Krisis energi mendorong para peneliti untuk mencari alternatif energi seperti bioetanol. Perkembangan produksi bioetanol generasi kedua berbahan baku lignoselulosa banyak dikaji. Salah satu bahan lignoselulosa yang di padang berpotensi sebagai bahan baku pembuatan bioetanol adalah enceng gondok. Enceng gondok merupakan gulma air yang memiliki pertumbuhan sangat cepat dengan doubling time hanya memerlukan waktu 4 hari, sehingga ketersediaannya dialam sangat melimpah. Tanaman ini mengandung selulosa dan hemiselulosa yang tinggi. Selulosa dan hemiselulisa dalam enceng gondok mencapai 60% dari total berat kering enceng gondok dapat dikonversi menjadi bioetanol. Permasalahan umum dalam perkembangan produksi bioetanol generasi kedua adalah lignin. Lignin diketahui menghalangi mengganggu proses hidrolisis untuk mengkonversi selulosa dan hemiselulosa menjadi glukosa dan xylosa. untuk menghasilkan glukosa yang tinggi maka lignin perlu dihilangkan dengan proses delignifikasi. Enceng gondok memiliki lignin yang rendah hanya sekitar 7 % tetapi lignin ini masih perlu dihilangkan. Tujuan dari penelitian ini adalah penghilangan lignin dalam rangka meningkatkan hasil hidrolisis. Proses delignifikasi ini menggunakan senyawa hidroksida seperti kalium hidroksida dan Natrium Hidroksida, selain itu dilakukan pula variasi waktu pemanasan. Verifikasi data dilakukan dengan hasil hidrolisis menggunakan asam sulfat encer untuk menghasilkan glukosa yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa delignifikasi menggunakan natrium hidroksida dengan konsentrasi 0,5 N dan proses delignifikasi 75 menit, enceng gondok mengalami penurunan lignin sebesar 57,14%. Hasil hidrolisis dengan asam sulfat encer selama 60 menit menghasilkan glukosa sebanyak 0,047 gr/L. Hasil fermentasi selama 3 hari menghasilkan bioetanol sebanyak 8,27%. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pada pengembangan produksi bioetanol generasi kedua dengan bahan baku enceng gondok.
Copyrights © 2016