Penelitian ini bertujuan menganalisis fenomena penggunaan biro jodoh online dalam pencarian pasangan hidup di era modern, dengan tinjauan terhadap perspektif kaidah darurah dan analisis sosiologis. Fenomena ini mencerminkan perubahan dinamika sosial dalam proses perjodohan, yang memerlukan penyesuaian perspektif hukum dan sosial. Fokus penelitian adalah mengeksplorasi peran biro jodoh online sebagai alat pelengkap dalam pencarian pasangan hidup, serta bagaimana hal ini diterima dalam konteks sosial dan agama. Penelitian ini mengadopsi pendekatan kualitatif dengan teknik purposive sampling untuk menggali data secara mendalam. Responden terdiri dari individu berusia 24-35 tahun yang berstatus lajang, dengan wawancara sebagai metode utama pengumpulan data. Pendekatan interdisipliner digunakan dalam analisis data, melibatkan perspektif agama, sosial, dan budaya. Pendekatan historis juga diterapkan untuk merekonstruksi fenomena biro jodoh online secara sistematis dan objektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biro jodoh online tidak dipandang sebagai metode utama untuk mencari pasangan hidup, melainkan sebagai alat pelengkap yang membantu individu membuka peluang menuju hubungan lebih serius. Penelitian ini menegaskan bahwa dalam konteks sosial saat ini, biro jodoh online dapat memberikan manfaat tertentu tanpa menggantikan preferensi individu dalam mencari pasangan langsung. Kajian ini juga menawarkan perspektif baru memahami praktik perjodohan modern dengan memadukan prinsip kaidah darurah dan dinamika sosial kontemporer. This study examines the phenomenon of online matchmaking agencies in finding life partners in the modern era, analyzed through the lens of darurah principles and sociological perspectives. It highlights changes in social dynamics that demand adjustments in legal and cultural frameworks. The study focuses on the role of online matchmaking as a supplementary tool in partner-seeking processes and its acceptance within social and religious contexts. Adopting a qualitative approach with purposive sampling, the research involved interviews with individuals aged 24-35 who are single. Data analysis incorporated interdisciplinary perspectives, including religious, social, and cultural views, alongside a historical approach to systematically reconstruct the evolution of online matchmaking agencies. The findings reveal that these platforms are not perceived as primary methods for partner searching but as complementary tools facilitating opportunities for meaningful relationships. While individual preferences for traditional matchmaking remain dominant, online agencies provide additional benefits by expanding social networks. This study offers insights into modern matchmaking practices by integrating darurah principles with contemporary social realities.