Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

NAMA HAJI PADA ETNIK MADURA Akhmad Idris
Salingka Vol 15, No 1 (2018): SALINGKA, Edisi Juni 2018
Publisher : Balai Bahasa Sumatra Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (825.046 KB) | DOI: 10.26499/salingka.v15i01.254

Abstract

HUBUNGAN ANTARA MANUSIA DAN LINGKUNGAN DALAM NOVEL RAHASIA PELANGI KARYA RIAWANI ELYTA DAN SHABRINA WS: EKOLOGI SOSIAL Akhmad Idris
Gramatika: Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan Vol 10 No 1 (2022): Gramatika, Volume X, Nomor 1, Januari--Juni 2022
Publisher : Kantor Bahasa Provinsi Maluku Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31813/gramatika/10.1.2022.404.51--59

Abstract

In the midst of the climate crisis issue as it is today, literary works have started to appear on the topic of ecology. One of them is the novel Rahasia Pelangi by Riawani Elyta and Shabrina WS which is set in natural conditions in the Riau region. The novel Secret of the Rainbow raises environmental issues regarding the conflict between elephants and the Tesso Nillo community. The characters in the novel Secret of the Rainbow are described as environmental fighters who work for the Environmental NGO, CWO (Change World Organization). They focus on handling cases of human-elephant conflict in Riau. Not only presenting natural problems in the form of physical damage to nature, but also the relationship between humans and nature in a social context. Therefore, this research focuses on social ecology. This research is a qualitative descriptive study that aims to thoroughly describe social ecology in the novel Rahasia Pelangi by Riawani Elyta and Shabrina Ws. The results of the analysis of social ecology in the novel Secret of the Rainbow by Riawani Elyta and Shabrina WS show that the characters in the novel reflect the interaction between humans and nature. Humans influence natural conditions through their outlook on life. Nature influences the human condition in terms of lifestyle, welfare, religious and cultural activities.
Can the Right to A Good and Healthy Environment be Claimed as a Human Right? Achmad Romsan; Meria Utama; Irsan Irsan; Akhmad Idris; Tuti Indah Sari; Azhar Azhar; Herwin Herwin; Marieska Verawaty; Hamet Hashemi; Maysam Aboutalebi Najafabadi
Sriwijaya Law Review Volume 8 Issue 1, January 2024
Publisher : Faculty of Law, Sriwijaya University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/slrev.Vol8.Iss1.1537.pp197-212

Abstract

Land fires in South Sumatra are an annual problem during the long dry season. It was recorded that in 2015, 2016, 2017, and 2018, the land fires spread massively in the four districts of South Sumatra. The peatlands located within oil palm plantations in the Districts of Ogan Komering Ilir, Banyuasin, Musi Banyuasin, and the district of Ogan Ilir were the source of the fire. The haze not only attracts national but also international attention. Besides human contribution to land fire, climate change should also be considered. The role of El Nino makes the season uncertain. Land fires affect human health and other human activities in the affected areas. Three legal instruments guarantee and protect the people's right to the environment, i.e., The 1945 Indonesian Constitution, the 2009 Law No. 32 on the Environment, and the 1999 Law No. 39 on Human Rights. The problem raised herein is to what extent people can claim the right to a clean environment as human rights guaranteed and protected in those legal instruments. The results of the discussion show that those three legal instruments do not protect people whose human rights have been violated. This is because 2000 Law No. 26 on Human Rights has no jurisdiction over environmental matters. It is suggested that establishing a special Environmental Court is the solution to protect community environmental human rights cases.
MAKNA NAMA HAJI PADA ETNIK MADURA Akhmad Idris; Fajar Prihantini, Apsari
MABASAN Vol. 17 No. 1 (2023): Mabasan
Publisher : Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62107/mab.v17i1.689

Abstract

Penelitian ini dilakukan sebagai lanjutan atas hasil penelitian sebelumnya tentang bentuk-bentuk nama haji pada etnik Madura yang cenderung berupa nama-nama Nabi dalam Islam (Idris, 2018). Setelah dianalisis lebih jauh, nama-nama haji yang telah terkumpul menunjukkan makna yang mengalami peningkatan dari nama sebelum berhaji. Atas dasar itulah, penelitian lanjutan ini ditujukan untuk mendeskripsikan peningkatan makna semantis nama-nama haji yang telah ditemukan dalam penelitian sebelumnya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pendekatan kualitatif dengan sumber data berupa bentuk-bentuk nama haji pada etnik Madura berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Data dikumpulkan menggunakan teknik pustaka karena penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari hasil penelitian sebelumnya yang telah dipublikasikan dalam bentuk artikel ilmiah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa makna nama haji mengalami peningkatan dari nama sebelumnya dan memiliki keterkaitan makna antara nama sebelum berhaji dengan nama haji. Nama haji yang mengalami peningkatan secara semantik terbagi menjadi empat, yakni a) peningkatan menjadi nama-nama nabi dan keluarganya, b) peningkatan menjadi asmaul husna, c) peningkatan menjadi nama surga, dan d) peningkatan menjadi nama-nama istilah keagamaan. Selain mengalami peningkatan secara semantik, nama-nama haji tersebut juga memiliki hubungan antarmakna dengan nama sebelum berhaji. Terdapat lima bentuk hubungan antarmakna, yaitu 1) sinonimi, 2) antonimi, 3) hipernimi dan hiponimi, 4) penjaminanan makna, dan 5) homonimi.
Pelatihan Perhitungan HPP dalam Menentukan Harga Jual bagi Pengrajin Aluminium Trie Sartika Pratiwi; Akhmad Idris; Armilia Sari; Padriyansyah; Kelpin Dwi Amanda; Fitri Sahidah
Bersama : Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 2 No. 2 (2024): Bersama : Jurnal Pengabdian Masyarakat
Publisher : CV. Doki Course and Training

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61994/bersama.v2i2.807

Abstract

Tujuan utama dari pelatihan ini adalah untuk membekali para pengrajin aluminium di Desa Tanjung Atap, Ogan Ilir dengan kemampuan yang memadai dalam menghitung harga pokok penjualan. Metode pelaksanaan pengabdian ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu : (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, (3) tahap evaluasi. Hasil dari kegiatan mengikuti pelatihan, para peserta menunjukkan peningkatan pemahaman mereka terhadap konsep harga pokok penjualan, komponen-komponennya, serta cara melakukan perhitungan yang tepat.
MENJELANG MAGRIB: FILM MOCKUMENTARY BERPERSPEKTIF EKOLINGUISTIK Akhmad Idris
Jurnal Pendidikan Seni dan Industri Kreatif Vol. 6 No. 1 (2025): Sendikraf Jurnal Pendidikan Seni dan Industri
Publisher : BBPPMPV Seni dan Budaya Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam dunia film, Menjelang Magrib dapat dikategorikan ke dalam jenis film mockumentary. Dengan kata lain, Menjelang Magrib adalah film dokumenter palsu. Tidak bisa disebut dokumenter karena fiksi, namun disajikan dengan visualisasi seperti film dokumenter. Hampir seluruh pengambilan gambar dalam film ini menggunakan teknik handheld dengan konsep subjective camera yang menciptakan nuansa naratif-realistik, semua cerita disampaikan apa adanya sebagaimana kehidupan itu sendiri. Film ini memang menyoroti fenomena pemasungan yang disebut tidak manusiawi, namun jika diamati dengan jeli, akar sekaligus solusi dalam konflik yang disuguhkan oleh film Menjelang Magrib adalah isu ekologis. Permasalahan muncul gara-gara manusia (Nina) melangkahi bambu (representasi dari alam) yang melintang di jalan, dan solusi atas permasalahan tersebut adalah Nina harus hidup berdampingan dengan alam⸻bahkan saat memasuki waktu malam. Seolah alam di kala malam bukanlah simbol saat-saat yang kelam, tetapi saat paling tenang untuk merenungi kebaikan-kebaikan alam yang kerap disepelekan. Kearifan lokal berakar mistis yang menjadi konflik pemantik dalam film ini agaknya memang ingin mengembuskan napas ekosentris, bahwa manusia tidak boleh ‘seenaknya’ memerlakukan bambu (alam).