Wedanimbi Tengkano
BALITKABI

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ENDEMIK KEPIK HIJAU PUCAT, Piezodorus hybneri Gmelin (HEMIPTERA: PENTATOMIDAE) DAN PENGENDALIANNYA Yudha Ika Bayu, Marida Santi; Tengkano, Wedanimbi
Buletin Palawija No 28 (2014)
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepik hijau pucat, P. hybneri Gmelin (Hemiptera: Pentatomidae) merupakan hama penting pada tanaman kedelai. Hama ini mulai menyerang kedelai sejak tanaman berumur 35 hari setelah tanam (HST). Imago dan nimfa merusak dengan cara menusukkan stiletnya ke kulit polong langsung ke biji untuk mengisap cairan makanan. Akibat serangan yang ditimbulkan tergantung pada fase pertumbuhan polong dan biji waktu terjadi serangan, serta banyak dan letak tusukan pada biji. Tanda kerusakan akibat serangan P. hybneri adalah bintik coklat pada biji atau kulit polong bagian dalam. Serangan pengisap polong ini menyebabkan kualitas dan hasil panen berkurang dan mengakibatkan daya kecambah biji menurun. Peningkatan serangan P. hybneri diduga berkaitan dengan makin luasnya pertanaman kedelai dan tersedianya tanaman inang (pakan) secara terus menerus sepanjang tahun. Upaya pengendalian P. hybneri yang selama ini dilakukan adalah dengan menggunakan insektisida, kultur teknik, dan penggunaan musuh alami. Pengendalian secara kultur teknik dapat dilakukan dengan tanam serempak, penggunaan varietas tahan, pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang, sanitasi selektif terhadap tanaman inang, dan penanaman tanaman perangkap. Selain itu, menggunakan pestisida secara bijaksana agar dapat meningkatkan peran musuh alami seperti laba-laba (Araneidae) dan semut (Formicidae) dalam menekan populasi P. hybneri di pertanaman.
Ulat Pemakan Polong Helicoverpa Armigera Hubner: Biologi, Perubahan Status Dan Pengendaliannya Pada Tanaman Kedelai Baliadi, Yuliantoro; Tengkano, Wedanimbi
Buletin Palawija No 16 (2008)
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Ulat pemakan polong, Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera: Noctuidae), tersebar luas di daerah tropis dan dinyatakan sebagai hama penting pada tanaman kedelai di Indonesia. Saat ini, ulat pemakan polong menjadi masalah utama pada tanaman kedelai. Perilaku makan yang polifag mengakibatkan sulit untuk mengembangkan cara pengendalian yang efektif. Ulat pemakan polong diklasifikasikan sebagai pemakan daun, dan polong dan pada tanaman kedelai kerusakan utama yang diakibatkan adalah pada polong. Imago dewasa berukuran sedang berwarna coklat kekuningan dengan penciri adanya noktah hitam di bagian sayap. Sayap bagian dalam lebih cerah dengan lebar bentangan sekitar 40 mm. Ngengat betina dapat menghasilkan telur lebih dari 1200 butir yang diletakkan secara tunggal di bagian daun, batang, dan polong. Setelah 3–8 hari, telur menetas menjadi larva dengan warna menyesuaikan dengan warna daun yang dimakan. Larva mengalami beberapa kali pergantian warna selama perkembangannya menjadi dewasa – hijau, kuning, coklat dengan beberapa ragam kombinasi. Ulat pemakan polong umumnya memiliki tiga garis memanjang – putih pucat, gelap atau terang pada bagian sisi tubuhnya. Gejala kerusakan H. armigera pada polong kedelai mudah dikenali: lubang bekas serangan berbentuk bulat dan berada pada bagian berkembangnya biji. Saat larva memakan biji hanya bagian kepalanya yang berada dalam lubang dan jarang sekali ditemukan keseluruhan tubuh larva berada dalam polong. Ini berarti hama ini tergolong mudah makan sehingga satu larva dapat mengakibatkan banyak kerusakan pada beberapa polong kedelai. Perubahan status ulat pemakan polong menjadi hama penting pada tanaman kedelai mungkin disebabkan oleh: (1) program ekstensifikasi kedelai di era 1986, (2) program pemuliaan kedelai melepas varietas kedelai berdaya hasil tinggi dengan hanya 1–2 gen penyusun, (3) penggunaan insektisida sistemik secara intensif mematikan serangga bukan target termasuk musuh alami yang menimbulkan masalah resurgensi, (4) H. armigera juga menjadi resisten terhadap beberapa insektisida anjuran akibat pemakaian insektisida terus menerus pada tanaman inang kapas, tembakau, dan jagung. Untuk mengurangi dampak tersebut pendekatan penggunaan taktik taktik pengendalian harus kompatibel satu dengan yang lainnya dengan kerusakan kecil pada keseimbangan ekosistem alami dan ekonomis, misalnya penerapan modifikasi habitat atau kultur teknis seperti penanaman tanaman perangkap, musuh alami, dan varietas tahan apabila sudah tersedia.
Resistance of Advanced Soybean Lines to Pod Borrer (Etiella zinckenella) Kuswantoro, Heru; Bayu, Marida S. Y. I.; Baliadi, Yuliantoro; Tengkano, Wedanimbi
Biosaintifika: Journal of Biology & Biology Education Vol 9, No 2 (2017): August 2017
Publisher : Department of Biology, Faculty of Mathematics and Sciences, Semarang State University . Ro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/biosaintifika.v9i2.7895

Abstract

The increasing and stabilizing of soybean product in Indonesia face many limitations. One of the limiting factors is pod borrer (Etiella zinckenella Treitschke) infestation that is able to cause yield loss up to 80%. Objective of the research was to find out some advanced soybean lines that resistant to pod borrer. Design was randomized complete block with three replications. Soybean lines were grown gradualy to ensure the simultanously flowering. The plants were caged at 35 days after planting (DAT) and infested with the imago of E. zinckenella at 56 DAT. Results showed that different soybean lines affected imago population, eggs population, larvae population, infected pods and infected seeds. Some genotypes were consistantly resistant to E. zinckenella. The resistance of those genotypes were non preference resistance based on eggs population, larvae population, infected pod and infected seeds. This study discovered nine soybean lines that is resistant to E. zinckenella, so that it can be beneficial for improving soybean resistance to this pest through releasing as a new resistant pod borer variety after tested further in potential yield and genetic x environment interaction trials. In addition, there were three varieties and two germplasm accessions that can be used as gene sources for improving the resistance of the varieties. The three varieties are able to be cultivated directly in field to decrease the E. zinckenella occurrence.