Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Pengaruh Diabetes Self Management Education Terhadap Indeks Massa Tubuh Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Antoni, Adi; Decroli, Eva; Afriwardi, Afriwardi; Prayitno, Irwan; Lipoeto, Nur Indrawati; Efendi, Nursyirwan; Mudjiran, Mudjiran; Hardisman, Hardisman
Jurnal Dunia Gizi Vol 6, No 1 (2023): Edisi Juni
Publisher : LPPM Institut Kesehatan Helvetia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33085/jdg.v6i1.5725

Abstract

Pendahuluan: Penyakit kronis yang jumlahnya selalu meningkat setiap tahunnya di dunia salah satunya Diabetes Mellitus. Kriteria yang penting dalam menjaga kesehatan penderita diabetes mellitus khususnya dalam menjaga kadar glukosa darah tetap ideal dilihat dari indeks massa tubuh. Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh diabetes self management education terhadap indeks massa tubuh penderita diabetes di kota Padangsidimpuan. Metode: Penelitian ini Quasi Eksperimen dengan desain one group pretest-posttest only design dengan melibatkan 40 responden berdasarkan perhitungan besar sampel dengan menggunakan rumus sample size determination in health studies. Teknik sampel yang digunakan adalah proportionale random sampling. Kriteria berupa penderita DM tipe 2, pasien diabetes yang tidak mengalami gangguan kognitif, dapat berkomunikasi verbal maupun nonverbal. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan dengan intervensi sebanyak 6 kali dengan priode waktu 2 jam setiap sesi pemberian edukasi. Pengukuran IMT menggunakan timbangan dan microtoise. Analisis data yang diguanakan yaitu uji Chi-Square dan Paired T-Test. Hasil: Penelitian ini ditemukan bahwa rerata sebelum intervensi DSME didapatkan nilai IMT sebesar 25.266 kg/m2 (SD=2.053) dan rerata sesudah intervensi DSME didapatkan nilai IMT sebesar 24.281 kg/m2 (SD=2.142) (p value= 0.001). Kesimpulan: DSME efektif dalam menurunkan IMT pada penderita diabetes mellitus. Penderita DM dapat memanfaatkan DSME sebagai intervensi mandiri yang dapat dilakukan di rumah untuk mengontrol berat badan ideal agar kadar glukosa darah tetap stabil.
Non Classic - Congenital Adrenal Hyperplasia: Suatu Kasus Langka Sofiani, Dinda Putri; Decroli, Eva; Aprilia, Dinda; Kam, Alexander
Health and Medical Journal Vol 7, No 1 (2025): HEME January 2025
Publisher : Universitas Baiturrahmah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33854/heme.v7i1.1643

Abstract

Congenital Adrenal Hyperplasia (CAH) adalah kelainan autosomal resesif yang disebabkan defek steroidogenesis. Salah satu tipe CAH adalah defisiensi 21-hydroxylase yang terdiri dari sub tipe classic dan non-classic. Penegakan diagnosis dan penatalaksanaan CAH merupakan suatu tantangan dikarenakan langkanya kasus dan manifestasi klinis yang bervariasi, tergantung pada jenis dan tingkat keparahan defisiensi enzim. Telah dilaporkan suatu kasus yang langka berupa klitoromegali dengan hirsutisme dan amenorea primer, yang merupakan suatu non classic - congenital adrenal hyperplasia (NC-CAH). Penegakan diagnosis NC-CAH pada kasus ini didapatkan dari gambaran virilisasi pada wanita dewasa berupa klitoromegali dan hirsutisme yang disertai amenorea primer dengan kadar kortisol serum dan elektrolit yang normal. Penelusuran riwayat keluarga dan pencitraan membantu penegakan diagnosis, namun pemeriksaan 17-Hydroxyprogesterone tetap disarankan untuk konfirmasi diagnosis dan pemantauan terapi.
Korelasi antara Kadar Interleukin-6 dengan Kadar Reverse Triiodothyronine dan Kadar Hormon Tiroid Lainnya pada Pasien Sakit Kritis dengan Non-Thyroidal Illness Syndrome Aprilia, Dinda; Decroli, Eva; Fadella, Annesa
Health and Medical Journal Vol 7, No 1 (2025): HEME January 2025
Publisher : Universitas Baiturrahmah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33854/heme.v7i1.1639

Abstract

Pendahuluan: Penyakit kritis dapat disertai dengan perubahan hormon tiroid. Non-thyroidal illness syndrome (NTIs) adalah kelainan tes fungsi tiroid ditandai dengan penurunan kadar triiodothyronine (T3) dan peningkatan kadar reverse triiodothyronine (RT3) pada pasien dengan penyakit sistemik non-tiroid berat tanpa kelainan tiroid sebelumnya dan interleukin (IL)-6 dikatakan terlibat dalam patogenesis NTIs. Tujuan: Mengetahui rerata kadar IL-6, Thyroid Stimulating Hormone (TSH), T3, Thyroxine (T4) dan RT3 pada pasien kritis; Mengetahui hubungan kadaar IL-6 dengan kadar TSH, T3, T4 dan RT3 pada pasien kritis; Mengetahui angka kejadian NTIs. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan di RSUP Dr. M. Djamil Padang pada 30 pasien kritis yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan pemeriksaan kadar IL-6, TSH, T3, T4 dan RT3. Hasil: Pada penelitian didapatkan rerata kadar IL-6 adalah 37,457 (24,70) pg/ml dan rerata kadar TSH, T3, T4 dan RT3 secara berurutan adalah 1,19 (1,12) uIU/ml, 0,486 (0,30) nmol/L, 60,87 (27,19) nmol/L dan 181,84 (72,10) ng/dL. Terdapat korelasi yang signifikan (p<0.05) dengan arah korelasi negatif dan kekuatan korelasi lemah (r=-0.319) antara IL-6 dan TSH, korelasi kuat (r=-0.6) antara IL-6 dan T3, korelasi lemah (r=-0,302) antara IL-6 dan T4. Terdapat korelasi yang signifikan (p<0,05) dengan korelasi positif dan korelasi sangat kuat (0,944) antara IL-6 dan RT3. Angka kejadian NTI 96,67% dengan gambaran kombinasi hormon terbanyak yaitu TSH normal, T3, T4 rendah, RT3 tinggi sebesar 46,7%. Kesimpulan: Terdapat korelasi negatif antara kadar IL-6 dengan kadar TSH, T3, T4 dan korelasi positif antara kadar IL-6 dan kadar RT3 pada pasien sakit kritis.
GAMBARAN FAKTOR RISIKO RETINOPATI DIABETIK PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUP DR. M. DJAMIL Risviani, Darayani; Decroli, Eva; Arisanty, Dessy
SINERGI : Jurnal Riset Ilmiah Vol. 2 No. 2 (2025): SINERGI : Jurnal Riset Ilmiah, February 2025 (IN press)
Publisher : Lembaga Pendidikan dan Penelitian Manggala Institute

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62335/sinergi.v2i2.863

Abstract

Retinopati diabetik adalah komplikasi diabetes melitus dalam jangka waktu panjang yang ditandai dengan rusaknya mikrovaskular pada retina. Retinopati diabetik merupakan komplikasi yang paling penting karena memiliki insiden yang sangat tinggi, mencapai 40-50% pada pasien diabetes, dan memiliki efek yang sangat buruk untuk penglihatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran derajat keparahan, kadar glukosa, lama pasien menderita DM, jenis kelamin, usia, tekanan darah, dan profil lipid pada penderita DM tipe 2 dengan kejadian retinopati diabetik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan retrospektif menggunakan data sekunder pasien retinopati diabetik yang tercatat di rekam medik.  Berdasarkan faktor resiko kadar glukosa darah puasa terbanyak tidak terkontrol (65,6%), tidak ada perbedaan berdasarkan lama pasien menderita DM tipe 2 antara durasi < 8 tahun dan ≥ 8 tahun, menurut jenis kelamin terbanyak pada perempuan (53,1%), menurut usia terbanyak pada usia ≥ 45 tahun (68,8%), menurut tekanan darah lebih banyak terkontrol (71,9%), menurut profil lipid lebih banyak pada profil lipid tidak terkontrol (78,1%). Faktor risiko retinopati diabetik terdapat lebih banyak pada glukosa darah dan tekanan darah terkontrol, perempuan, usia ≥ 45 tahun, tidak terdapat perbedaan durasi lama pasien menderita DM, dan profil lipid tidak terkontrol.
ANALISIS KADAR AMILOID BETA PLASMA DENGAN GANGGUAN KOGNITIF PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 Syafrita, Yuliarni; Amir, Darwin; Decroli, Eva; Susanti, Restu
Majalah Kedokteran Neurosains Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia Vol 35 No 1 (2018)
Publisher : PERDOSNI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52386/neurona.v35i1.38

Abstract

   ANALYSIS OF PLASMA LEVELS OF BETA AMYLOID WITH COGNITIVE IMPAIRMENT IN TYPE 2 DIABETES MELLITUSABSTRACTIntroduction: Type 2 diabetes mellitus (T2DM) and Alzheimer’s disease are two kind of neurodegenerative disease that related with age. Patients with DM show a tendency to develop Alzheimer’s disease, but there is no single marker for predicting a DM case will develop into Alzheimer’s disease. Amyloid cascade beta disturbance is one factor involved in the pathogenesis of DM disease as well as in Alzheimer’s disease, and still believed to be the main factor causing Alzheimer’s dementia.Aims: This research was aimed to determine the correlation between beta amyloid plasm level and demographic factors with the occurrence of cognitive dysfunction in type 2 diabetes mellitus patients.Methods: This was a cross-sectional design study on patients with DM in special DM clinic at M Djamil and Ibnu Sina hospital, Padang, between August—October 2016. Cognitive function was examined using the Montreal Cognitive Assessment Indonesian version (MoCA-Ina). Beta amyloid level was measured by enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) technique. Beta amyloid diagnostic ability was analyzed by using receiver operating characteristics (ROC). The correlation between the variables were analyze by using Chi-square, and p value p<0.05 was considered to be significant. To determine the strongest variables which correlated to cognitive dysfunction, logistic regression analysis were performed.Result: 65 subjects included in this study, where cognititve dysfuntion were present in 35 patients (58.3%). There were significant correlation between disease duration and low levels of 42 beta amyloid in plasma (Aβ42) with the occur- rence of cognitive dysfunction. The multivariate analysis showed that the disease duration, followed by low levels of Aβ42 and education level were the variables correlated with cognitive dysfunction.Discussion: There were a correlation between low levels of 42 beta amyloid in plasma with the occurrence of cog- nitive dysfunction in type 2 diabetes mellitus patients.Keywords: Beta amyloid, cognitive impairment, demographic factors, type 2 DMABSTRAKPendahuluan: Penyakit diabetes melitus tipe 2 (DM) dan penyakit Alzheimer adalah dua penyakit neurodegeneratif yang sering berhubungan dengan usia. Pasien dengan DM menunjukkan kecenderungan untuk menderita penyakit Alzheimer, namun belum ada satupun penanda untuk memprediksi kasus DM yang akan berkembang menjadi penyakit Alzheimer. Gangguan kaskade amiloid beta merupakan faktor yang terlibat pada patogenesis penyakit DM maupun pada penyakit Alzheimer, dan sampai sekarang masih dipercaya sebagai faktor utama yang menyebabkan demensia Alzheimer.Tujuan: Mengetahui hubungan kadar amiloid beta plasma dan faktor demografi dengan gangguan fungsi kognitif pada penderita DM.Metode: Penelitian dengan desain potong lintang ini, terhadap pasien DM yang berobat di Poliklinik khusus diabetes RSUP Dr. M Djamil dan RS Islam Ibnu Sina, Padang, pada periode Agustus–Oktober 2016. Penilaian gangguan kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina), dinyatakan terganggu jika nilai <26.Kadar amiloid beta diperiksa dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan kemampuan diagnostik amiloid beta dianalisis dengan receiver operating characteristics (ROC). Hubungan antar variabel diuji dengan Chi- square, dikatakan bermakna bila nilai p≤0,05. Dilakukan analisis regresi logistik untuk menentukan variabel yang paling kuat hubungannya dengan gangguan fungsi kognitif.Hasil: Didapatkan 65 subjek dengan rerata usia 61,62+7,6 tahun dan sebanyak 53,8% mengalami gangguan fungsi kognitif. Didapatkan hubungan yang bermakna antara lama sakit dan rendahnya kadar Aβ42 plasma dengan terjadinya gangguan kognitif. Pada analisis multivariat diketahui bahwa urutan kekuatan variabel yang berhubungan dengan terjadinya gangguan fungsi kognitif adalah lama sakit, rendahnya kadar Aβ42 plasma, dan tingkat pendidikan.Diskusi: Terdapat hubungan antara lama sakit dan rendahnya kadar Aβ42 plasma dengan terjadinya gangguan kognitif pada penderita DM.Kata kunci: Amiloid beta, DM tipe 2, faktor demografi, gangguan kognitif
Profil Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Ulkus Kaki Diabetik di RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2020-2021 Jannah, Lidya Raudhatul; Elvira, Dwitya; Noer, Mustafa; Decroli, Eva; Saputra, Deddy; Linosefa, Linosefa
Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia Vol. 5 No. 2 (2024): Juni 2024
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jikesi.v5i2.1114

Abstract

Abstrak Latar Belakang: Ulkus kaki diabetik menjadi permasalahan di Indonesia karena sedikitnya tenaga kesehatan yang menggeluti ulkus kaki diabetik, sedikit pengetahuan masyarakat mengenai ulkus kaki diabetik, dan biaya penatalaksanaan yang besar. Objektif: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pasien diabetes melitus tipe 2 dengan ulkus kaki diabetik di RSUP Dr.M. Djamil Padang. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observatif dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian adalah pasien dengan diagnosis ulkus kaki diabetik yang berobat di RSUP Dr.M. Djamil Padang periode 2020-2021. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling dengan jumlah sebanyak 93 sampel. Data menggunakan jenis univariat dan penyajian data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan pasien ulkus kaki diabetik paling banyak berada pada usia >55-65 tahun (41,9%), jenis kelamin perempuan (52,7%), tidak bekerja/ IRT (44,1%), tingkat pendidikan terakhir SLTA (55,9%). Derajat ulkus 5 (37,6%), lama rawatan 6-10 hari (40,9%), tekanan darah normal (43,1%). Hasil laboratorium menunjukkan keadaan anemia sedang (47,3%), hipoalbuminemia (96,8%), hiperglikemia (54,8%). Tatalaksana dengan pemberian kombinasi dua antibiotik (59,1%), terapi bedah debridemen (30,2%), kondisi pasien membaik saat dipulangkan (63,4%). Kesimpulan: Kesimpulan penelitian yaitu sebagian besar pasien ulkus kaki diabetik adalah perempuan lansia akhir dengan kondisi anemia, hipoalbuminemia, hiperglikemia. Tatalaksana yang umum diberikan adalah pemberian kombinasi dua antibiotik dan debridemen dengan luaran pasien membaik. Kata kunci: Diabetes melitus tipe 2, pasien ulkus kaki diabetik, profil Abstract Background: Diabetic foot ulcers are a problem in Indonesia because of the lack healthcare professional on diabetic foot ulcers, little public knowledge about diabetic foot ulcers, and high management costs. Objective: The purpose of this study was to determine the profile of type 2 DM patients with diabetic foot ulcers at RSUP Dr.M. Djamil Padang. Methods: This study was an observational descriptive with a cross-sectional design. The research sample was patients diagnosed with diabetic foot ulcers at RSUP Dr.M. Djamil Padang for the 2020-2021 period. The total sampling technique was used to collect a total of 93 samples. The collecting data was analyze by univariat and presented with frequency distribution tables. Results: The results of this study were the most diabetic foot ulcer patients were in the age group >55-65 years (41.9%), female (52.7%), unemployed/housewife (44.1%), and high school education (55.9%). The most ulcer grade 5 (37.6%), treatment duration was 6-10 days (40.9%) and normal blood pressure (43.1%). Laboratory results showed the conditions of moderate anemia (47.3%), hypoalbuminemia (96.8%), and hyperglycemia (54.8%). Management given was a two combination of antibiotics (59.1%), debridementt therapy (30.2%), the patient's condition improved when being discharged (63.4%). Conclusion: This study concluded that the majority of patients with diabetic foot ulcers were elderly women with anemia, hypoalbuminemia, and hyperglycemia. The most common management given was a combination of two antibiotics and debridementt, which resulted in improved patient outcomes. Patients who are at high risk are expected to be more aware of the appearance of symptoms and clinicians are expected to be able to manage patients comprehensively. Keyword : Diabetic foot ulcer patient, profile, type 2 diabetes mellitus
Gambaran Penyakit Penyerta pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe-2 Lanjut Usia di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2020 – Januari 2021 Aulia, Salsabila Syafna; Decroli, Eva; Nurhayati, Nurhayati
Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia Vol. 5 No. 2 (2024): Juni 2024
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jikesi.v5i2.1281

Abstract

Abstrak Latar Belakang: Proses menua menyebabkan terjadinya penurunan kualitas hidup sehingga membuat pasien diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia berisiko lebih tinggi memiliki penyakit penyerta. Objektif: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran penyakit penyerta pada pasien diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Januari 2020 – Januari 2021. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa data rekam medis. Ada 65 data yang memenuhi kriteria sampel dan data tersebut diolah, kemudian dianalisis melalui analisis univariat. Hasil: Hasil penelitian menujukkan bahwa pasien diabetes mellitus tipe-2 lanjut usia paling banyak terdapat pada kelompok umur 60-69 tahun (86,2%) dan jenis kelamin perempuan (55,4%) dengan jumlah penyakit penyerta yang ditemukan pada masing-masing pasien sebanyak 6 penyakit, baik berdasarkan umur dan jenis kelamin. Jenis penyakit penyerta terbanyak yang ditemukan adalah jantung dan pembuluh darah (23,2%), terutama penyakit hipertensi. Kemudian diikuti dengan penyakit infeksi (20,1%), termasuk Covid-19 dan selanjutnya kelainan darah (13,1%). Kesimpulan: Jenis penyakit penyerta terbanyak yang ditemukan adalah jantung dan pembuluh darah, terutama penyakit hipertensi. Kata kunci: diabetes mellitus tipe-2, lansia, penyakit penyerta
In-hospital mortality and its determinant factors among patients with sepsis Fadrian, Fadrian; Decroli, Eva; Ahmad, Armen; Kam, Alexander; Muharramah, Disa Hijratul; Pradana, Genta; Putri, Vidola Yasena
Universa Medicina Vol. 44 No. 1 (2025)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18051/UnivMed.2025.v44.3-15

Abstract

BACKGROUNDSepsis is a heterogeneous syndrome characterized by a variety of clinical features. Multiple studies have identified sepsis as the leading cause of death in hospitalized patients. A comprehensive report on the incidence, clinical characteristics, and predictors of sepsis is important. This study aimed to determine the relative importance of predictors of in-hospital mortality in sepsis. METHODSA retrospective cohort study at Dr. M. Djamil Central General Hospital focused on sepsis patients. A total of 200 participants, aged 18 and older, were included based on specific criteria and recruited through consecutive sampling. Data was gathered from medical records and laboratory results to identify factors influencing mortality in sepsis patients. These factors were classified into sociodemographic, intrinsic, and extrinsic categories. Statistical analysis utilized simple and multiple logistic regression. A p-value of less than 0.05 indicated statistical significance for predicting in-hospital mortality in sepsis. RESULTSThe sepsis patient mortality rate was 69.50%. Hospital-acquired pneumonia (HAP) emerged as the most common infectious diagnosis, impacting 47.50% of the patients. Type 2 diabetes mellitus (Type 2 DM) was identified as the most frequent comorbidity, present in 36.50% of cases. Multivariate analysis indicated that HAP (adjusted odds ratio [aOR] 2.32; 95% confidence interval [CI] 1.19–4.49; p=0.013) and hyperlactatemia (aOR 2.11; 95% CI 1.06–4.18; p=0.032) significantly increased the risk of mortality in sepsis patients. CONCLUSIONHospital-acquired pneumonia was the primary predictor of mortality in sepsis patients. Timely prediction and evaluation of sepsis outcomes are essential for developing strategies to reduce mortality rates.
Hiperparatiroid Primer Namanda Putri, Athari Fadhila; Decroli, Eva; Aprilia, Dinda; Kam, Alexander
Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia Vol. 6 No. 2 (2025): Juni 2025
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jikesi.v6i2.1499

Abstract

Latar Belakang: Hiperparatiroid primer merupakan suatu kondisi klinis yang disebabkan peningkatan sintesis hormon paratiroid (HPT) akibat tumor paratiroid. Hiperparatiroid primer dapat mengganggu metabolisme kalsium. Dengan demikian, diagnosis hiperparatiroid primer secara umum dapat ditentukan melalui pemeriksaan kadar kalsium serum dan HPT serta ditemukannya tumor paratiroid melalui pemeriksaan pencitraan. Secara garis besar tatalaksana hiperparatiroid primer terdiri dari tatalaksana medikamentosa dan intervensi pembedahan. Tatalaksana medikamentosa meliputi pemberian suplementasi vitamin D, kalsimimetik dan bifosfonat. Intervensi pembedahan untuk mengangkat tumor paratiroid merupakan terapi definitif hiperparatiroid primer. Klinisi perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan terhadap hiperparatiroid primer agar pelayanan pasien lebih komprehensif.  
Correlation Of Serum 25-Hydroxyvitamin D Levels With Glycemic Control In Type 2 Diabetes Mellitus Patients Putri, Septia Harma; Aprilia, Dinda; Decroli, Eva
Journal of Endocrinology, Tropical Medicine, and Infectious Disease (JETROMI) Vol. 7 No. 2 (2025): Journal of Endocrinology, Tropical Medicine, and Infectious Disease (JETROMI)
Publisher : TALENTA Publisher, Universitas Sumatera Utara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32734/jetromi.v7i2.18731

Abstract

ABSTRACT Background: Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is caused by reduced insulin sensitivity, which can lead to insulin shortage. Several recent investigations have found that vitamin D is connected with insulin secretion and sensitivity. Vitamin D insufficiency is linked to poor glucose regulation. Aim: To determine the correlation between serum 25-hydroxyvitamin D levels and glycemic control in Type 2 DM patients. Method: T2DM patients' serum levels of 25-Hydroxyvitamin D, Fasting Blood Glucose (FBG), 2-hours postprandial blood glucose (2-h PBG), and HbA1c were examined in this cross-sectional analytical observational study. Statistical analysis was also performed. Result: From 49 samples included, the number of male subjects was almost the same as female, mean age was 58 years. There was a decrease in serum 25-Hydroxyvitamin D levels with a median of 27.87 ng/ml (12,626 -94,367). Glycemic control was found to be poor, the median of FBG levels was 134 mg/dl (61-339), 2-h PBG levels was 208 mg/dl (93-488) and HbA1c levels was 7.5% (5.6-12.8). Analysis using Spearman correlation between serum 25-Hydroxyvitamin D levels with levels of FBG, 2-h PBG and HbA1c showed values of r = -0.538 and p = 0.000, r = -0.354 and p 0.013, r = -0.501 and p 0.000. Conclusion: There was a statistically significant negative correlation between serum 25-Hydroxyvitamin D levels and levels of FBP, 2h-PBG and HbA1c in T2DM patients. Keywords: 25-Hydroxyvitamin D serum, glycemic control, fasting blood glucose, two-hour postprandial blood glucose, HbA1c.