Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

MERAWAT LANSIA DENGAN GANGGUAN MOBILISASI MEMBENTUK NILAI SPIRITUAL DAN KULTURAL ANGGOTA KELUARGA DI SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN Ratna Lestari; Etty Rekawati; Wiwin Wiarsih
MEDIA ILMU KESEHATAN Vol 7 No 2 (2018): Media Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/mik.v7i2.228

Abstract

Background: Mobility impairment is a chronic disease that needs long-term care. This condition will change many aspects of elders’ life that are difficult to adapt. Family members who act as a caregiver are the essential part of elders’ life. Objective: This study aimed to explore the meaning of caregiving for elders with mobility impairment by family members. Methods: In-depth interviews were conducted with eight family caregivers who were taking care for mobility-impaired elders. In this phenomenological qualitative study, data were then analyzed with content analysis by Colaizzi method. Results: The essence of elderly caregiving for family was to grow both spiritual and cultural values in their lives. Looking for the Lord’s blessing; life’s tests; looking for the Lord’s fortune; and God’s training for patience were included in the spiritual value while the cultural values consisted of child obligation; responsibility; future expectation; role model for children; and filial piety. Conclusion: Obstacles faced by family caregivers can be overcome by taking the essence of caregiving as part of spiritual and cultural values thus caring can be provided continuously and compassionately. The findings recommended the cultural aspects in caring elderly need to be investigated further using ethnography approach. Keywords : Cultural Values, Elderly, Family Caregiver, Mobility Impairment, Spiritual Values
Pemberdayaan Kader Remaja Parikesit dalam Deteksi Dini Kesehatan Jiwa Remaja Fajriyati Nur Azizah; Ratna Lestari; Suwarno
The Journal of Innovation in Community Empowerment Vol 4 No 1 (2022): Journal of Innovation in Community Empowerment (JICE)
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/jice.v4i1.682

Abstract

ABSTRAK Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan yang dinamis mengalami perubahan dalam kehidupannya. Perubahan tersebut meliputi perubahan fisik, mental, sosial, dan emosional. WHO tahun 2018 menyebutkan prevalensi penderita gangguan mental emosional di dunia usia 10-19 tahun, 16%nya mencakup dalam beban penyakit dan cedera global. Setengah dari semua kondisi kesehatan mental dimulai pada usia 14 tahun, tetapi kasus tidak terdeteksi dan tidak diobati karena sejumlah alasan. Riskesdas tahun 2018 mencatat masalah mental emosional penduduk Indonesia usia >15 tahun di Yogyakarta mencapai 10,1%. Tingginya prevalensi gangguan mental emosional pada remaja menunjukkan perlunya implementasi nyata untuk mengatasi dan mengantisipasi peningkatan angka kejadian gangguan mental emosional di kalangan remaja. Pembentukan kader kesehatan remaja merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan untuk membantu mengoptimalkan peran remaja dalam upaya meningkatkan keterampilannya melakukan deteksi dini kesehatan jiwa. Universitas Jenderal Achmad Yani bekerjasama dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta dan Puskesmas Kalasan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat untuk memfasilitasi pemahaman kader remaja Parikesit tentang kesehatan jiwa remaja dan meningkatkan keterampilan remaja dalam melakukan deteksi dini kesehatan jiwa remaja. Untuk mengukur tingkat pengetahuan kader tentang deteksi dini kesehatan jiwa dilakukan pre dan posttest. Sedangkan untuk mengetahui kemampuan kader dalam melakukan pengkajian dengan kuesioner SDQ dan PSC diukur dengan lembar observasi pengkajian. Hasil yang didapatkan, sebagian besar pengetahuan dan keterampilan kader tentang kesehatan jiwa remaja sebelum dilatih berada pada katagori berpengetahuan baik yaitu sebanyak 59%, katagori cukup 35%, dan katagori kurang 6%. Setelah dilakukan pelatihan didapatkan peningkatan persentase pengetahuan kader remaja yang masuk katagori pengetahuan baik menjadi 82%, dan tidak ada kader yang pengetahuannya dalam katagori rendah. Sedangkan kemampuan kader dalam melakukan pengkajian setelah dilatih didapatkan hasil 100% kader memiliki keterampilan cukup dalam mengkaji kesehatan mental dengan menggunakan kuesioner SDQ dan PSC.
PEMBERDAYAAN KADER KESEHATAN DALAM MENCEGAH PENYAKIT TIDAK MENULAR MELALUI POSBINDU PTM Ratna Lestari; Agus Warseno; Yunita Trisetyaningsih; Dwi Kartika Rukmi; Anastasia Suci
ADIMAS Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 4, No 1 (2020): Maret
Publisher : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (562.248 KB) | DOI: 10.24269/adi.v4i1.2439

Abstract

Perubahan gaya hidup instan masyarakat berdampak pada peningkatan penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, diabetes, stroke, dan lainnya. Masyarakat beranggapan bahwa PTM tidak menyebabkan kematian secara cepat sehingga skrining faktor risiko tidak dilakukan sejak dini. Deteksi dini dapat dilakukan di Posbindu PTM sebagai UKBM, namun dibutuhkan keterampilan kader dalam melakukan skrining kesehatan. Pengabdian Kepada Masyarakat ini bertujuan untuk memberdayakan kader dalam mendeteksi dini faktor risiko PTM yang dilakukan melalui beberapa kegiatan diantaranya pembentukan Posbindu PTM, pelatihan kader tentang Posbindu PTM, dan dilanjutkan monitoring faktor risiko PTM tiap bulan. Hasil yang diperoleh dari kegiatan ini adalah terbentuknya Posbindu PTM, terlatihnya kader untuk melakukan pengukuran tekanan darah, lingkar perut, berat badan, dan tinggi badan. Selain itu peningkatan pengetahuan kader sebanyak 13 orang (81,25%). Terdeteksi risiko PTM pada pertemuan pertama sampai ketiga diantaranya mayoritas tekanan darah berada pada rentang normal 42,9%; 39,5%; dan 42,1%. Teridentifikasi 42,1% mengalami pre hipertensi pada pertemuan kedua, bahkan ada 2 orang (4,8%) yang menderita hipertensi derajat 2. IMT pada tiap pertemuan mayoritas pada kategori normal, namun masih ditemukan 29% dengan kategori IMT obesitas 1. Lingkar perut pada pertemuan 1 dan 2 tergolong normal, namun pada pertemuan ke-3 teridentifikasi lingkar perut sebesar 81,88 cm pada wanita. Pemberdayaan kader untuk mendeteksi dini PTM di Posbindu PTM diharapkan mampu mengurangi kejadian PTM dan meningkatkan motivasi masyarakat untuk mendeteksi dini faktor risiko PTM.
Cegah Komplikasi Gangguan Muskuloskeletal Dengan Balut Bidai Melalui Posyandu Remaja Parikesit Miftafu Darussalam; Ratna Lestari; Ferianto; Dini Threes Harjanti
The Journal of Innovation in Community Empowerment Vol 4 No 2 (2022): Journal of Innovation in Community Empowerment (JICE)
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/jice.v4i2.731

Abstract

ABSTRAK Fraktur merupakan terputusnya kontuinitas tulang yang dapat menimbulkan gejala yang umum seperti nyeri atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk tubuh. Fraktur atau patah tulang harus ditangani dengan cepat, tepat dan harus sesuai dengan prosedur pelaksanaan. Menurut WHO 70% kecelakaan lalu lintas dialami oleh pelajar atau remaja. Berdasarkan Survei Kesehatan Nasional melaporkan bahwa kasus fraktur pada tahun 2017 secara Nasional mengalami peningkatan sebesar 27,7%. Kecelakaan pada sistem musculoskeletal harus ditangani dengan cepat dan tepat. Apabila tidak dilakukan akan menimbulkan cidera yang semakin parah dan dapat memicu terjadinya perdarahan. Dampak lain yang terjadi dapat mengakibatkan kelainan bentuk tulang, kecacatan dan sampai kematian. Untuk mencegah terjadinya cidera pada sistem muskuloskeletal dibutuhkan pertolongan balut bidai. Balut bidai merupakan tindakan memfiksasi atau mengimobilisasi bagian tubuh yang mengalami cidera yang menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel sebagai fiksator. Pertolongan balut bidai dapat dilakukan oleh semua orang awam yang terlatih. Salah satu orang awam yang terlatih disekolah yaitu siswa yang telah mendapatkan pendidikan dasar kegawatdaruratan melalui kegiatan ekstrakurikuler Palang Merah Remaja (PMR), dan seharusnya pendidikan dasar kegawatdaruratan tidak hanya diberikan kepada anggota PMR tetapi juga semua siswa disekolah atau remaja di lingkungan desa. Pengabdian masyarakat yang dilakukan di Kelurahan Tamanmartani ini diikuti oleh 21 kader remaja Parikesit. Metode yang digunakan dengan pemberian materi secara online pada hari pertama dan praktik secara langsung di hari kedua. Pengetahuan kader remaja sebelum dan setelah edukasi pembalutan dan pembidaian ada peningkatan pengetahuan dengan mean nilai pretest adalah 62,38 dan mean nilai posttest adalah 95,24. Jadi ada peningkatan sebesar 32,86. Kader sebelum pelatihan yang tidak terampil menjadi terampil sebanyak 12 (57%) kader, sedangkan 4 (19%) kader masih belum terampil. Dibutuhkan pendampingan dari pihak puskesmas Kalasan agar kader remaja Parikesit dapat mengaplikasi ilmu yang telah didapatkan untuk pencegahan komplikasi akibat gangguan fraktur. KATA KUNCI: Posyandu Remaja; Fraktur; Kader Remaja ABSTRACT A fracture is a break in the continuity of the bone that can cause general symptoms such as pain or tenderness, swelling and deformity of the body. Fractures or fractures must be treated quickly, accurately and follow the implementation procedure. According to WHO 70% of traffic accidents are experienced by students or teenagers. Based on the National Health Survey reports, fracture cases in 2017 increased by 27.7% nationally. Accidents to the musculoskeletal system must be treated quickly and appropriately. Failure to do so will result in more severe injury and lead to bleeding. Other impacts can result in bone deformities, disability and even death. To prevent injury to the musculoskeletal system, splints are needed. A splint is an act of fixing or immobilizing the injured body part using a rigid or flexible object as a fixator. Splint dressing can be performed by all trained laypeople. One of the laypeople who are trained in school is a student who has received basic emergency education through extracurricular activities of the Palang Merah Remaja (PMR), and basic emergency education should not only be given to PMR members but also all students in schools or youth in the village environment. The community service carried out in Tamanmartani Village was attended by 21 Parikesit youth cadres. The method used is giving the material online on the first day and hands-on practice on the second day. There was an increase in knowledge of adolescent cadres before and after education on bandages and splints, with the mean pretest value being 62.38 and the posttest mean value being 95.24. So there is an increase of 32.86. There were 12 (57%) cadres before training who were unskilled, while 4 (19%) cadres were still unskilled. Assistance is needed from the Kalasan Public Health Center so that the Parikesit youth cadres can apply the knowledge obtained to prevent complications due to fracture disorders. KEYWORDS: Posyandu Remaja; Fracture; Youth Cadre
Efektivitas Media Puzzle dalam Meningkatkan Perilaku Pencegahan Covid-19 Pada Siswa di SDN Purwobinangun Kalasan Ratna Lestari; Dewi Utari; Rahayu Iskandar
Jurnal Indonesia Sehat Vol. 1 No. 02 (2022): JURINSE, Agustus 2022
Publisher : SAMODRA ILMU: Lembaga Penelitian, Penerbitan, dan Jurnal Ilmiah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (521.446 KB)

Abstract

Background: COVID-19 is an infectious disease that causes death globally. Prevention efforts are needed from all parties including school age children to break the chain of spread. Prevention can be done through the provision of information with appropriate media that suitable for the stage development, one of them is puzzle. Aim: The aim of this research is to identify the effect of puzzle as education media in improving COVID-19 prevention behavior in Public Elementary School, Purwobinangun, Kalasan, Sleman. Method: This was pra experimental study with pre post test without control group design. Total of 28 pupils in fourth grade involve as respondents. Researchers provide intervention in the form of health education about COVID-19 using puzzle for 2 weeks for 3 meetings in November 2021. The pretest questionnaires on knowledge of COVID-19 has been carried out with content validity with expert judgement and the I-CVI result is 1, which means the questionnaire is valid. While reliability use Inter Class Correlation (ICC) test with 0,840 which means reliable. Wilcoxon statistic test is used for bivariate analyzing. Result: obtained p value is 0,000 for knowledge, attitude, and behavior of COVID-19 prevention after the intervention. Conclusion:  There is an effect of puzzle in improving COVID-19 prevention behavior. Health education media according to pupils characteristics can be used as an alternative education during the pandemy.
METODE ADAPTASI LINTAS BUDAYA INSTRUMEN KIDSCREEN-27 DI ASIA: INTEGRATIVE REVIEW Dewi Utari; Ratna Lestari
Jambura Journal of Health Sciences and Research Vol 5, No 2 (2023): APRIL: JAMBURA JOURNAL OF HEALTH SCIENCES AND RESEARCH
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35971/jjhsr.v5i2.18195

Abstract

Adaptasi lintas budaya merupakan konsep dimana sebuah instrumen dari bahasa original dikembangkan dalam bahasa lain. Proses pengembangan ini tidak hanya berfokus pada bahasanya saja namun meliputi aspek budaya, sehingga diperlukan metodologi yang jelas untuk menjamin tingkat kepercayaan dari instrumen yang dialihbahasakan. Kebaruan penelitian ini karena peneliti ingin melihat proses adaptasi lintas budaya dari instrumen Kidscreen-27 di Asia. Tujuan penelitian ini untuk melihat proses adaptasi lintas budaya dari instrumen Kidscreen di Asia menggunakan integrative review. Instrumen Kidscreen merupakan instrumen yang mengukur kualitas hidup pada anak dengan rentang usia 8 – 18 tahun. Instrumen dikembangkan mulai dari 52 item, 27, item dan 10 item. Adaptasi Kidscreen di Asia yang dicari yaitu mulai tahun 2015 – 2020. Pencarian dilakukan di Google scholar, Proquest, dan Ebsco dengan kata kunci kidscreen dan adaptasi lintas budaya. Sebanyak 5 artikel tentang kidscreen 27 yang dianalisis telah didapatkan dari hasil screening kelengkapan artikel, adanya duplikasi, dan jenis dari Kidscreen. Masing-masing artikel diidentifikasi berdasarkan tahapan proses adaptasi dan pendekatan metodologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua studi sudah mengaplikasikan framework dengan pendekatan yang universal. Terdapat 2 instrumen yang mengadopsi konsep dari Beaton sebagai kerangka metodologi, sementara 3 lainnya menggunakan kerangka baku dari Kidscreen Group dalam proses adaptasinya.  Poin penekanan terdapat pada perincian prosedur yang diadopsi dalam proses, validasi konten dan evaluasi psikometri. Evaluasi psikometri perlu dilakukan sebagai pembuktian dengan tingkat kepercayaan yang diakui. Kesimpulan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dan persamaan dalam evaluasi psikometri tidak menjadikan salah satu hasil penelitian buruk atau tidak sesuai.
Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta Nurul Mukaromah; Ferianto Ferianto; Ratna Lestari
MEDIA ILMU KESEHATAN Vol 12 No 1 (2023): Media Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30989/mik.v12i1.823

Abstract

Background: Self-stigma is the acceptance of negative behavioural psychic process applied in self-concept which results in loss of self-confidence and self-efficacy. The negative label and discrimination received by PLWHA have an impact on the loss of their rights as social beings, which creates a fear of being stigmatized and hiding their health status. Objective: The aim of this research is to determine the relationship between self-stigma and the quality of life of people living with HIV/AIDS in the Gedongtengen Community Health Center Yogyakarta. Methods: This research was used the quantitative which is using the Cross-Sectional Approach. The total respondent are 77 peoples. Analysis in this study used Somers’d. Results: Obtained p value = 0,033 (p<0,05). means there are relationship between self-stigma and quality of life of PLWHA (p-value 0.033) with a weak correlation coefficient (r = -0.317). Conclusion: There is a relationship between self-stigma and the quality of life of PLWHA in the Gedongtengen Community Health Center Yogyakarta.
Peningkatan Keselamatan Kerja Melalui Pencegahan Penyakit Akibat Kerja Pada Perawat di Rumah Sakit Ngatoiatu Rohmani; Novita Nirmalasari; Ratna Lestari
Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat Vol 8 No 2 (2023): Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat
Publisher : Universitas Mathla'ul Anwar Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30653/jppm.v8i2.346

Abstract

Penyakit akibat kerja dapat terjadi pada pekerja, termasuk perawat. Perawat sering melaporkan berbagai keluhan seperti sakit kepala, nyeri pinggang, tertusuk jarum dan penularan penyakit akibat kerja. Oleh karena itu, perawat perlu meningkatkan kewaspadaan dalam menerapkan budaya keselamatan dan kesehatan kerja agar dapat memberikan asuhan keperawatan secara optimal. Identifikasi risiko bahaya dan pemeriksaan kesehatan juga perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang dapat menurunkan produktivitas kerja. Sosialisasi dan pemberian edukasi terkait praktik K3 kepada perawat merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah angka kecelakaan kerja. Kegiatan pengabdian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan perawat dalam melaksanakan pencegahan penyakit akibat kerja dengan menerapkan protokol yang sesuai dan mengenalkan latihan peregangan di tempat kerja untuk mencegah cedera akibat kerja. Metode pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat meliputi: pengkajian kesehatan dan bahaya, analisis masalah, dan implementasi program melalui sosialisasi dan pendidikan kesehatan. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar peserta telah menerapkan pengurangan risiko infeksi dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah prosedur dengan teknik yang benar. Occupational diseases may occur in workers, including nurses. Nurses often report various complaints such as headaches, low back pain, needle pricks and occupational disease transmission. Therefore, nurses need to increase vigilance in implementing a culture of occupational health and safety in order to provide nursing care optimally. Identification of hazard risks and health checks also need to be carried out to prevent work accidents that may reduce the work productivity. Socializing and providing education related to OSH practices to nurses is one of the efforts that can be pursued to prevent the number of work accidents. This service activity aims to increase the knowledge and compliance of nurses in implementing occupational disease prevention by implementing appropriate protocols and introducing stretching exercises in the workplace to prevent work-related injuries. The methods of conducting community service includes: health and hazard screening, problem analysis, and implementation of program through socialization and education. The results showed that majority of participants have implemented infection risk reduction by washing hands before and after the procedure with the correct technique