang iddah kepada mantan istrinya setelah terjadi perceraian, yaitu tidak mempunyai uang sama sekali, tidak mempunyai pekerjaan, enggan atau tidak ingin membayar, dan alasan lain-lain seperti sakit atau sedang tidak berada di Kota Malang. Beberapa upaya yang ditempuh oleh mantan istri adalah rekonvensi yang merupakan tuntutan untukdipenuhinya nafkah iddah baginya. Upaya ini menghasilkan suatu kesadaran bagi mantan suami untuk melakukan kewajibannya sebelum putusan dibacakan. Upayalain yaitu ketika sidang ikrar talak, dapat dilakukan sebuah musyawarah, yakniapabila mantan suami masih belum mampu melunasi seluruh kewajibannya, maka hakim memberi waktu kepada mantan suami dalam tempo tidak lebih dari enam bulan. Permohonan istri atas nafkah, biaya pemeliharaan anak, dan harta perkawinan dapat juga terjadi selama proses pemeriksaan berlangsung, pengadilan agama dapat menentukan jumlahnya yang disesuaikan dengan kemampuan suami dan tidak memberatkannya. Sedangkan, upaya terakhir yang dapat dilakukan setelah adanya putusan yaitu pengajuan perkara baru dan pengajuan eksekusi yang nantinya secara paksa akan membuat mantan suami menunaikan kewajibannya. Namun di Pengadilan Agama Malang, kedua upaya sebelum sidang ikrar talak sudah membuahkan hasil dan sangat jarang terjadi perceraian yang memasuki tahap eksekusi.Kata Kunci : Uang Iddah, Implementasi, Pengadilan Agama
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 2562/MENKES/PER/XII/2011 TERKAIT PELAKSANAAN JAMINAN PERSALINAN PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MELALUI BIDAN PRAKTIK MANDIRI (Studi di Kantor Dinas Kesehatan Kota Malang) Sulistya Choirunnisa
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (192.867 KB)

Abstract

AbstrakPermasalahan dalam pelaksanaan jaminan persalinan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama melalui bidan praktik mandiri yang selanjutnya disingkat (BPM) di Kota  Malang, terjadi sebab banyak bidan yang memilih untuk tidak melaksanakan peraturan menteri kesehatan tersebut dengan konsisten. Karena biaya klaim yang dirasa kurang dan syarat administrasi pengajuan klaim yang dianggap berbelit – belit, hal tersebut disebabkan kebanyakan dari bidan jarang melakukan pencatatan pemeriksaan sesuai dengan standar KIA/KB dan standar kesehatan masyarakat. Adapun hambatan dari implementasi program jaminan persalinan yakni belum ada dukungan kongkrit dari Pemerintah Kota Malang, hal ini ditunjukan dengan belum adanya turunan kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Kota untuk memperkuat implementasi Jampersal di lapangan, misalnya dengan menetapkan peraturan walikota untuk menyelaraskan besaran tarif dengan peraturan daerah, membuat petunjuk teknis turunan, serta  membuat kesepakatan dengan para pihak terkait dalam penyelenggaraan ProgramJampersal; Kurang aktifnya partisipasi BPM dalam melaksanakan program pemerintah ini. karena dari 120 orang BPM yang terdaftar surat ijin bidannya di Dinas Kesehatan Kota Malang, hanya sebanyak 72 orang BPM terdaftar yang mengikuti program Jampersal; Serta adanya kesimpang siuran informasi mengenai Jampersal yang ada di masyarakat. Hal tersebut diakibatkan karena penyebaran informasi mengenai program ini yang tidak merata. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan tersebut antara lain sudah sepatutnya pemerintah Kota Malang mengeluarkan aturan turunannya seperti Perwali atau PERDA Kota untuk menjamin pelaksanaan Jampersal di Kota Malang itu sendiri; Dinas Kesehatan mengedukasi dan memberikan arahan kepada para BPM terkait pelaksanaan Jampersal, meningkatkan pengawasan dan pembinaan kepada BPM yang melakukan pelayanan Jampersal sehingga pelaksanaan Jampersal dapat terlaksana berdasarkan perjanjian kerjasama dan petunjuk teknis Jampersal; Untuk mengatasi minimnya informasi mengenai jampersal, pemerintah daerah dapat melakukan sosialisasi program. Dalam menyosialisasikan Jampersal agar dapat diakses maksimal oleh ibu, misalnya pemerintah daerah dapat menggerakkankader posyandu dan petugas puskesmas.Kata Kunci: Implementasi, Jampersal, Bidan Praktik Mandiri.
KETENTUAN BATAS MINIMUM USIA CALON PEMEGANG KARTU KREDIT (Studi Konsistensi Pasal 15 A PBI NO. 14/2/PBI/2012 Dengan Pasal 1320 KUHPerdata Dan Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan) Alfirina Ardyas Tutik
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.583 KB)

Abstract

ABSTRAKAlfirina Ardyas Tutik, Hukum Perdata Bisnis, Fakultas Hukum Universtitas Brawijaya, Desember 2012, KETENTUAN BATAS MINIMUM USIA CALON PEMEGANG KARTU KREDIT (Studi Konsistensi Pasal 15 A PBI No. 14/2/PBI/2012 Dengan Pasal 1320 KUHPerdata Dan Pasal 47 ayat 1 Undang- Undang Perkawinan), Siti Hamidah, SH. MM, Rachmi Sulistyarini, SH. MH. Dengan segala fasilitas dan kemudahan yang dimiliki kartu kredit, pada saat ini orang tua memberikan fasilitas kartu kredit kepada anak dengan  mengabaikan batasan usia. Ini sangat berbanding terbalik dengan aturan undang- undang yang mengatur tentang batas usia. Mendasarkan pada penerbitan kartu kredit antara pihak bank dan nasabah tidak dapat dilepaskan dari perikatan yang dibuat kedua belah pihak, yaitu bersumber pada perjanjian. Dalam hal ini suatu perjanjian harus memenuhi syarat-syarat perjanjian yang diatur dalam pasal 1320KUHPerdata,dimana salah satu syarat tersebut adalah harus cakap hukum atau sudah dewasa.Batas kedewasaan seseorang dapat dikatakan cakap dapat dilihat dari Pasal 1320KUHPerdata dan Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Saat ini yang menjadi tolak ukur seseorang dianggap dewasa atau cakap bertindak ialah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penulis mengangkat masalah ini adalah Untuk mengkaji dan menganalisis konsitensi PBI NOMOR. 14/2/PBI 2012 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu konsisten terhadap Hukum Yang Berlaku Di Indonesia yang mengatur Batasan Umur, khususnya bila dikaji berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 47 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Kemudian karya tulis ini menggunakan metode yuridis normatif dengan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach). Bahan hukum primer,sekunder dan tersier yang diperoleh penulis akan menganalisis peraturan perundang-undangan dari hirarki yang paling rendah hingga tertinggi yang berkaitan dengan batas minimum usia calon pemegang kartu kredit konsistensi PBI No.14/2/PBI/2012 tentang APMK. Dari penelitian dengan metode diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwaKonsistensi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14/2/PBI/2012 dalam ketentuan batas minimum usia calon pemegang kartu kredit terhadap KUHPerdata dari penelitian diatas Peraturan Bank Indonesia (PBI) tidak konsisten karena dalam pengaturannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) tidak mendasar pada penetapan batas minimum usia dalam KUHPerdata dan Undang-Undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawainan yaitu 18 tahun, sedangkan dalam PBI No Nomor 14/2/PBI/2012 batas minimum usia calon pemegang kartu kredit 17 tahun.Kata Kunci: Kartu Kredit, Batas Minimum Usia.
ANALISIS YURIDIS MENGENAI RUANG LINGKUP TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERSEROAN TERBATAS DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA Tisya Setia Restiti
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (126.099 KB)

Abstract

ABSTRAKPenulis mengangkat permasalahan Ruang Lingkup Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Pilihan tema tersebut dilatarbelakangi oleh, adanya kerancuan dalam pengaturan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM), UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (PP TJSL) khususnya bagi Perseroan Terbatas.  Salah satu kerancuan tersebut adalah adanya perbedaan istilah yang digunakan dalam membatasi ruang lingkup tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perbedaan istilah yang digunakan akan berdampak pada pembatasan mengenai ruang lingkup tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dari hasil penelitian, analisis yuridis pengaturan mengenai ruang lingkup tanggung jawab sosial dan lingkungan (selanjutnya disebut TJSL) bagi perseroan terbatas berdasarkan aspek subjek terdapat kekaburan norma mengenai subjek TJSL bagi perseroan terbatas dalam UU PT dan PP TJSL dan tidak ada pengaturan yang lebih khusus (lex specialis) specialis Dari aspek objek terdapat kekosongan norma mengenai objek kegiatan TJSL dalam UU PM, UU PT dan PP TJSL. Oleh karena itu, perlu adanya konsep yang tepat untuk membatasi ruang lingkup tanggung jawab sosial dan lingkungan.Kata Kunci: Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, Perseroan Terbatas
PENGAWASAN BAPPEBTI (BADAN PENGAWAS PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI) TERHADAP PIALANG PERDAGANGAN BERJANGKA DALAM HAL TINDAKAN MENYALAHGUNAKAN DANA NASABAH Martina Ratna Paramitha Sari
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.912 KB)

Abstract

Abstraksi:Pengawasan BAPPEBTI terhadap pialang perdagangan berjangka yang menyalahgunakan dana nasabah masih harus dipantau demi terciptanya penegakan hukum yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pengawasan yang dilakukan oleh BAPPEBTI terhadap tindakan pialang perdagangan berjangka yang menyalahgunakan dana nasabah baik secara preventif maupun represif, mengetahui hambatan yang dihadapi oleh BAPPEBTI dalam melakukan pengawasan dan untuk mengetahui upaya yang telah dilakukan oleh BAPPEBTI untuk mengatasi hambatan dalam melakukan pengawasan terhadap tindakan pialang perdagangan berjangka yang menyalahgunakan dana nasabah. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis- sosiologis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pengawasan BAPPEBTI terhadap pialang perdagangan berjangka yang menyalahgunakan dana nasabah masih kurang optimal. Hal ini dikarenakan terdapat hambatan dalam penegakannya, antara lain : a.)Kurang tahunya masyarakat mengenai kegiatan perdagangan berjangka komoditi dan badan pengawas kegiatan perdagangan komoditi yaitu BAPPEBTI. b.)Adanya  benturan 3 kewenangan di dalam melakukan penyidikan yang dilakukan oleh  kepolisian dengan BAPPEBTI. c.)TerbatasnyaSumber Daya Manusia di dalam tim  penyidik, pemeriksa, dan pengawas. d.)Adanya tenaga marketing dan pialang yang kurang jeli di dalam menjaring para calon nasabah. e.)Kurangnya pengetahuan para tenaga marketing perusahaan pialang. Untuk mengurangi hambatan tersebut, dilakukannya beberapa upaya, antara lain : a.)BAPPEBTI lebih proaktif. b.)Memperluas jangkauan BAPPEBTI. c.)Pembagian kewenangan secara tegas diantara dua institusi, yaitu BAPPEBTI dan juga Kepolisian d.)Penjaringan khusus tim penyidik, pemeriksa, dan pengawas dengan mengadakan pelatihan khusus atau pendidikan khusus. e.)Mengatur lebih lanjut hal yang berkaitan seperti membuat aturan mengenai standarminimal calon nasabah dan juga dalam merekrut seorang tenaga marketing harus dilakukan seleksi yang ketat.Kata Kunci: BAPPEBTI, Pialang Perdagangan Berjangka, Penyalahgunaan Dana Nasabah
TINJAUAN YURIDIS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 159/M TAHUN 2011 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 79/PUU-IX/2011 Cyntia Ratnadi
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.601 KB)

Abstract

AbstraksiPada artikel ini, penulis mengangkat judul Tinjauan Yuridis Keputusan Presiden Nomor 159/M Tahun 2011 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Dalam Risalah Sidang Perkara 79/PUU-IX/2011. Pilihan tema tersebut dilatar belakangi oleh adanya gugatan yang diajukan oleh GN-PK (Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi) ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia terhadap dasar hukum yang digunakan dalam konsideran mengingat dalam Keputusan Presiden Nomor 159/M Tahun 2011. Mahkamah Konstitusi mengadakan Judicial Review terhadap Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara dan menyatakan bahwa  Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Meskipun Keputusan Presiden Nomor 159/M Tahun 2011 telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 65/M Tahun 2012, namun terdapat hal-hal yang perlu ditegaskan untuk menjawab opini publik yang berkembang sampai saat ini mengenai jabatan Wakil Menteri. Jawaban atas permasalahan yang ada bahwa Keputusan Presiden Nomor 159/M Tahun 2011 adalah sah sesuai dengan syarat-syarat keabsahan meskipun terdapat kekaburan hukum dalam dasar hukum pembentukan Keputusan Presiden tersebut yakni terdapat dalam Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara. Karena yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi hanya Penjelasan Pasal 10, dimana penjelasan pasal hanya berisi tentang uraian pasal dan tidak boleh  menimbulkan suatu norma baru, maka dasar hukum Pengangkatan Wakil Menteri yakni Pasal 10 tersebut masih dianggap sah. Serta, posisi Wakil Menteri pada saat itu  dianggap sah karena adanya asas praduga keabsahan (het vermoeden van  rechmatigheid atau presumtio justea causa), yang berarti bahwa setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah atau administrasi negara itu dianggap sah menurut hukum. Meskipun terdapat permasalahan konstitusional terhadap dasar hukum suatu Keputusan pejabat administrasi, Keputusan tersebut dianggap sah sampai terdapat hal yang menyatakan sebaliknya.Kata Kunci: Keputusan Presiden
PERTIMBANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BLITAR DALAM PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN PASIR BESI OPERASI PRODUKSI 503/007/IUP-PERPANJANGAN/409.304/XI/2011 ( Studi di Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Blitar) Aryo Nugroho
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (207.118 KB)

Abstract

ABSTRAKSIARYO NUGROHO, Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Januari 2013, pertimbangan pemerintah daerah kabupaten blitar dalam pemberian izin usaha pertambangan pasir besi operasi produksi 503/007/iupperpanjangan/ 409.304/xi/2011(studi di dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Blitar),Lutfi  Effendi,SH.MHUM dan Agus Yulianto, SH,MH Meningkatnya harga pasir besi di pasaran internasional telah menarik perhatian beberapa perusahaan untuk melakukan eksploitasi dan produksi. Pantai Jolosutro di kecamatan Wates kabupaten Blitar akhirnya dijadikan sebagai kawasan pertambangan. Dengan mengacu pada UU no.32 tahun 2004, UU no.4 tahun 2009, PP no.38 tahun 2007, Peraturan Kementrian  Lingkungan no.11 tahun 2006, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Blitar tahun 2004-2014 dan tahun 2009- 2028, IUP diberikan kepada Edi Sampurna. Namun keluarnya Perda no.5 tahun 2009 yang menyatakan pantai Jolosutro sebagai kawasan wisata membuat timbulnya aksi penolakkan terhadap kegiatan pertambangan.  Rusaknya lingkungan pantai akibat aktivitas pertambangan yang membuat  menurunnya hasil tangkapan nelayan dan berkurangnya penghasilan pedagang akibat menurunnya jumlah wisatawan melatarbelakangi warga sekitar pantai Jolosutro menuntut untuk menutup aktivitas pertambangan. Hasil penelitian yang dilakukan menjelaskan bahwa dasar pertimbangan Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar  mengeluarkan ijin pertambangan adalah adanya peraturan yang menjelaskan  mengenai kewenangan pengeluaran ijin pertambangan dan terdapatnya kesesuaian dengan RTRW Kabupaten Blitar baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun peraturan yang menguatkan dasar pertimbangan tersebut adalah UU no.32 tahun 2004, UU no.4 tahun 2009, PP no.38 tahun 2007 dan Peraturan Kementerian Lingkungan no.11 tahun 2006. Keluarnya ijin tersebut juga atas pertimbangan ekonomi, yaitu terjadinya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Adapun dari segi sosial adalah terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar pantai Jolosutro, sehingga angka pengangguran dan kemiskinan dapat berkurang. Namun, pada jangka panjang dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya kerusaknya lingkungan sekitar pantai Jolosutro, semakin menipis hingga habisnya komoditas pasir besi sehingga akan terjadi pemberhentian pekerja dalam skala besar serta terkikisnya dataran yang dimiliki Kabupaten Blitar sehingga terjadi penyempitan lahan.Kata Kunci : Implementasi,Ijin usaha pertambangan,Pasir Besi
PENYELESAIAN KREDIT MACET PADA PERJANJIAN KREDIT DENGAN AGUNAN AKTA JUAL BELI TANPA DIBEBANI HAK TANGGUNGAN ( Studi di PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk, Unit Turen ) Raditya Permadi
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.556 KB)

Abstract

Dalam penulisan skripsi ini penulis membahas Penyelesaian Kredit Macet Pada Perjanjian Kredit Dengan Agunan Akta Jual Beli Tanpa Dibebani Hak Tanggungan, yang nelatar belakangi penelitian ini adalah terdapat pertentangan antara das sollen dan das sein, yakni mengenai prinsip kehati-hatian dalam point coleteral  atau jaminan yang bertentangan dengan Perjanjian Kredit PT.Bank Rakyat Indonesia Unit Turen. Seharusnya pihak kreditur mempertimbangkan betul-betul apakah kelak jika debitur cedera janji objek jaminan Akta Jual Beli tersebut dapat dilaksanakan eksekusinya. Masalah yang dikaji dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimana upaya bank dalam Penyelesaian kredit macet terkait Perjanjian kredit bank Dengan Agunan Akta Jual Beli Tanpa Dibebani Hak Tanggungan Di PT.Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Turen. 2) .Apa saja Faktor penghambat PT.Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Turen dalam mengeksekusi jaminan dengan agunan akta jual beli tanpa dibebani hak tanggungan apabila terdapat kredit macet. Untuk menjawab masalah yang dikaji tersebut, penulis menggunakan metode Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian empiris ini adalah pendekatan yuridis-sosiologis. Berdasarkan hasil penelitian, penulis memperoleh jawaban atas permasalahan yang ada, yaitu Dalam penyelesaian kredit macet terkait Perjanjian kredit bank Dengan Agunan Akta Jual Beli Di PT.Bank Rakyat Indonesia,Tbk Unit Turen, langkah awal yang dilakukan oleh pihak bank adalah memberikan somasi sampai lima kali dan Langkah kedua yang dapat dilakukan oleh pihak bank adalah mendatangkan bagian colection bank BRI ke rumah debitur untuk memberikan arahan terkait agunan. Faktor penghambat PT.Bank Rakyat Indonesia,Tbk Unit Turen dalam melaksanakan eksekusi jaminan dengan agunan akta jual beli tanpa dibebani hak tanggungan apabila terdapat kredit macet  hambatan pertama, bank terkadang kesulitan mencari pembeli dari luar yang mau membeli dengan harga tinggi. Hambatan kedua, jika sudah diperoleh pembeli dari pihak colection, Pihak debitur macet terkadang tidak bersedia menjual. Menyikapi hal-hal tersebut di atas, PT.Bank Rakyat Indonesia, Tbk Unit Turen sebagai kreditur dalam menjalankan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian atau lebih dikenal dengan istilah 5 C.
UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM KEPADA WARTAWAN DARI TINDAK KEKERASAN PADA SAAT MENJALANKAN TUGAS JURNALISTIK (STUDI KASUS DI RADIO ELSHINTA SURABAYA) Imanul Hakim
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013
Publisher : Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (114.72 KB)

Abstract

Kekerasan terhadap wartawan belakangan ini marak terjadi di Indonesia. Padahal di masa sekarang Indonesia telah masuk ke dalam masa kebebasan pers, ditengarai dengan berakhirnya masa represif pemerintahan Orde Baru. Dalam masa reformasi ini, pers di Indonesia memiliki kebebasan yang sangat luas dibandingkan masa Orde Baru dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang suatu peristiwa yang sedang terjadi. Namun demikian lahirnya kebebasan pers ini diikuti pula dengan meningkatnya ancaman keamanan terhadap pekerja pers termasuk para wartawan. Hal ini terbukti dari semakin banyaknya kasus tindak kekerasan terhadap wartawan, padahal seharusnya dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan mendapatkan perlindungan dari Undang-Undang, yaitu Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang pers. Tujuan penelitian yaitu untuk memahami, tindakan kekerasan apa saja yang biasa terjadi kepada para wartawan pada saat menjalankan tugas jurnalistik, serta untuk memberikan pemahaman kepada para perusahaan pers tentang upaya apa saja yang bisa dilakukan oleh para perusahaan pers pada saat salah satu wartawannya mengalami tindakan kekerasan saat melakukan tugas jurnalistik. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, memilih lokasi di Radio Elshinta Kota Surabaya dan Kantor PWI Cabang Jawa Timur, teknik penelusuran data dengan menggunakan metode wawancara terstruktur dan tidak terstruktur serta studi literatur, pengambilan sampel dengan menggunakan purposive sampling dan teknik analisis data menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa: Keselamatan wartawan masih menjadi masalah serius di Indonesia, karena selama ini terjadi banyak tindak kekerasan terhadap wartawan maupun awak media. Dalam sepuluh tahun terakhir (2003-2012) telah terjadi 467 kasus sepuluh diantaranya meninggal dunia. Perlindungan wartawan harus menjadi perhatian semua pihak antara lain organisasi profesional (PWI, AJI, Dewan Pers) tempat wartawan menjadi anggota, Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBHP), dan khususnya perusahaan pers yang menaungi wartawan harus lebih bertanggung jawab secara pro-aktif memberikan bantuan hukum sejak terjadinya tindak kekerasan.

Page 1 of 557 | Total Record : 5568


Filter by Year

2012 2023


Filter By Issues
All Issue Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, September 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2023 Sarjana Ilmu Hukum, April 2023 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2022 Sarjana ilmu Hukum, Januari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2022 Sarjana Ilmu Hukum, April 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2022 Sarjana Ilmu Hukum, September 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2022 Sarjana Ilmu Hukum, November 2022 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2022 Sarjana ilmu Hukum, September 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2021 Sarjana Ilmu Hukum, April 2021 Sarjana ilmu Hukum, Desember 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2021 Sarjana ilmu Hukum, Oktober 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2021 Sarjana ilmu Hukum, November 2021 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2020 Sarjana Ilmu Hukum, September 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, November 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2020 Sarjana Ilmu Hukum, April 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2020 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2019 Sarjana Ilmu Hukum, November 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2019 Sarjana Ilmu Hukum, September 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2019 Sarjana Ilmu Hukum, April 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2019 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, November 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2018 Sarjana Ilmu Hukum, April 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2018 Sarjana Ilmu Hukum, September 2018 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2017 Sarjana Ilmu Hukum, April 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2017 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2017 Sarjana Ilmu Hukum, September 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2017 Sarjana Ilmu Hukum, November 2017 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode I Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2016 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2016 Sarjana Ilmu Hukum,September 2016 Sarjana Ilmu Hukum, November 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2016 Sarjana Ilmu Hukum, April 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2016 Periode II Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2016 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2015 Sarjana Ilmu Hukum, November 2015 Sarjana Ilmu Hukum, April 2015 Sarjana Ilmu Hukum, September 2015 MAGISTER ILMU HUKUM DAN KENOTARIATAN, 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2015 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2014 Sarjana Ilmu Hukum, April 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2014 Sarjana Ilmu Hukum, September 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2014 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan, 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2014 Sarjana Ilmu Hukum, November 2014 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juli 2013 Sarjana Ilmu Hukum, April 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Maret 2013 Sarjana Ilmu Hukum, September 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Juni 2013 Magister Ilmu Hukum dan Kenotariatan 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Februari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Januari 2013 Sarjana Ilmu Hukum, Mei 2013 Doktor Ilmu Hukum 2013 Sarjana Ilmu Hukum, November 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Agustus 2012 Sarjana Ilmu Hukum, September 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Oktober 2012 Sarjana Ilmu Hukum, Desember 2012 More Issue