Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

TRADISI MAPAG MENAK DI KAMPUNG NAGRAK KECAMATAN PACET KABUPATEN BANDUNG JAWA BARAT Neng Sheila Nuary Saputri; Deni Hermawan; Sriati Dwiatmini
Jurnal Budaya Etnika Vol 4, No 1 (2020): Fungsi, Gender, dan Pergeseran Nilai-nilai dalam Tradisi
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v4i1.1561

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini berjudul “Tradisi Mapag Menak di Kampung Nagrak Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung Jawa Barat”. Dalam penelitian ini penulis melibatkan beberapa narasumber seperti ketua padepokan Saunglangit Pancanitis, masyarakat setempat, kepala bagian kebudayaan kabupaten Bandung. Tradisi masih menjadi salah satu warisan turun temurun yang masih bertahan dan berkembang hingga saat ini. Salah satu tradisi yang masih bertahan yaitu tradisi Mapag Menak adalah tradisi penyambutan tamu. Tradisi Mapag Menak menjadi salah satu warisan non benda yang hingga kini masih bertahan. Tujuan dari hasil penelitian yaitu, membahas stuktur pelaksanaan tradisi Mapag Menak Dengan menggunakan teori Fenomenologi dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun temuan yang ditemukan oleh penulis bahwa stuktur pelaksanaan tradisi mapag menak terdiri dari 3 tahap, yaitu prapelaksanaan, pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan. Hasil penelitian ini diajukan saran kepada para peneliti selanjutnya untuk tetap melestarikan tradisi mapag menak hingga keunikannya menjadi informasi tentang lokal genius nenek moyang pada masa lalu untuk dipahami nilai esensialnya.Kata kunci: Tradisi, Fenomenologi, Tradisi Mapag Menak ABSTRACTThis study is titled "The tradition of Mapag Menak in Kampung Panca, Pacet Subdistrict, Bandung West Java Regency (A Phenomenology Study)". In this study the authors involved several speakers such as the head of the Saunglangit Pancanitis padepokan, the local community, the head of the Bandung district's culture section. Tradition is still one of the hereditary legacies that still survive and develop to this day. One of the traditions that still survive is the Mapag Menak tradition is the tradition of welcoming in Pacet Village. The Mapag Menak tradition has been one of the non-inherited legacies which still survives. The purpose of this research is to discuss the implementation structure of the Mapag Menak tradition by using the phenomenology theory by using qualitative research methods. The findings found by the author that the structure of the implementation of the traditional mapag tradition consists of 3 stages, namely the implementation, implementation, and post-implementation. The results of this study are suggested by the next researchers to continue to preserve the traditional mapag tradition until its uniqueness becomes information about the local genius of the ancestors in the past to understand its essential value. Keywords: Tradition, Phenomenology, Menag Mapak Tradition
SENI LAGA KETANGKASAN DOMBA GARUT DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONAL DI DESA CIKANDANG KECAMATAN CIKAJANG KABUPATEN GARUT Rijki Hidayatuloh; Wawan Darmawan; Sriati Dwiatmini
Jurnal Budaya Etnika Vol 3, No 2 (2019): Artefak Budaya Arkais dan Kontemporer : dari Ulos Hingga Seni Digital
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v3i2.1120

Abstract

ABSTRAKSeni Laga Ketangkasan Domba Garut merupakan seni tradisi kearifan lokal budaya masyarakat Kabupaten Garut khususnya Desa Cikandang, Kecamatan Cikajang Garut yang masih dipertahankan kelestariannya sampai saat ini. Namun, di balik kelestariannya Seni Laga Ketangkasan Domba Garut tidak luput dari pro dan kontra sebab kegiatan ini dianggap menyimpang. Dengan demikian, dari pro dan kontranya seni tradisi ini masyarakat Garut tetap memepertahankan dan melestarikannya secara perspektif struktural dan fungsional. Pokok masalahnya melahirkan pertanyaan penelitian tentang bagaimana struktur sosial dan fungsi sosial yang menyebabkan Seni Laga Ketangkasan Domba Garut dapat mempertahankan keberadaannya saat ini? Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan struktur dan fungsi masyarakat Seni Laga Ketangkasan Domba Garut dalam mempertahankan dan melestarikannya.Untuk menjawab inti pertanyaan tersebut, penelitian ini mengunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan sinkronik. Adapun teori yang digunakan yaitu teori struktural fungsional A.R Redcliffe Brown. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Seni Laga Ketangkasan Domba Garut merupakan seni tradisi yang menjadi warisan budaya masyarakat yang ditunjang kelestariannya oleh struktur sosial dan fungsi sosial masyarakat peternak Desa Cikandang Kecamatan Cikajang Garut.Kata kunci: Seni Laga Ketangkasan Domba Garut, struktur sosial, fungsi sosial, perspektif struktural fungsional.ABSTRACTDexterity fight art of Garut’s Sheep is an ancient traditional art that born from garut city, especially in cikandang village, cikajang district that still conserve this culture. But beyond its sustainability, Dexterity fight art of Garut’s Sheep is not excluded from pros and cons. Because this activity is consodered as diverge. So, from this pros and cons people of garut still preserve in structural perspective and functional. The main problem giving us a question about how social structure and social function that caused Dexterity fight art of Garut’s Sheep can maintain its exsistence right now? The purpose of this research is for explaining structure and public function Dexterity fight art of Garut’s Sheep in maintain and conserve.For answer that main question, this research using descriptive qualitative research metode. Approach of this research is using syncronic approach. There is also theory that used such as A. R. Redcliffe Brown functional structure. A result from this research can be concluded that Dexterity fight art of Garut’s Sheep can be a cultural heritage supported its sustainability by social structure and public social function of people of cikandang village from cikajang district.Keywords: Dexterity fight art of Garut’s Sheep, social structure, social function, functional structure perspective.
Budaya Konsumtif dalam Peristiwa Hajat Pernikahan Masyarakat Buruh Tani di Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu Islamda Handayani; Imam Setyobudi; Sriati Dwiatmini
Jurnal Budaya Etnika Vol 5, No 2 (2021): Pandemi Covid-19 & Pengetahuan Dukun: Ritual, Seni, Konsumerisme
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v5i2.1764

Abstract

ABSTRAK Artikel ini berisi hasil penelitian mengenai perilaku konsumtif yang dilakukan masyarakat buruh tani saat menyelenggarakan hajat pernikahan di wilayah pedesaan Kecamatan Haurgeulis. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan studi dokumen yang kemudian akan di analisis hingga mendapatkan kesimpulan. Teori konsumsi Baudrillard menjadi pisau bedah dalam penelitian ini. Masyarakat buruh tani yang konsumtif saat hajat pernikahan dilakukan karena perasaan gengsi dan ingin setara dengan masyarakat lain. Pendapatan buruh tani yang tidak seberapa tetap ingin agar acara pernikahan yang dilakukan berjalan meriah dan mewah untuk menutupi kondisi ekonomi rumah tangga buruh tani yang tergolong rendah. Maka dari itu masyarakat buruh tani akan memaksa dengan cara berhutang untuk keperluan hajat pernikahan agar terhindar dari gunjigan dari masyarakat lain.Kata Kunci: Buruh tani, Konsumtif, Hajat PernikahanABSTRACT This article contains the results of research on the consumptive behavior of the farm laborer community when holding a wedding ceremony in the rural area of Haurgeulis district. This research was conducted using a qualitative descriptive method with data collection using interviews, observation, and document study which will then be analyzed to get a conclusion. Baudrillard consumption theory becomes the scalpel in this study. Farm laborers who are consumptive during a wedding ceremony are held because of their sense of prestige and want to be equal with other communities. The income of farm laborers is insignificant still want the wedding to be carried out in a festive and luxurious way to cover the low economic conditions of farm laborers households. Therefore, the farm laborer community will force by way of debt for the purposes of marriage in order to avoid gossip from other communities.Keywords: Farm Laborer, Consumptive, Wedding Celebration
MOTIF BATIK SEBAGAI IKON DAN MITOS BARU IDENTITAS KABUPATEN LEBAK Kurnia Trijaya Apriyani; Imam Setyobudi; Sriati Dwiatmini
Jurnal Budaya Etnika Vol 5, No 1 (2021): Hubungan Imajinasi, Kreativitas, Perubahan, dan Mitos Identitas: Mang Koko, Moti
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v5i1.1592

Abstract

ABSTRAK Permasalahan penelitian ini ialah bagaimana proses terbentuknya mitos baru yang berupa dua-belas motif batik Lebak dari sisi historis menjadi ikon bagi identitas daerah Lebak. Tujuan penelitian adalah menjelaskan proses pertanda yang bersifat ikonik yang berwujud motif batik sebagai identitas sebuah daerah yang merupakan mitos baru menurut perspektif semiotika pos-struktural. Manfaat teoretisnya adalah mengembangkan penelitian antropologi tentang batik dalam pendekatan semiotika. Manfaat praktisnya berupa pengetahuan mengenai batik sebagai sebuah identitas daerah Kabupaten Lebak. Metode penelitian adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka, wawancara, dan dokumentasi. Populasi penelitian adalah empat belas orang masyarakat Kabupaten Lebak yang dibagi sesuai jenis pekerjaan. Variabel penelitian meliputi ikon, mitos, dan identitas. Hasil penelitian menemukan bahwa kedua-belas motif batik Lebak yang terinspirasi dari potensi kekayaan daerah dianggap sebagai cermin dari Kabupaten Lebak. Berkaitan dengan itu, Pemerintah daerah Kabupaten Lebak juga membuat kebijakan perihal dua-belas motif batik yang dijadikan ikon bagi identitas Kabupaten Lebak.Kata kunci: Batik Lebak, Identitas, Ikon, Mitos ABSTRACT The case of this study is to analyze how the process the new mites was formed which is in the form of twelve Batik Lebak design from the history, and it has been an icon of Lebak region identity. The purpose of this research was explain about the process that is iconic which is Batik design formed as an region identity that is the new mites according to semiotics perspective post-structural. The benefit of the theory is developing anthropology research about batik in the term of semiotics approach. Another benefit is a science that related to Batik as an identity of Lebak Regency. The method of this research is qualitative by collected of the data through references, interview, and documentation. The population of this research took fourteen people from Lebak Regency which is divided according to their Profession. The variables of the research are icon, mites, and Identity. The result of the research found out that twelve Batik of Lebak which was inspired of region wealth as an reflected of Lebak Regency. Because of that the Government of Lebak Regency made a policy about twelve Batik design as an Identity of Lebak Regency.Keywords: Batik Lebak, Identity, Icon, Mites
IMAJINASI IDENTITAS ORANG JEMBER: WACANA PENDALUNGAN BESERTA EFEKNYA Fahma Filbarkah Aziz; Imam Setyobudi; Sriati Dwiatmini
Jurnal Budaya Etnika Vol 5, No 1 (2021): Hubungan Imajinasi, Kreativitas, Perubahan, dan Mitos Identitas: Mang Koko, Moti
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v5i1.1589

Abstract

ABSTRAK Permasalahan penelitian adalah mengapa wacana tentang pendalungan dimunculkan berulang-ulang dan bagaimana efek kuasa/pengetahuan dari sisi lain wacana pendalungan. Tujuan dari penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan kuasa/pengetahuan dalam rangka pembentukan identitas orang Jember melalui pewacanaan pendalungan dan menjelaskan efek yang timbul dari wacana. Manfaat teoritisnya dalam mengembangkan kajian antropologi tentang konsep identitas berkaitan pendalungan beserta efeknya, khususnya dalam pembentukan identitas dengan pendekatan wacana kuasa/pengetahuan. Manfaat praktisnya sebagai masukan kepada masyarakat dan pemerintah dalam melakukan pengembangan tentang identitas warga Jember. Metode penelitian adalah kualitatif menggunakan instrumen studi pustaka dan wawancara. Populasi penelitian adalah seniman, akademisi dan sejarawan. Variabel penelitian berupa identitas, imajinasi dan multikultural. Hasil penelitian menemukan bahwa identitas bukan lahir dari sebuah situasi yang harmoni dan keseimbangan, melainkan pergulatan,kontestasi, benturan, beradu argumen dan wacana, pergesekan, dinamis dan produktif. Berkaitan dengan itu, simpulan penellitian ini bahwa identitas bukan suatu hal yang tetap melainkan bersifat lentur dan cair atau beragam.Kata Kunci: Pendalungan, imajinasi, identitas, wacana ABSTRACT The research problem formulated within this study is the question of why the pendalungan discourse was repreatedly surfaced and how is the influence of power/knowledge from the other side of this very discourse. This study seeks to unfold the essence of power/knowledge in forming the identity of the people of Jember through the pendalungan discourse as well as to provide an elaboration of the resulted effect from said discourse. The theoretical implication of this study would be the development of anthropological studies concerning the identity and influence of pendalungan, particularly on the formation of identity through the approach of power/knowledge discourse. As for the practical implication, the outcome of this study could serve as a form of valid recommendation both for the people and government in pursuing the development of the identity of Jember people. Drawing upon artists, academics, and historians as the population, this study made use of qualitative approach as the main method as well as literature review and interview as the instrument. A number of variables involved within this study were identity, imagination, and multiculturalism. The result of the study revealed that identity is not to be regarded as an entity born from a harmonious and balanced situation, rather, from an atmosphere that is full of struggles, contestation, clashes, conflicts of arguments and discourse, frictions between parties, dynamics, as well as productivity. From this point, this study embarked upon a conclusion that identity is not something that is fixed or rigid, but flexible and diverse.Keywords: Pendalungan, imagination, identity, discourse
Makna Simbolis Upacara Ritual Nadran Empang di Desa Karangsong Kabupaten Indramayu (Kajian Simbol dan Makna) Ameliya Lismawanty; Sriati Dwiatmini; Yuyun Yuningsih
Jurnal Budaya Etnika Vol 5, No 2 (2021): Pandemi Covid-19 & Pengetahuan Dukun: Ritual, Seni, Konsumerisme
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v5i2.1762

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini menjelaskan proses pelaksanaan Upacara ritual Nadran Empang di masyarakat Desa Karangsong, beserta makna dan simbol yang terdapat di dalamnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode kualitatif dan mengolah data menggunakan teknik triangulasi. Analisis dalam skripsi ini, menekankan pada pemaknaan masyarakat Desa Karangsong terutama para pelaku ritual, terhadap simbol-simbol yang terdapat pada prosesi upacara ritual Nadran Empang. Penelitian ini juga menggunakan teori Clifford Geertz mengenai simbol, yaitu interpretivisme simbolik untuk membedah masalah penelitian. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, Upacara ritual Nadran Empang merupakan ritual yang dilakukan oleh masyakarat Desa Karangsong sebagai bentuk rasa syukur masyarakat sekaligus harapan agar terhindar dari mara- bahaya. Nadran Empang terbagi ke dalam beberapa aspek pelaksanaan kegiatan yaitu doa bersama, makan bersama, larung Meron dan ruwatan wayang. Di setiap aspek pelaksanaan, terdapat berbagai macam simbol yang dimaknai oleh masyarakat. Secara umum, pemaknaan masyarakat Desa Karangsong terhadap simbol-simbol yang terdapat dalam Upacara ritual Nadran Empang berkaitan dengan kepercayaan, kebersamaan, dan harapan masyarakat Desa Karangsong sendiri.Kata Kunci: Nadran Empang, Karangsong, Makna-SimbolABSTRACT This research is about the process of ceremony Nadran Empang at Karongsong region, then the meaning and symbol in it. The researcher used qualitative method and the design that was used is triangulasi. The analysis of the research concern on society sense especially people who did the ritual towards the symbols which was in the ceremony process of ritual Nadran Empang. And also used Clifford Geertz theory which was about symbol, is interpretivisme symbolic to analyze the research. The result of this research conclude that, Ritual Nadran Empang ceremony is the ritual which was done by the people of Karongsong region as a symbolic to feel the grateful, and also believe to that ritual to avoid from such a disaster. Nadran Empang divided in to several aspect, they are pray, eating together, Larung meron and ruwatan wayang. Each aspect has various kind of symbol which is being sense by the society, society sense of Karongsong region to the symbols which is in the ritual Nadran Empang ceremony related to the belief, togetherness, and society’s hopes.Keywords: Nadran Empang, Karangsong, symbol-sense
PEWARISAN BUDAYA DALAM KESENIAN BRINGBRUNG DI KELURAHAN LEDENG, KECAMATAN CIDADAP HILIR, KOTA BANDUNG Ricky Nugraha Oktovan; Dede Suryamah; Sriati Dwiatmini
Jurnal Budaya Etnika Vol 4, No 2 (2020): Tradisi Otentik, Modifikasi Tradisi, Komodifikasi (Agenda Setting Artefak Digita
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/be.v4i2.1566

Abstract

ABSTRAK Skripsi ini adalah hasil penelitian Antropologi budaya mengenai pewarisan budaya dalam kesenian, yaitu kesenian Bringbrung di Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap Hilir, Kota Bandung. Penelitian berjudul “Pewarisan Budaya dalam kesenian Bringbrung di Kelurahan Ledeng, Kecamatan Cidadap Hilir, Kota Bandung”, pembahasannya menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitik. Teori yang digunakan adalah teori sosial dan budaya yang mengungkap pewarisan budaya secara sosialisasi, enkulturasi dan internaslisasi. Penelitian ini, bertujuan untuk menjelaskan sistem sosial dalam pewarisan budaya kesenian Bringbrung di Kelurahan Ledeng Kecamatan Cidadap Hilir, Kota Bandung. Hasil penelitian ini adalah mengungkap tentang: 1) Proses pewarisan dalam Kesenian Bringbrung dilakukan secara Sosialisasi, Enkulturasi dan Internalisasi; 2) Media pewarisan meliputi praktek menabuh terebang, menyayikan lagu-lagu, menari dan pengelolaan keorganisasian; 3) Faktor pendukung dalam pewarisan adalah masyarakat, orang-tua, pemerintah, media sosial, seniman dan sanggar seni Bringbrung; sedangkan faktor penghambat meliputi keterbatasan mengenal budaya leluhur, profit seni Bringbrung tidak menjamin kehidupan, dan derasnya globalisasi yang memarjinalkan seni tradisional. Pewarisan budaya yang dilakukan oleh seniman Bringbrung kepada generasi-generasi penerus bertujuan agar kesenian Bringbrung dapat dilestarikan keberadaannya.Kata Kunci: Bringbrung, Pewarisan Budaya, Kelurahan Ledeng ABSTRACT This thesis is the result of cultural anthropology research on cultural inheritance in art, namely Bringbrung art in Ledeng sub-district, Cidadap Hilir, Bandung.The research with the title 'Cultural Heritage in Bringbrung art in Ledeng sub-district of Cidadap Hilir, Bandung', discussion uses a qualitative approach with descriptive analytic methods. The theory that is used in this research is a social and cultural theory that reveals cultural inheritance through socialization, enculturation, and internalization. This study aims to explain the social system in the cultural inheritance of Bringbrung art in Ledeng sub-district, Cidadap Hilir, Bandung. The results of this study are revealing about: 1) The process of inheritance in Bringbrung Art is carried out in socialization, enculturation and internalization; 2) Media of inheritance includes the practice of beating beats, singing songs, dancing and organizational management; 3) The supporting factors in inheritance are the community, parents, government, social media, artists and Bringbrung art studios: while inhibiting factors include limitations on knowing the ancestral culture, Bringbrung's art profit does not guarantee life, the rapid globalization that marginalizes traditional art. The cultural heritage carried out by Bringbrung artists to future generations aims to preserve the existence of Bringbrung art.Keywords: Bringbrung, Cultural Heritage, Ledeng Village
Fungsi dan Makna Upacara Sérén Taun di Kampung Budaya Sindangbarang Bogor Sriati Dwiatmini
Jurnal Seni Makalangan Vol 1, No 1 (2014): "Menggali Potensi Berbagai Tradisi Kreatif"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.109 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v1i1.863

Abstract

AbstrakUpacara Sérén Taun adalah sebuah upacara tradisional Sunda yang dilaksanakan setiap tahun oleh masyarakat petani berkaitan dengan panen padi. Upacara Sérén Taun dilakukan untuk menghormati Nyi Pohaci sebagai sarana untuk mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan harapan agar tanaman mereka tahun ini dan tahun berikutnya akan lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Upacara ini juga menjadi alat pemersatu masyarakat Sindangbarang dan sekitarnya melalui kerjasama satu sama lainnya, bahu membahu untuk memecahkan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari mereka. Tujuan utamanya adalah agar masyarakat memahami dan merasakan makna simbol-simbol dalam upacara tersebut, bahkan menikmati berbagai macam perangkat pada upacara tersebut.Kata kunci: Upacara Sérén taun, Fungsi, Makna AbstractSérén Taun ceremony is a Sundanese traditional ceremony which is held every year by farming communities associated with the harvest of rice. This ceremony is held to honor Nyi Pohaci as a medium to express gratitude to God Almighty, hoping that their crops this year and next year will be better than the past. This ceremony also serves as a unifier of Sindangbarang society and its surrounding areas through working together one and another, hand in hand, solving many problems of their daily life. The main purpose is that people will understand and feel the meaning of symbols in the ceremony, even enjoy the various sets of the ceremony.Keywords: Sérén Taun Ceremony, Function, Meaning 
Peranan Perbase dalam Kehidupan Masyarakat Suku Bangsa-Bangsa Ogan Ghyna Asita Dwi Ningrum; Wawan Darmawan; Sriati Dwiatmini
Jurnal Budaya Etnika Vol 6, No 1 (2022): Minum Tuak Marga Perbase: Terebang Shalawat Numbal Terowongan Sasaksaat
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/jbe.v6i1.2077

Abstract

ABSTRAK Perbase atau peribahasa Ogan merupakan nilai-nilai kehidupan masyarakat suku bangsa Ogan dan menggambarkan pola pikir serta cara pandang masyarakat Ogan. Hal tersebut dibuktikan dengan ungkapan peribahasa yang memiliki peran bagi kehidupan masyarakat Ogan dalam menggambarkan kondisi daerah, perilaku masyarakat, dan keragaman budaya yang tergambar dalam ungkapan peribahasa. Tujuan penelitian ini menjelaskan makna nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam perbase suku bangsa Ogan menggunakan kajian semantik dan menjelaskan bagaimana peran perbase dalam kehidupan masyarakat Ogan. Penelitian ini bermanfaat di bidang akademis sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya, mampu menambah litelatur baru pada bidang pemerintahan khususnya bagian budaya, dan masyarakat mampu memahami identitas budaya dengan mengetahui fungsi, makna, dan peran peribahasa bagi kehidupan masyarakat Ogan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data lewat studi pustaka, wawancara, dan observasi.Berdasarkan hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa perbase berperan bagi kehidupan masyarakat Ogan. Peribahasa Ogan dapat ditemukan dalam dua bentuk yaitu peribahasa asli dan peribahasa pengaruh bahasa asing. Penggunaan peribahasa berfungsi sebagai sarana pendidikan, tuntunan agama. Bermasyarakat, dan kritik sosial. Adapula makna dan peranan dalam menunjukkan kondisi daerah, perilaku masyarakat, dan keberagaman budaya.Kata kunci: Perbase, Nilai-nilai Kehidupan, Masyarakat Ogan ABSTRACT Perbase or Ogan proverb represents the values of the life of the Ogan tribe and describes the mindset and perspective of the Ogan people. This is evidenced by the proverbial expressions that have a role in the life of the Ogan people in describing local conditions, community behavior, and cultural diversity depicted in the proverbial expressions. This research meant to explain the meaning of the values of life contained in the Ogan tribal percentage using semantic studies and to explain how the role of the percentage in the life of the Ogan people. This research can be useful in academic field as an information for further research, and able to add more literature to the government especially in cultural field, and the community is able to identify and understand the culture by knowing the purpose of proverb in the life of Ogan people. method used in this research is descriptive qualitative method with data collection techniques through literature study, interviews, and observations in the field.Based on the research conclusion, it can be explained that perbase plays a role in the life of Ogan people. Ogan proverb could be found in two verses, first is the originally proverb and the second one is the proverb of foreign language influenced. The use of proverb can be useful in educational purpose, religion guidance, societal, and social criticism. There are also meanings and roles in showing local condition, community behavior and cultural diversity.Keywords: Perbase, The Values Of The Life, Ogan People.
PENERAPAN COMPUTER VISION DALAM ESTIMASI POSE DAN PROSES KREATIF PENCAK SILAT TRADISI SEBAGAI SUMBER KOREOGRAFI RANCAK TAKASIMA Rustiyanti, Sri; Listiani, Wanda; E.M. Ningdyah, Anrilia; Dwiatmini, Sriati; Suryanti Suryanti
PROSIDING SEMINASTIKA Vol 5 No 1 (2024): 5th SEMINASTIKA 2024
Publisher : Universitas Mulia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47002/seminastika.v5i1.788

Abstract

Pencak silat sebagai salah satu kearifan lokal yang ada di setiap wilayah nusantara menjadi sumber gerak koreografi tarian etnik dari Sabang sampai Merauke. Secara konseptual korografi ini terinspirasi dari vokabuler gerak pencak silat nusantara yang mengacu gerak flora dan fauna yang ada di alam lingkungan (koreografi lingkungan). Berdasarkan teori proses kreatif model Alma M. Hawkins terdiri atas beberapa tahapan dari sensing, feeling, imaging, transforming dan forming. Ragam pencak silat dieksplorasi dengan komposisi dan koreografi gerak yang mempunyai kesan tajam dan tegas, seperti gerak serang, tangkis, tahan, dan elak; menjadi gerak berkesan lembut dan mengalir. Proses eksplorasi ini memberikan dinamika tari, sehingga pencak silat dari berbagai nusantara ini menjadi seni pencak sebuah koreografi yang memiliki kesatuan, kompleksitas, dan intensitas. Tari yang terinspirasi dengan gerak pencak silat ini sebagai koreografi idiom baru dinamakan Rancak Takasima. Rancak merupakan akronim dari kata Ragam Pencak Nusantara, sedangkan Takasima mempunyai arti pesona. Koreografi Rancak Takasima merupakan koreografi baru yang terinspirasi dari idiom ragam pencak silat nusantara, diolah menjadi koreografi idiom baru yang memberikan aura dan spirit seni pencak Rancak Takasima. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan eksperimen serta computer vision dengan model deep learning estimasi pose GluonCv. Hasil penelitian ini menjelaskan model koreografi Rancak Takasima dengan koreografi idiom baru. Karya tari ini memiliki dinamika gerak bernuansa dinamis, sedangkan konseptual pencak silat nusantara mengacu pada gerak tajam dan tegas. Eksplorasi koreografi Rancak Takasima ini merupakan perwujudan tari yang terinspirasi dari konsep garap gerak tradisi dan unsur gerak seni pencak yang terdapat di seluruh pelosok nusantara.