Antoni, Marcel
Departemen Fisiologi Dan Laser Medik, Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta, Indonesia

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Tinjauan Pustaka Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Hepatoseluler Karsinoma Akibat Hepatitis B Gitana Gezatania; Suzanna Ndraha; Marcel Antoni
Jurnal MedScientiae Vol. 2 No. 2 (2023): August
Publisher : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Ukrida

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/JMedScientiae.v2i2.2817

Abstract

Hepatitis B is a liver infection caused by the hepatitis B virus (HBV) which has the potential to threaten a person's life. According to WHO, hepatitis B is a major global health problem that causes acute and chronic infections. Chronic hepatitis B has a very high risk of developing hepatocellular carcinoma. The purpose of writing this literature review is to determine the risk factors for the occurrence of hepatocellular carcinoma in someone who is infected with HBV. Methods of data collection through the Pubmed website, Wiley Online Library, and Springer Link from 2012-2022, 10 journals were found to be analyzed in writing this literature review. From the 10 journals analyzed, it can be concluded that type 2 diabetes mellitus in someone who is infected with HBV is an important risk factor that increases the risk of developing hepatocellular carcinoma.
Berbagai Teknik Terapi Jaringan Parut Pascajerawat (Acne Scars) Linda Fransiska; Marcel Antoni
Jurnal Kedokteran Meditek VOL. 22 NO. 59 MEI-AGUSTUS 2016
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v22i59.1276

Abstract

AbstrakAcne vulgaris adalah penyakit kulit yang disebabkan peradangan kronis kelenjar pilosebaseus. Acne vulgaris diderita hampir 85% remaja di dunia, biasanya saat memasuki usia pubertas sampai dengan dekade kedua. Manajemen terapi acne vulgaris bergantung pada tingkat keparahan dan penyebabnya. Semakin berat tingkat keparahannya, jaringan parut yang terbentuk juga semakin berat dan membutuhkan berbagai teknik untuk memperbaikinya. Dari tipe scaryang terbentuk ketika proses penyembuhan luka, dibagi menjadi dua bagian besar yaitu scar atrofik dan scar hipertrofik. Dalam tinjauan pustaka ini akan dibahas berbagai teknik pengobatan scar atrofik akibat acne vulgaris, antara lain dengan peeling kimia, dermabrasi, laser, bedah, filler, juga manajemen scar hipertrofik seperti penggunaan gel silikon, penyuntikan steroid intralesi, krioterapi, dan pulsed dye laser. Kata Kunci : Terapi, acne-scar atrofik, hipertrofik  Abstract               Acne vulgaris is a skin disease caused by chronic inflammation of pilosebaceus gland . Acne vulgaris is suffered by nearly 85 % of teenagers in the world , usuallyon pubertal age  until the second decade of life. Acne vulgaris therapy depends on its severity and the cause of acne vulgaris itself. The more severe, the more scars occur and therefore require different techniques to fix it . There are two major types of acne scar which  occur after wound healing process ,which known as atrophic scar and hypertrophic scar . In this paper we will review various techniques in the management of atrophic scar which occur due to acne vulgaris, such as the use of  chemical peeling , dermabrasion, laser, surgery , fillers, and also management of hypertrophic scar such as the use of silicone gel, intralesion steroid inejction, cryotherapy, and pulsed dye laser . Keywords : Therapy, Atrophic acne scar, hypertrophic acne scar
Hubungan Kelelahan Kerja dengan Sif Kerja pada Petugas Keamanan William; Flora Rumiati; Marcel Antoni; Wahyu Ari Agustina
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 28 No 1 (2022): JANUARI-APRIL
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v28i1.2333

Abstract

Kelelahan kerja merupakan salah satu permasalahan kesehatan dan keselamatan kerja yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya kecelakaan kerja. Risiko kelelahan kerja akan meningkat pada pekerja yang menjalankan sif kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sif kerja dengan kelelahan kerja pada petugas keamanan di Universitas X. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Responden adalah petugas keamanan yang melakukan sif pagi dan sif malam. Pengukuran kelelahan kerja objektif menggunakan waktu reaksi dan subjektif dengan kuesioner alat ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2). Digunakan uji statistik Kolmogorov-Smirnov untuk melihat hubungan sif kerja dengan kelelahan kerja. Didapatkan 73,33% petugas keamanan sif pagi, dan 66,67% sif malam berusia dewasa. Sebanyak 80% sif pagi dan 80% sif malam berstatus sudah menikah. Petugas sif pagi 56,67% memiliki masa kerja baru, dan 76,67% petugas keamanan sif malam memiliki masa kerja lama. Sebanyak 50% responden sif pagi, dan 56,66 sif malam dalam kategori berat badan lebih. Selama menjalankan sif kerja, 60% responden sif pagi dan 83,33% sif malam tertidur di jam bertugas. Di dapatkan nilai p > 0,05 untuk perbedaan kelelahan kerja objektif dan subjektif pada petugas keamanan sif pagi dan sif malam. Dapat disimpulkan tidak terdapat hubungan  antara kelelahan kerja dengan sif kerja petugas keamanan di Universitas X.
Ekspresi Protein Foxo1 dan Gen Glukosa 6 Fosfatase pada Tikus dengan Diet Restriksi Vitamin B12 Imelda Rosalyn Sianipar; Trinovita Andraini; Dewi Irawati Soeria Santoso; Irena Ujianti; Marcel Antoni
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 28 No 2 (2022): MEI-AGUSTUS
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v28i2.2351

Abstract

Pada penelitian awal didapatkan diet restriksi vitamin B12 menyebabkan hiperhomosisteinemia dan resistensi insulin, yang ditandai oleh hiperglikemia dan meningkatnya nilai Homeostatic Model Assessment for Insulin Resistance (HOMA-IR). Dengan menggunakan sampel jaringan biologik tersimpan, hati tikus Spraque-Dawley dari penelitian tersebut, penelitian lanjutan ini bertujuan mengetahui penyebab hiperglikemia, dalam hubungannya dengan proses glukoneogenesis, dengan melihat ekspresi forkhead box protein-O1 (FoxO1) dan gen glukosa 6 fosfatase (G6Pc). Adapun sampel terdiri dari 4 kelompok: kelompok kontrol dan tiga kelompok dengan diet restriksi vitamin B12 masing-masing selama 4, 8, dan 12 minggu. Ekspresi FoxO1 diperiksa dengan metode kuantitatif Western-Blot, sedangkan gen G6Pc diperiksa dengan metode real-time Polymerase Chain Reaction (rt-PCR). Hasil yang diperoleh, tidak terdapat perbedaan bermakna ekspresi FoxO1 (P > 0,05) dan gen G6Pc (P > 0,05) antara kelompok tikus kontrol dan kelompok diet restriksi vitamin B12. Hal ini menunjukkan, hiperglikemia pada diet restriksi vitamin B12 tidak terkait dengan glukoneogenesis. Pada kondisi resistensi insulin, insulin masih dapat meneruskan efek metaboliknya melalui jalur lain, seperti melalui reseptor yang memiliki kemiripan struktur dan fungsi dengan reseptor insu   lin. Penyebab-penyebab lain terjadinya hiperglikemia seperti gangguan utilisasi glukosa oleh sel dan gangguan proses glikogenesis perlu diteliti lebih lanjut.
Hubungan Obesitas dengan Premenstrual Syndrome Samuel Nico Lunardi; Flora Rumiati; Marcel Antoni; Heriyanto
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 29 No 2 (2023): MEI
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v29i2.2424

Abstract

Premenstrual syndrome memiliki prevalensi yang cukup tinggi pada perempuan. Premenstrual syndrome dapat menimbulkan gejala baik somatik maupun afektif pada 7-10 hari sebelum datangnya menstruasi dan dapat menyebabkan gangguan pada aktivitas sehari-hari perempuan. Banyak faktor yang berhubungan dengan premenstrual syndrome dan salah satu faktor yang dikaitkan adalah status gizi obesitas. Perempuan dengan status gizi obesitas berisiko lebih tinggi mengalami premenstrual syndrome dibanding perempuan berstatus gizi normal. Studi literatur ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara obesitas dengan premenstrual syndrome. Metode pada literatur ini dengan cara pencarian artikel dalam database jurnal penelitian, pencarian melalui internet, dan tinjauan ulang artikel menggunakan Google Scholar dan PubMed. Berdasarkan review jurnal-jurnal yang didapatkan disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara obesitas dan premenstrual syndrome, yang menyebabkan meningkatnya angka kejadian premenstrual syndrome pada perempuan obesitas dibanding perempuan dengan status gizi normal. Hal ini dikarenakan ketidakseimbangan hormon yang berperan juga dalam pengendalian neurotransmitter. Produksi androstenedion meningkat pada perempuan obesitas yang menyebabkan estrogen meningkat juga, sehingga menimbulkan gejala-gejala Premenstrual syndrome. Terdapat beberapa penelitian yang bertentangan dengan korelasi antara obesitas dan premenstrual syndrome, namun, hal ini diduga karena jumlah responden yang obesitas tidak signifikan sehingga mendapatkan hasil yang berbeda.
Terapi Diabetes Melitus Tipe 2 Berbasis Hormon Inkretin Marcel Antoni
Jurnal Kedokteran Meditek Vol 29 No 2 (2023): MEI
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36452/jkdoktmeditek.v29i2.2664

Abstract

Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan global dengan tingginya angka kematian akibat berbagai komplikasi yang ditimbulkannya dan diabetes melitus tipe 2 menjadi penyebab utama kematian seiring bertambahnya penderita obesitas. Pengembangan obat-obat anti diabetes dilakukan, untuk menemukan kandidat obat baru yang tidak hanya menurunkan kadar glukosa darah tetapi diharapkan memiliki efek lebih, seperti mampu merestorasi fungsi sekresi sel β pankreas dan mengembalikan sensitivitas reseptor insulin yang terganggu. Penulisan tinjauan pustaka ini bertujuan membahas peran hormon inkretin dalam tubuh, gastric inhibitory peptide (GIP), dan glucagon-like peptide-1 (GLP-1) dalam merangsang sekresi insulin, serta peran/efek tambahan dari hormon-hormon tersebut yang secara fisiologis menguntungkan dan sejalan dengan pengobatan diabetes melitus tipe 2, seperti merangsang proliferasi dan meningkatkan ketahanan hidup sel β, juga perannya dalam menekan nafsu makan. Beberapa obat anti diabetes berbasis hormon inkretin yang telah digunakan di klinik, di antaranya kelompok obat glucagon like peptide-1 receptor agonist (GLP-1 RA), yang mirip dengan hormon inkretin endogen serta kelompok obat dipeptidyl peptidase-4 inhibitor (DPP4-inhibitor) yang menghambat degradasi GIP dan GLP-1