EGOSENTRISME ANAK PADA TAHAP PRA OPERASIONAL
2024, Herlina Widiyaningsih
…
6 pages
1 file
Sign up for access to the world's latest research
Related papers
Anif Fatul Rohmah , 2023
Perkembangan belajar anak seringkali dikaitkan dengan adanya pola asuh dari orang tua. Orang tua merupakan pendidik utama dalam pembentukan sikap dan perilaku anak dalam masa pertumbuhan di tahun tiga tahun pertama perkembangan belajar dalam hidupnya. Pola asuh yang diberikan merupakan bentuk tanggung jawab orang tua dalam mencukupi kebutuhan anak guna mengembangkan eksistensi pembelajaran dasar yang diperoleh di lingkungan keluarga. Perkembangan belajar anak dapat ditinjau dari aspek Kognitif,aspek Afektif,aspek Psikomotorik guna mengetahui adanya kesulitan belajar yang dialami anak-anak. Banyak Orang tua dengan sengaja maupun tidak berperilaku overprotective yang sebenarnya berdampak pada sisi psikologis anak hingga dewasa.Orang tua seringkali merasa pola asuh yang diterapkan dalam mendidik anak selalu baik untuk masa depan anaknya,akan tetapi anak yang merasakan efek dari perilaku overprotective tersebut merasa dirinya terkekang dan lebih menutup diri di lingkungan sosialnya. Sikap perilaku overprotective sendiri sebenarnya memiliki dampak positif dan juga negatif tergantung pada individu tersebut mengaplikasikan perilaku dari orang tua nya ke perkembangan kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam dan lebih luas faktor apa saja yang memengaruhi perkembangan belajar anak yang didapat dari perilaku overprotective orang tua dan kebutuhan apa yang diperlukan anak untuk mengatasi masalah kesulitan belajar ditinjau dari teori Interpersonal tokoh psikologi Harry Stack Sullivan
MORINDA SARI, 2024
TUGAS INI DIBUAT UNTUK MEMENUHI NILAI TUGAS MATAKULIAH KREATIVITAS ANAK USIA DINI
Segala puji bagi Tuhan yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan Dia penyusun tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik.
™ Ayah dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih, sayang, dan do'a restunya kepada penulis serta berkorban dalam mengasuh, membimbing dan mengenalkan arti hidup. ™ Mas Suradi tercinta yang senantiasa menemani penulis dalam suka dan duka, serta penuh keikhlasan dan kutulusan mencintai dan menjaga penulis. Alhamdulillahirobbil'alamin, segala puji dan syukur senantiasa t ercurah kehadiran Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, yang telah memberikan kekuatan dan ketabahan sehingga karya sederhana ini dapat terselesaikan. Penulis telah banyak mendapatkan dorongan, bantuan, serta bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. K arena itu pada kesempatan ini penulis dengan segenap kerendahan dan ketulusan hati ingin mengucapkan terima kasih kepada:
DISUSUN OLEH : NURUL ISTIKHOMAH 1511505338 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA OKTOBER 2017 AUTISME I. BATASAN/PENGERTIAN Autis berasal dari kata autos yang artinya segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam Kamus Lengkap Psikologi, autisme didefinisikan sebagai: (1) cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, (2) menanggapi dunia berdasarkan penglihatan, harapan sendiri, dan menolak realitas (3) keasyikan ekstrim dengan pikiran dan fantasi sendiri (Chaplin, 2005). Autistic disorder adalah adanya gangguan atau abnormalitas perkembangan pada interaksi sosial dan komunikasi serta ditandai dengan terbatasnya aktifitas dan ketertarikan. Munculnya gangguan ini sangat tergantung pada tahap perkembangan dan usia kronologis individu. Autistic disorder dianggap sebagai early infantile autism, childhood autism, atau Kanner's autism (American Psychiatric Association,2000).
2013 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia adalah makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa interaksi sosial dengan manusia lainnya. Manusia tidak bisa lepas dari komunikasi dan sosialisasi antar manusia lainnya. "Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa" 1 . Seseorang dapat dikatakan sebagai seorang individu apabila unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Setiap manusia mempunyai keunikan atau ciri khas masing-masing. Secara umum, manusia memang mempunyai perangkat fisik yang sama, namun sebenarnya berbeda. Namun bagaimana dengan anak autis yang tidak seperti anak-anak normal pada umumnya. Secara umum, autis adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada masa kanak-kanak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri" 2 . Hal tersebut menjadi sangat bertentangan dengan prinsip yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Lalu apakah autis merupakan kasus khusus sehingga muncul penyataan baru bahwa manusia adalah makhluk sosial hanya berlaku bagi manusia pada umumnya sedangkan ada kaum tertentu yang tidak dapat disebut makhluk sosial? Hal ini akan dibahas dalam paper ini. "Karl Marx beranggapan, bahwa masyarakat dan kegiatan-kegiatannya pada dasarnya merupakan alat-alat terorganisasi agar manusia dapat tetap hidup" 3 . Proses terjadinya pelapisan sosial dapat terjadi dengan sendirinya namun juga bisa sengaja disusun untuk mengejar suatu tujuan. Pelapisan sosial dalam masyarakat bukan saja karena ada perbedaan, tetapi karena kemampuan manusia menilai perbedaan itu. Banyak orang yang menilai bahwa anak autis itu berbeda sehingga mereka menganggap anak autis tidak layak untuk berkumpul dengan manusia normal, hal tersebut secara tidak langsung sedang membentuk kelas sosial dan juga pelapisan sosial. Dimana manusia normal merasa dirinya berada di lapisan atas, sedangkan kaum yang berkebutuhan khusus atau autis itu berada di lapisan bawah karena mereka tidak memiliki apa yang dimiliki manusia normal seutuhnya. B. RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah yang dibahas dalam karya ilmiah ini: apa itu anak autis, dan sebagai pembanding ialah anak debil Bagaimana kehidupan sosial mereka (baik dengan orang tua maupun lingkungan sekitarnya) Perbedaan dari kedua tipe anak yang berkebutuhan khusus tersebut (autis dan debil) yang akhirnya mengakibatkan terbentuknya kelas sosial. Penanganan terhadap anak autis dan debil (sebagai pembanding). Peran keluarga di dalam kehidupan anak berkebutuhan khusus, terutama anak autis. Batasan masalah yang diambil ialah mengenai kehidupan anak berkebutuhan khusus, terutama anak autis dan anak debil, dan bagaimana penanganan orang-orang disekitarnya terhadap mereka. Penulis membahas lebih banyak mengenai anak autis, karena anak tipe debil hanya sebagai pembanding. Penulis mengambil dua sampel untuk penelitian ini dengan metode perbandingan yang memang pada dasarnya kehidupan sosial anak autis dan anak debil ialah berbeda sehingga dalam penanganannya pasti berbeda. Lapisan masyarakat atau stratifikasi sosial pada dasarnya sudah terjadi dimanamana dan dalam berbagai macam keadaan. Bahkan lapisan tersebut tidak hanya terjadi pada manusia melainkan juga pada masyarakat hewan dan tumbuhan, contoh adanya golongan hewan menyusui, merayap, dan lain-lain; tumbuhan parasitis. Namun karya ilmiah ini hanya membahas stratifikasi sosial atau pelapisan sosial yang di alami oleh anak berkebutuhan khusus. 4 C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kehidupan anak autis yang pada dasarnya adalah anak yang mempunyai dunianya sendiri, selain itu juga untuk mengetahui bagaimana kehidupan anak debil sebagai pembanding dengan anak autis. Dengan penelitian ini diharapkan orang-orang bisa lebih memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak penyandang kebutuhan khusus. Penelitian semacam ini perlu dilakukan untuk mengurangi kesalahpahaman tentang anak autis dan debil, supaya adanya peningkatan kualitas dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Selain itu supaya orang-orang memberi perhatian kepada mereka khususnya dalam hal kehidupan sosial mereka. Perlu adanya suatu program atau kegiatan yang dapat menunjang kehidupan sosial mereka dengan masyarakat sekitarnya. Dengan adanya penelitian ini, penulis dan pembaca bisa mengetahui kehidupan sosial anak autis dengan melihat pembandingnya yaitu anak berkebutuhan khusus tipe debil. 5 BAB II PEMBAHASAN A. PEMAHAMAN TENTANG AUTIS Komunikasi merupakan syarat mutlak terjadinya interaksi sosial. "Interaksi adalah proses dimana orang-orang berkomunikasi saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan" 4 . Autis berasal dari kata "auto" yang berarti sendiri. Autis merupakan bentuk gangguan pada manusia yang ditandai dengan adanya kerusakan pada sosialisasi, komunikasi, dan imajinasi. "Anak yang mengalami gangguan ini akan terlihat lebih emosional dan juga terdapat gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial". 5 Anak autis merupakan seorang anak yang tidak melakukan interaksi sosial dengan manusia sekitarnya. Hal ini sangat bertentangan dengan prinsip manusia sebagai AUTIS DALAM SISI SOSIAL "Max Weber menjelaskan stratifikasi sosial dalam tiga dimensi, yaitu:" 8 1. Dimensi kekayaan 2. Dimensi kekuasaan 3. Dimensi prestise Kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki seseorang sering kali menjadi hal utama yang membentuk adanya kelas sosial. Selain itu, kehormatan yang dimiliki oleh seseorang juga dapat mempengaruhi kelas sosial yang terbentuk. Dalam kasus semacam ini yang menjadi faktor utama terjadinya kelas sosial ialah adanya dimensi kehormatan. Karena tingkat kecerdasan Yeyen yang jauh di bawah kakaknya, ia menjadi terasing dari keluarganya. Hal tersebut dapat dilihat dari sudut pandang sosial, dimana telah terjadi pembedaan kelas sosial dalam keluarga tersebut. Keduanya sama-sama menderita autis namun karena perbedaan tingkat kecerdasan, mereka mengalami pembedaan sikap.
ABSTRACT Keywords: Parenting Self-Efficacy, Parenting Styles, Geosocial. The role of mother is very needed in assisting the process of growth and development of children. In this process, the Preferences of Parenting Styles and Self-Efficacy Levels make a significant contribution. However, in reality every mother has their own preferences of parenting styles as well as their parenting self-efficacy levels, one of those factors is geosocial. This study aims: 1) To represent a quantitative description of Parenting Self-Efficacy level applied by mother in Sidorejo Sub-District and Madyopuro Sub-District; 2) To represent a quantitative description of the differences in Parenting Style applied by mother in Sidorejo Sub-Dsitrict and Madyopuro Sub-District; 3) To provide qualitative description of the difference of Parenting Self-Efficacy Levels and Parenting Styles applied by mother in Sidorejo and Madyopuro Sub-districts. Researcher examined at mothers in two distinct geosocial areas. Samples taken as the source of this research data are 40 mothers in Sidorejo Sub-district, Jabung District, Malang Regency and 40 mothers in Madyopuro Sub-district, Kedungkandang District, Malang City. The research method used is quantitative comparative by using SPSS 23 for Windows 7. Comparative test using Independent T-Test gives a significant result. The results of the test show that the PSE Levels of mothers in Sidorejo is much higher than the PSE Levels of mothers in Madyopuro. Thus, it can be concluded that geosocial is indeed one of the determinants of the individual PSE Levels, in this case is the mother. Comparative test results on Parenting Styles show that there is no significant difference in maternal care preferences applied by the mother in both regions. The two regions have the majority of applying authoritative parenting styles. It can be concluded that the parenting style applied by the mother is not influenced by geosocial factors.

Loading Preview
Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.